10. Tentang Meira

156 75 216
                                    

Semenjak masuk kelas dan duduk disamping Abizar, Radit terdiam. Memandangi Abizar dengan mata yang sayu. Oknum yang Radit pandangi itu merasa aneh, kenapa dengan Radit?

"Lo kenapa, sih?" tanya Abizar.

Radit menggeleng pelan. "Nggak, Bi. Lo kalo ada apa-apa cerita ke gue kek kali-kali, gue sahabat lo bukan, sih?"

"Apaan, sih, nanya begitu. Ya lo sahabat gue, lah!" jawab Abizar.

"Tapi lo gak pernah cerita apapun tentang keadaan lo ke gue," timpal Radit.

"Walaupun gue gak pernah cerita apapun bukan berarti lo gak penting buat gue. Lo sama Haikal dua orang yang gue anggap bukan sekedar sahabat."

"Tapi, Dit, andalkan Allah, apapun Allah, selalu ke Allah," lanjut Abizar.

"Iya gue tau, Bi, tapi maksud gue lo pasti butuh juga seseorang di dunia ini buat lo ngeluarin segala unek-unek."

"Kasih sayang manusia gak seluas kasih sayang Allah, Dit."

Radit terdiam, benar juga apa yang dikatakan Abizar. Tapi Radit juga berpikir kalau Abizar memang butuh seseorang untuk menjadi sandarannya, ia tidak mungkin memendam sendirian.

"Assalamu'alaikum, pagi! Pada kenapa, nih?" sapa Haikal yang baru saja tiba. Dengan tas ransel yang ia gendong, kedua tangan yang ia rekatkan pada tali tasnya dan wajah yang berseri.

"Waalaikumussalam," jawab Abizar dan Radit serentak.

"Dit, muka lo mengkhawatirkan banget kenapa, dah?" ledek Haikal sambil tertawa melihat raut wajah Radit.

"Diem lo!" pekik Radit.

"Dih? Bi, kalian kenapa, sih?" tanya Haikal.

"Gapapa, tumben telat lo?"

"Macet tadi," jawab Haikal.

Abizar hanya ber-oh ria merespons Haikal.

"Bi!" panggil Radit.

"Kenapa?" jawab Abizar.

"Kalo butuh seseorang, gue sama Haikal ada, Bi," ujar Radit.

"Ini kenapa, sih??? Gue ketinggalan berita apaan, heh?"

Haikal sangat penasaran. Tidak biasanya si lelaki puitis itu berwajah sayu di depan dirinya, biasanya ia malu berwajah seperti itu di depan Haikal karena pasti Haikal akan meledek Radit. Tapi ini? Radit bahkan seperti menahan tangis.

Abizar menepuk-nepuk bahu Radit. "Gapapa. Udah, Dit, gue tau kalian bakal selalu ada buat gue. Jangan risau aja, makasih ya?" jawab Abizar berusaha menenangkan.

"Tapi, Bi-"

"Dit, aneh banget lo tiba-tiba melas-melas begini. Ngeri liatnya!" ejek Abizar sembari tertawa memotong ucapan Radit.

"Lo ya gue lagi serius malah ketawa-ketiwi!"

"Apaan, sih? Kasih tau gue, Bambang!" pekik Haikal.

"Gak usah nyebut nama Bapak gue juga, oon! Ini, nih, si Bizar."

"Bizar kenapa?" tanya Haikal penasaran.

"Gue bilang gapapa, ngeyel," elak Abizar.

"Kal, lo pernah gak denger curhatan Abizar?" tanya Radit kepada Haikal.

"Curhatan Abizar? Kagak," jawab Haikal.

Haikal terdiam sebentar, lalu...

"LAH IYA KAGAK PERNAH!" lanjutnya.

"Ya emang gak pernah. Tapi katanya kemarin lo pergi sama Meira lo mau cerita-cerita. Mau cerita apaan, tuh?" tanya Radit kepada Abizar.

Haikal melongo. "HAH? PERGI SAMA MEIRA?"

From Hi To GoodbyeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang