Temu tanpa duga, bersaksi swastamita.
Perjalanan berlanjut hingga petang. Waktu yang menjalar cepat terasa pupus dari ingatan. Beranjak disenyumi sinar fajar, berlangsung sampai pendar jingga milik tuan senja melirik resah.
Jingga benar-benar tak punya tujuan. Beranjak dari cafe satu ke cafe lainnya, hanya untuk merasakan perbedaan sensasi masing-masing rasa coffee. Dikira tenang selepas menyesap minuman tersebut. Padahal, hanya nihil yang tak memengaruhi apa-apa.
Bosan terus diterpa angin karena mengelilingi kota tiada henti, akhirnya ia putuskan untuk menepi ke sebuah pantai yang mulai menyepi.
Selepas memarkir motor pada tempat tersedia, ia melangkah menuju bebatuan yang lebih dekat dengan deburan ombak. Sesampainya, ia berdiri di atas sana, mengantongkan kedua telapak tangan di dalam saku hoodie hitam yang ia kenakan. Sang netra menyorot warna langit yang semakin menawan berhias romansa jingga yang tercipta.
"Indah, gak kayak hidup Jingga," lirihnya memuji senja. Sudut bibir lelaki itu tertarik. Detik berikutnya, ia terkekeh. Menertawakan luka yang menderak tanpa belas kasih.
Dawai ombak yang menghempas karang kini mewakilkan masalah-masalah yang menerjang Jingga satu persatu. Bebatuan yang ia pijaki sekarang, bak hati dan jiwa yang mampu bertahan, kendati tergerus perlahan, tinggal menunggu waktu sampai benar-benar mencapai puncak karam.
"AARRGH!"
Teriakan lelaki itu bertarung dengan lantunan alam. Sungguh ia ingin meluapkan segalanya. Menumpahkan kesah yang sejak beberapa tahun lalu, hingga sekarang kian menggumpal dalam diri.
"Cape, Tuhan!"
"... 17 tahun tinggal di dunia, tapi susah banget buat lakuin apa yang Jingga suka! Kenapa harus pandangan orang yang dipeduliin Ayah Bunda?!"
"... Kenapa mereka selalu memuaskan perpekstif orang lain untuk kebahagiaan Jingga! Kenapa gak pernah ngerti posisi Jingga! DAMN!"
Matanya sedikit berkaca-kaca, namun enggan mengeluarkan bulir bening dari sana. Masih tertahan. Masih tegar. Entah sampai kapan penuntutan itu ia rasakan.
"Aarrggh!! Just take my soul, God! If I can't get freedom in my life!"
"... Just do it now! I deserve die!"
"Shut the fuck up!" Suara seorang wanita tiba-tiba terdengar
Jingga yang tadinya meraung, lantas berhenti sebab terkejut, ia menoleh ke arah sumber suara. Semakin kaget dirinya ketika mendapati seorang wanita dengan novel bersampul hitam di tangan, sedang duduk di atas karang, tak jauh dari tempat ia berpijak. Ia memandangi lekat, memerhatikan samar tubuh wanita dari matanya yang berkaca-kaca.
"Siapa di sana?" tanya Jingga, heran. Pandangan memburam membuatnya tak dapat memastikan jelas. Detik berikutnya, ia langsung menyeka matanya.
"Aku mau nikmatin novel dengan tenang. Get another place if u gonna killing yourself!" titah wanita itu. Tak sedikit pun ia memandangi Jingga. Justru berfokus pada novelnya.
"Ini bukan tempat yang keren buat mati." lanjutnya.
Jingga tak menjawab. Pernyataan terakhir sedikit menyentak hati kecilnya. Ia memerhatikan wajah gadis yang tampak familiar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Melodi Jingga
Random⚪[On Going] "Cape, Tuhan!" "... 17 tahun tinggal di dunia, tapi susah banget buat lakuin apa yang Jingga suka! Kenapa harus pandangan orang yang dipeduliin Ayah Bunda?!" "DAMN! I DESERVE DIE!" 🍒 "Kalo Ayah Bunda marah, kalian masih punya Jingga bua...