08. Percakapan Tentang Masa Lalu

179 85 296
                                    

Di bawah terik matahari, kini Abizar dan Meira sama-sama sedang memegang satu cone es krim dengan varian yang berbeda. Meira coklat, Abizar vanilla.

"Seger banget! Sukaaaa!" ujar Meira antusias sambil menggoyang-goyangkan tangannya terlalu senang.

"Dasar bocil!" cibir Abizar.

"Dih?" Meira mengangkat bibir kirinya ke atas.

"Eh, iya. Kak Abizar mau cerita-cerita apa? Masa daritadi malah diem makanin es krim sambil liat orang yang lagi jalan? Gabut banget kayaknya," lanjut Meira.

"Abisin dulu es krimnya, gak baik makan sambil ngomong," tegur Abizar tanpa melirik Meira.

"Tapi aku udah terlalu kepo," ujar Meira.

"Cewek kalo gak cemburuan ternyata keponya tinggi juga ya?" ujar Abizar yang sudah melahap es krimnya habis.

"Daripada cowok suka gengsian," timpal Meira.

"Diem. Mau dengerin gak?"

"Mau, mau!" jawab Meira antusias.

"Tapi gue males ngomong,"

Meira menghembuskan nafas kesal. "Ketik aja!"

"Pegel,"

"IH, SERBA SALAH KAYAK CEWEK!" pekik Meira.

Abizar tertawa kecil. "Hahaha, oke gue cerita. Gak sabaran banget."

"Gimana?"

"Ya gitu," jawab Abizar.

"YA ALLAH KENAPA, SIH?????" geram Meira.

"Lo aja yang cerita, gue belakangan."

"Kok jadi aku?"

"Iya, kamu."

Meira gemetar. Bisa-bisanya Abizar menjadi sering membuat jantung Meira tidak aman. Sepertinya memang benar kalau Abizar itu satu orang dua jiwa.

"JANGAN! LO-GUE AJA, KAK!" protes Meira.

"Dih, baperan," cibir Abizar.

"Cepet aku udah kepo ini!!!" rengek Meira.

"Udah dibilang males ngomong, ngetik pegel. Lo aja dulu," pungkas Abizar.

Sebenarnya, ucapan Abizar tadi bohong. Ia mana mau bercerita soal kehidupannya kepada orang lain, Abdul saja sang ayah tidak tahu banyak apa yang terjadi dengan Abizar. Lelaki itu terlalu misterius.

Namun, ajakan Abizar untuk mengobrol dengan Meira itu serius. Tapi bukan membicarakan tentang dirinya, melainkan Abizar ingin lebih tahu tentang kehidupan Meira jika diperbolehkan. Masalahnya... Abizar terlalu gengsi untuk bicara bahwa ia ingin mengenal Meira lebih dekat.

"Gak mau, Kak Abizar dulu," tolak Meira.

"Yaudah, gue balik kalo gak ada yang mau diomongin," ujar Abizar yang sudah bangkit dari duduknya.

"Ett! Ett! Ett! Tunggu dulu! Maen pergi aja kayak pawang ghosting. Iya-iya aku cerita, tapi aku cerita apaan? Gak ada cerita yang spesial di hidup aku," ujar Meira.

Abizar pun duduk kembali. "Hidup gak selalu tentang kebahagiaan yang merasa bahwa kisah itu spesial, tapi tentu ada kesedihannya juga. Ceritain aja apa yang pengen lo ceritain."

"Waduh, kalo kesedihan mah banyak dong!" jujur Meira menepuk jidatnya.

"No problem, just tell me, Mei," pinta Abizar.

Meira terdiam, menundukkan kepalanya. "Aku lagi kangen sama mereka."

Tak perlu berpikir dan mencerna lebih dalam apa yang Meira katakan. Abizar sudah tahu kalau yang Meira maksud adalah kedua orangtuanya.

From Hi To GoodbyeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang