Andai mampu kembali, menuju waktu sebelum terlahir ke bumi.
Prang!
Suara ribut terdengar dari piring yang jatuh menyentuh lantai akibat senggolan tak sengaja dari tangan Jingga. Ia hanya berniat menjangkau gawai. Hanya saja, tubuhnya yang lemas malah tergulai hingga ke bawah. Ia berada di lantai, mencoba meraup oksigen, menahan sakit.
"Kak Meggy, gue butuh lo!" lirihnya.
Hanya wanita itu yang Jingga percaya untuk membagi rasa sakit dan segala hal. Orangtuanya bahkan membuatnya takut. Sepatah kata yang keluar dari mulutnya, bisa saja jadi parasit kebencian yang akan meledup di hati sang Bunda dan Ayah.
Jingga mencengram kosong. Mengherani rasa sakit asing yang menjamah lebih kuat kali ini.
Hingga tiba-tiba suara gedoran pintu kamar menguar. Memberi celah pada Jingga untuk berhenti merintih agar tak terdengar manusia di luar ruangan.
"Jingga! Ini sudah jam berapa! Hentikan suara ribut itu!"
Suara Nelsi terdengar sarkas memarahi Jingga. Ia tak sengaja melewati lantai atas untuk mengecek kamar Meggy. Ketika mendengar keributan dari kamar Jingga, membuat wanita itu ingin murka.
Jingga membungkam mulut menahan diri agar tak berteriak karena kesakitan.
"M-maaf, Bun! Jingga gak sengaja."
"Awas kalau saya dengar masih ada kebisingan dari dalam!"
Langkah kaki kepergian sang Bunda memberi sinyal untuk Jingga melepas bungkaman. Sungguh wajahnya basah total.
Argh!
Ia mencoba menjangkau ponsel yang terlempar jauh. Saat sudah mencapai ruas-ruas jari, ia segera memencet kontak, mencari nomor seseorang yang bisa direpotkan sesekali.
Devano! Hanya itu orang yang mungkin mau membantunya saat itu.
Panggilan ia sambung. Yang pertama, tak terbalas. Yang kedua direspon operator. Untuk yang ketiga, barulah suara parau lelaki di seberang terdengar.
"Dev, tolongin gua!"
🍒🍒🍒
Beralih mencengkram lengan Devano, ia tak hentinya merintih. Sementara sang sahabat dengan lembut mengelus punggungnya.
Tampak sekali raut khawatir teraut dari keningnya yang berkerut. Jantung Devano berdetak cepat bukan main, ia cemas melihat eskpresi Jingga yang sekarat bukan kepalang.
Ia sampai nekat masuk kamar Jingga melewati jendela, dan bantuan sebuah tangga. Sehabis mendengar suara Jingga yang terdengar mencemaskan, ia langsung bergegas tanpa menyadari jam telah larut."Jingga, plis dengerin gua! Kasih tau orangtua lu buat anterin lu ke rumah sakit! Gua takut lu kenapa-kenapa."
"Lu tau sendiri gua takut rumah sakit! Dan lu tau sendiri orangtua gua gimana."
"Ini bukan saatnya, Ga! Orangtua lu pasti juga khawatir kalo kondisi lu gini!"
Devano bertekat melepas cengkramam Jingga yang menusuk kulitnya hingga menanggalkan jejak, betapa ia sadar apa yang Jingga rasa saat ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Melodi Jingga
Random⚪[On Going] "Cape, Tuhan!" "... 17 tahun tinggal di dunia, tapi susah banget buat lakuin apa yang Jingga suka! Kenapa harus pandangan orang yang dipeduliin Ayah Bunda?!" "DAMN! I DESERVE DIE!" 🍒 "Kalo Ayah Bunda marah, kalian masih punya Jingga bua...