21. Radit Kumat

149 32 333
                                    

Sepulang sekolah Haikal dan Radit yang selalu tak terpisah bagaikan lem dan perangko itu sedang menuju parkiran. Namun, tas milik Radit tiba-tiba ditarik oleh Haikal membuat Radit sedikit mundur.

Radit menoleh ke belakang. "Apaan, dah, tarik-tarik?"

"Ngopi dulu gak si? Di cafe deket sekolah," ajak Haikal.

"Gue ayo aja, Bizar gimana? Dari pas bel pulang dia langsung ngilang gitu aja kayak setan," ujar Radit dengan mulut yang sangat pantas untuk disentil.

"Wush! Mulut lo jahanam bener, temen kita itu," protes Haikal. Radit langsung menempelkan kedua telapak tangannya depan dada, meminta maaf. "Sorry, sorry, bercanda."

"Ye dah, tapi ini motor mau bawa kesana aja atau simpen disini?" tanya Haikal. Kebetulan cafe tersebut berada tak jauh dari sekolah, malahan sangat dekat. Berjalan kaki pun tidak memakan banyak waktu.

"Kalo disimpen disini takut dipake sama anak ekskul," ujar Radit.

"Gak akan, oon! Orang kuncinya ada di elu gimana, sih? Bilang aja males jalan kaki iya, kan?" Radit tersenyum tanpa rasa bersalah, lelaki itu mengangguk pelan. "Hehe, kok tau, sih? Anda cenayang ya?"

"Cenayang palalo trapesium. Gue udah nebak, soalnya lo itu orangnya mager jalan kaki. Dari kelas ke kantin aja lo pengen pake scooter listrik, dasar mageran!" cibir Haikal.

"Ya gapapa, lah, kalo beli juga duit-duit gue?" sarkas Radit.

"Emang udah belinya? Duitnya ada?" Haikal memasang wajah seakan-akan meremehkan Radit.

"Ada lah, di bank banyak. Tapi punya orang." Tanpa rasa bersalah lagi, dia nyengir. Memang dasar Radit, banyak ulahnya, tidak jauh beda dengan lelaki yang kini hampir saja menjitak Radit.

"Gue kalo gak sabar sama lo udah gue jadiin lo batu kayak Sangkuriang, dah," kesal Radit.

"Siapa lo? Emak gue?" ejek Radit dengan wajah menyebalkan.

Haikal berdecak. Ternyata sekesal ini ya menghadapi manusia menyebalkan— ups, padahal dirinya sendiri lebih menyebalkan. Haikal pikir seperti inilah orang-orang disekitarnya saat menghadapi Haikal yang bernotabene sebagai siswa laki-laki terjahil dan terabsurd dikelas 11 IPA 1.

Melihat wajah sangar Haikal muncul, Radit sedikit was-was. Akan ada perang sebentar lagi. Lebih baik Radit alihkan dengan pertanyaan yang sejak malam kemarin menghantui pikirannya.

"Kal," panggil Radit.

"Paan?" ketus Haikal dengan tatapan yang mematikan.

"Gue aneh sama Abizar," ujar Radit dengan jelas.

Haikal terdiam, tatapan tajam itu berubah menjadi tatapan menunduk. Sebenarnya ada hal yang Haikal ketahui namun tidak oleh Radit. Haikal ingin mengatakannya kepada Radit saat ini juga. Tapi... Haikal pun masih penasaran dengan apa yang terjadi sebenarnya. Karena lelaki berkulit sawo matang itu tidak tahu sepenuhnya.

Kesalahpahaman apa yang membuat Abizar dibenci oleh ibundanya? Haikal menjadi kesal, kenapa Abizar setertutup ini kepada sahabatnya sendiri.

Tak ada respon dari Haikal, Radit menyenggol bahu Haikal pelan. "Woi! Kok malah diem? Gue dikacangin jahat bener."

Haikal terperanjat. "Hah? Apaan? Abizar aneh kenapa emang?"

"Kemarin keluarganya kayak gak harmonis, gak kayak ekspetasi gue. Masa Tante Sarah gitu banget sama Abizar?"

Haikal terdiam sejenak, berusaha mengontrol perkataannya dan sebaik mungkin ia rangkai agar Radit tidak salah paham juga kepada Abizar. "Dit," panggil Haikal dengan wajah serius.

From Hi To GoodbyeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang