17. Paksaan Berujung Pasrah

126 47 316
                                    

Brak!!!

"Assalamu'alaikum ya ahlal kubur! Pagi semua!" sapa Haikal menggebrak meja.

Semua murid di kelas 11 IPA 1 itu langsung terperanjat. Masih pagi sudah dibuat emosi oleh seseorang yang hobinya marah-marah.

Kebiasaan Haikal, dia tidak mau dijahili tapi dia jahil. Dia tidak mau diganggu, tapi dia pengganggu. Dia sering marah-marah, tapi hobinya membuat orang darah tinggi.

Ada salah satu murid pernah berkata kepada Haikal. Katanya, "kalo punya penyakit darah tinggi jangan ngajak-ngajak!"

Hingga saat itu juga murid tersebut diceramahi oleh lelaki yang doyan ngomong, Haikal Dharmaraga.

"Lo bisa gak, sih, pagi-pagi jangan bikin orang naik pitam?!" protes Radit yang sejak tadi sedang memejamkan matanya sambil mendengarkan lantunan ayat suci Al-Qur'an dengan earphone yang terpasang di telinganya.

Namun, suara gebrakan meja yang dilakukan oleh oknum bernama Haikal membuat dirinya terperanjat dan aktivitasnya terganggu.

"Tau, nih, Kakek sihir demennya ngagetin orang, giliran di kagetin balik langsung nyamber pake hadist," timpal seorang murid laki-laki disana.

"Salahin tangan gue, lah, suruh siapa dia refleks pengen gebrak meja??" timpal Haikal tak mau kelah dalam perdebatan ini.

"Ya tapi lo yang gerakin, kan?" hardik seorang siswi bernama Siti. Gadis yang selalu Haikal sebut dengan Sirop atau Siti Ropeah. Mereka tidak pernah akur, sama seperti Haikal dengan Radit.

"Heh Sirop, ini masih pagi ya. Jangan ngajak gue tengkar, ntar aja abis istirahat kita saling bogem di lapangan. Tahan dulu emosinya," ujar Haikal dengan gerak tangan seakan-akan menyuruh Siti berhenti.

"Bocah freak! Bukan temen gue," ungkap Radit yang langsung menutup wajahnya, dia malu sendiri.

"Lah, kita kenal?" timpal Haikal kepada Radit dengan alis kiri yang ia angkat.

Radit langsung membelalakkan matanya, ia berdiri dengan wajah menantang. "Waaaahhh! Siti, gue dukung lo ya! Hari ini kita bogem si Haikal bareng-bareng. Aku padamu Siti!"

"Kok lo jadi dukung si Sirop? Lo mau di sumpel lagi pake penghapus papan tulis? Keset ntar mulut lo!" sembur Haikal.

"Siapa juga yang mau sumpel mulut si Radit? Suudzon lo. Sekarang gue mau damai dulu sama dia. Damai buat bersekongkol," timpal Siti sambil bertolak pinggang.

"Sama gue gak mau damai? Tentram idup lo nanti kalo damai sama gue," tawar Haikal.

"Ogah. Gak ada kata damai buat kita," tolak Siti.

"Dih? Lagian siapa juga yang mau damai sama lo?" Haikal tetap tak mau kalah. Maklum, lelaki ini ada hawa-hawa egois dalam dirinya.

Jujur, Radit sejak tadi tidak berhenti tertawa. Radit menjadi berpikir bagaimana kalau jadinya takdir menyatukan mereka dalam ikatan pernikahan, atau bisa disebut mereka jodoh.

Bukankah cinta bisa berawal dari benci, kan?

"Mending lo pindah kelas, deh, Kal. Baru nanti idup gue tentram gak sekelas sama lo," suruh Siti.

"Lo siapa nyuruh gue pindah-pindah? Kalo gue pindah, ini kelas bakalan sunyi. Gak ada yang bikin kelas ini darah tinggi," ungkap Haikal.

Tok! Tok!

Suara ketukan terdengar dari kaca jendela kelas tersebut. Semua mata langsung tertuju pada suara ketukan itu. Terlihat seorang lelaki yang sedang menyandarkan bahu kanannya ke pintu.

Para wanita dikelas 11 IPA 1 tidak berhenti mengucapkan masyaAllah, memuji ketampanan lelaki itu. Bahkan, ada salah satu siswi yang sampai membuka mulutnya lebar, tertegun melihat ciptaan Allah yang sangat tampan.

From Hi To GoodbyeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang