03. Senyum Yang Palsu

246 105 229
                                    

"Kamu bukan anak Bunda lagi. Meskipun kita tinggal satu atap, Bunda gak akan menganggap kamu ada dirumah ini!"

Kalimat yang begitu mengikis hati Abizar sampai sekarang masih terngiang dikepalanya. Wanita yang telah melahirkannya ke dunia ini bahkan sudah tidak menganggap dirinya ada.

Abizar selalu berdoa kepada Allah agar keadaan bisa kembali seperti semula, dimana semua terasa nyaman dan tentram. Abizar merindukan suasana dimana Abizar dan keluarganya bercanda, berbincang hingga tengah malam, memasak bersama dan melakukan kegiatan lainnya.

Abizar memandangi sang ibunda yang sedang melewati dirinya tanpa sedikitpun melirik keberadaan Abizar.

Abizar ada, Abizar terlihat, namun tak dianggap.

"Bunda..." panggil Abizar yang sudah tidak tahan dengan rasa rindu. Sarah - ibunda Abizar tidak melirik lelaki jangkung itu sedikit pun.

Sarah melewati Abizar seakan-akan tak mendengar apapun, seakan-akan dirinya tuli.

"Bunda," panggilnya lagi namun tetap tidak digubris.

"BUNDA!" panggil Abizar agak keras.

Sarah menghentikan langkahnya, membalikkan badannya lalu menghampiri Abizar dengan langkah kaki yang terlihat ditekan penuh amarah.

"JANGAN PANGGIL SAYA BUNDA! SAYA BUKAN BUNDA KAMU!" bentak Sarah dengan jari yang ditunjuk-tunjukkan di depan wajah Abizar saat mengatakan 'bukan bunda kamu'.

"Bizar rindu sama Bunda..." lirih Abizar menahan isak tangis.

"Rindu? Saya lebih rindu sama dua orang yang udah pergi karena ulah kamu sendiri! KARENA KAMU ADIK KAMU GAK PERNAH KEMBALI KESINI! Apa kamu gak pernah merasa bersalah sedikitpun, Bizar?! Jangan pernah manggil saya Bunda lagi. Kalau kamu masih bersikeras manggil saya Bunda, lebih baik saya pergi dari rumah ini," ketus Sarah.

"Jangan, kasian Ayah!" pekik Abizar.

"Ayah kamu bahkan gak pernah mencari Adik kamu sama sekali, dia lebih mihak kamu yang udah jelas-jelas salah! Kalian sama aja gak ada bedanya!"

"Ayah gak salah apapun, jangan sampe kalian berniat buat bercerai lagi, Abizar gak mau!"

"Kalo kamu gak mau kita bercerai, jangan panggil saya Bunda lagi. Anak saya cuman satu, bukan kamu," tegas Sarah yang kemudian pergi meninggalkan Abizar yang terlihat frustasi.

Tubuh Abizar melemas, bagaimana mungkin dirinya bersikap biasa saja dengan keadaan seperti ini. Sudah 3 tahun lamanya Abizar bertahan dalam keadaan tidak mengenakan.

Kalau boleh jujur, Abizar lelah. Abizar memang terlihat kuat di depan Ayahnya dan teman-temannya, namun jika dia sedang menyendiri dirinya bukanlah seseorang yang kuat melainkan seseorang yang sangat membutuhkan sandaran.

Masalahnya tidak mampu untuk ia pendam sendirian. Namun, karena sifat Abizar yang tidak ingin membuat orang lain khawatir, tidak ingin dipandang lemah, tidak ingin merepotkan orang lain, akhirnya Abizar memendam 3 tahun lamanya.

Abizar duduk dengan tubuh yang lemas, punggungnya bersandar pada tembok, kepalanya menunduk dengan tangan yang menjambak rambutnya sendiri.

"Abizar, kamu kenapa, Nak?" tanya seorang lelaki paruh baya yang menghampiri Abizar dengan wajah khawatir.

Abizar menengadahkan kepalanya lalu berdiri dan tersenyum menatap sang ayah.

"Gapapa, Yah, lagi pusing aja sama tugas sekolah," elak Abizar.

"Beneran? Kalo ada apa-apa cerita sama Ayah, jangan banyak mendem. Kamu belum terlalu kuat untuk menanggung beban sendiri, Nak,"

Mendengar ucapan Abdul - ayahanda Abizar, lelaki jangkung itu merasakan hatinya semakin terkikis. Bagaimana mungkin Abizar bercerita kepada Abdul yang sama-sama berada dalam keadaan tidak mengenakan ini.

From Hi To GoodbyeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang