12. Little Care

136 28 34
                                    

Terlalu indah untuk hati yang cepat kalah



Pengerjapan mata sekali langsung dihadapkan dengan sebuah poster kesehatan dan protokol masa pandemi. Menoleh ke kanan mendapati dinding putih dan brankar lainnya. Saat menatap ke kiri, samar matanya menangkap perawakan gadis yang sungguh tak asing.

"M-mel?" lirih Jingga, masih bingung untuk alasan apa dia berada di sana.

Ia mengerjab-ngerjab, sedang wanita di samping malah berkutit dengan buku bersampul hukum newton.

"Lu  udah bangun? Gua mau masuk kelas." Dengan penatapan tajam, Melodi hendak beranjak, ia ketinggalan satu jam mata pelajaran lagi sebab diamanahkan menjaga Jingga di sini oleh penjaga UKS.

Dengan tubuh masih kekurangan tenaga dan lemas tanpa energi tersuplai cukup, Jingga menyambar jemari Melodi, sontak saja yang dipegang tangannya reflek melepas, membuat anak jentera milik Jingga yang bahkan terasa dingin terkulai sembarangan.

"Apa?!"

"J-jangan pergi!"

"Gua udah ketinggalan mata pelajaran kedua, Jingga!'

Deg

Pertama kalinya telinga Jingga menangkap namanya terlontar sangat jelas oleh mulut wanita yang sangat dingin perangainya. Membuat yang jantung yang gusar semakin tak karuan. Sederhana yang langka.

"Haus. Minta air boleh?"

Melodi menghela nafas lalu memutar mata ke atas. Dia melangkah malas menuju lemari di dalam UKS, mengambil sebotol air mineral, menyodorkan pada Jingga.

"Terima kasih!"ujar Jingga sembari melontar senyum termanis yang dimiliki.

Ia bersusah payah merubah posisi, setelah menguras sedikitt tenaga yang hampir habis, posisi duduk akhirnya berhasil tergapai. Lalu beralih menatap botol mineral. Ia berusaha memutar tutup botol, namun jemarinya yang masih lemas bagai tak tersuplai darah, malah membuat usahanya gagal. Atas beberapa percobaan ia lakukan, namun yang ada bibirnya malah memucat.

Melodi beralih pandang, dari buku menuju Jingga. Niat hendak pergi terurung sudah. Ia menduduki sebuah kursi di samping brankar, meraih botol minuman itu tanpa meminta izin pemiliknya. lalu membuka itu untuk Jingga.

Saat botol diserahkan kembali pada Jingga, tentu saja perasaan lelaki itu takkan tinggal diam. Senyumnya tak tertahan di balik bibir yang pasi, matanya secerah nabastala yang baru saja mendekap pelangi, dan perasaannya meraup rakus emosi hati. Hal kecil berkesan besar merasuk diri.

"Terima kasih!" Tanpa mengalihkan sorotan mata dari Melodi, ia membasahi kerongkongan.

Mengetahui bahwa wanita di depan sudah menolongnya sebelum kesadaran menghilang. Ia ingat sebuah alasan yang mendorongnya masuk ruang kesehatan.

"Gua mau pergi!"

Sebuah kekagetan bagi Jingga saat pernyataan tersebut terlontar. Bahkan sebelum ia menyelesaikan sesi pelegaan terhadap kerongkongan.

"MEL!" Ia tak mampu menggapai jemari Melodi, ia hanya mampu meneriakkan nama gadis itu dengan nada yang sedikit meninggi.

"Mel, jangan pergi dulu!"

Melodi tak peduli, ia berjalan lurus meninggalkan Jingga. Cukup pelajaran fisika ia tertinggal, jangann sampai kelewatan lagi mapel kedua.

"Mel, gua butuh lo! Mel!"

Tak ada tanggapan. Tentu saja Melodi sudah menahan diri sejak tadi. Ia menunggu Jingga terbangun untuk waktu yang tak terbilang sebentar.

Jingga mendengar ruangan senyap.  Ia takkan betah di sana tanpa seseorang,. Bermodal nekat melawan raga yang masih butuh pengumpulan energi lebih banyak, kaki jenjang itu dipaksa turun dari brankar oleh sang tuan.

Melodi JinggaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang