33

35 7 0
                                    

"Len.. bangun nak.. kok tidur di meja kerja sih?" Suara lembut mama berhasil membangunkan ku.

"Ah, hmm semalam Vallen ketiduran ma, sibuk bikin rancangan buat di desain" aku mengucek mata, dan menguap beberapa kali. Bagaimana tidak? Aku terlelap pukul 3 pagi, dan saat ini pukul 7 pagi. Waktu istirahat ku hanya 4 jam.

Mama menghela nafas, "ya sudah. Sekarang mandi sama sarapan dulu. Nanti bisa lanjut tidur lagi" ujar beliau sambil menepuk pelan bahuku. Membuatku yang hendak menutup mata itu kembali terbuka. Lalu aku mengangguk dan bergegas ke dapur.

"Ma, abang-abang sama kakak-kakak udah pulang?" Tanyaku, melihat seisi rumah yang sepi.

"Hmm iyaa, tadi pagi sekitar pukul setengah 7 mereka udah pada pulang ke rumahnya masing-masing. Tadi nya mau pamit juga sama kamu, eh kamu nya masih molor.." sahut mamaku agak meledek.

Aku meringis, agak sedih karena ke pisah dengan si kembar Wozy dan Lucy, Hellen juga. Soalnya kalo dirumah kan cuma mereka yang hobi berisik, apa lagi si kembar. Baru umur setahun aja gak bisa diam, persis kek bapaknya. Hellen? Masih kecil, cuma bisa nangis owe-owe. Belum bereaksi, ku ramal sih, walau cewek, pasti bakal tengil kek bapaknya.

Selesai mandi dan sarapan, aku gak langsung lanjut tidur. Karena teringat sesuatu, waktu istirahat ku jadi tertunda. Mengingat bahwa hari ini harus ke butik ketemu pelanggan, udah janjian, makanya kalang kabut, dan sempat-sempatnya lupain urusan penting itu.

Setelah akhirnya sampai di depan toko butik, aku langsung di sambut pegawai ku. Dia terlihat tegang.

"Kak, pelanggan nya udah nunggu di dalam" ujarnya pelan.

"Cewek atau cowok?" Tanyaku setengah berbisik.

"Ibu-ibu" ujarnya pelan.

Aku menelan ludah, udahla, kebanyakan ibu-ibu itu pasti hobi mengomel. Terakhir kali aku bertemu pelanggan seusia mamaku, dia ngomel dan sedikit menyindir karena busana yang kurancang ini kurang menarik katanya. Terlalu muda dan tidak cocok untuknya, dan anehnya tetap memilih desain tersebut. Mau nya apasih? ಠ◡ಠ

Saat aku memasuki toko butik, nampak dari ruang tamu sebelah kanan. Seorang wanita sebaya mamaku duduk anggun di sofa. Dia meminum teh yang sudah disediakan dari pegawaiku. Tiba-tiba tatapan kami bertemu, sontak aku langsung membungkuk.

"H-halo nyonya, mohon maaf karena keterlambatan saya" ujarku, tegang.

Hening, tiada jawaban, dia meletakkan cangkir tehnya. Lalu menghela nafas.

"Gakpapa" ucap nyonya itu. Aku terkejut, biasanya kebanyakan dari mereka pasti nyindir halus gitu. Dan wanita ini? Dia hanya mengatakan hal yang baru ini aku dengar dari kalangan pedasnya mulut ibu-ibu.

"A-ah? B-baiklah kalau begitu kita langsung saja" aku mengeluarkan sebuah buku, yang di dalamnya terletak sehelai kertas yang berisi rancangan busana, rancangan yang kubuat semalam-malaman itu.

Setelah menjelaskan beberapa maksud dari rancangan ku tersebut, beliau memperhatikan ku dengan seksama, sesekali melirik ke arah kertas rancangan itu.

"Hm, gimana kalau di tambah hiasan permata? Dibagian ini, ini dan ini" wanita itu menunjuk ke bagian yang di maksud nya itu.

Aku mengangguk riang, "tentu, saya sangat menerima saran nyonya, saya akan berusaha semaksimal mungkin"

Nyonya ini memesan gaun pernikahan, untuk anak perempuannya yang akan menikah sebentar lagi. Jadi, beberapa temannya menyarankan agar memesannya saja padaku, mereka bilang, butikku cukup terkenal di kalangan orang berada seperti mereka. Mereka bilang hasilnya cukup memuaskan dan harga sangat terjangkau. Ya, meski sering mengkritikku dengan kata-kata pedasnya itu, namun kritikan itu lah yang membuatku bekerja keras memperbaikinya, hingga hasilnya tak main-main. Meski lumayan memakan waktu yang cukup lama, tapi aku yakin, gaun ini akan jadi gaun terbaik yang di rancang olehku.

THEO | Ten LeeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang