14. Air Mata Yang Lolos Keluar

134 52 342
                                    

Suasana malam ini terlihat begitu indah. Bintang yang bermunculan setelah hujan reda memancarkan cahayanya membuat langit terlihat tak lagi gelap.

Suara riuh rendah banyak orang yang kini mengunjungi pantai dengan pemandangan yang begitu cantik membuat banyak dari kalangan muda dan tua saling memotret keadaan pantai malam ini.

Termasuk ketiga anak remaja yang kini sedang duduk di salah satu bangku disana. Disertai makanan dan minuman yang sudah tersedia di atas meja yang mereka tempati.

Yang satu sibuk membuat instagram story, yang satu sibuk makan dan yang satu sibuk live instagram.

"Sumpah ini langit cantik banget kayak gue," ujar Meira percaya diri.

Januar mengarahkan kameranya ke wajah Meira. "Guys! Liat ada orang yang tingkat percaya dirinya ketinggian," ejek Januar di live instagramnya, padahal tidak ada yang menonton sama sekali.

"Kasian banget anjir, dari tadi ngangong-ngangong kagak ada yang nonton, gue berasa duduk deket orang gila," cibir Syabila yang sedang memakan kentang goreng pesanan Meira.

"Sat! Ngomong sakali deui ku aing di kadek gera!" pekik Januar.

Tak salah lagi jika Januar berbicara bahasa Sunda. Karena lelaki itu adalah pindahan dari Bandung dengan alasan ikut orangtuanya yang saat ini bekerja di Jakarta.

"English please," pinta Syabila yang mulutnya telah dipenuhi oleh kentang goreng Meira yang hampir habis tanpa Meira sadari.

"English please, English please, sok sok-an pisan! Pelajaran bahasa Inggris aja masih remedial," sindir Januar dengan wajah julidnya.

Jangan ditanya lagi diantara Meira, Syabila dan Januar, Januar lah yang paling julid. Padahal dia lelaki. Terbukti saat mereka duduk di tepi pantai ini, Januar sudah melayangkan tatapan tajam ke arah pemuda dan pemudi yang sedang berpacaran.

"Yang penting kalo mencintai dia gue gak remedial," timpal Syabila.

"Emang dianya mau sama lo?" tekan Januar.

Syabila menggeleng yakin. "Jangan ditanya, udah pasti kagak."

"HAHAHAHAHA ITU NYADAR DIRI!" ledek Januar habis-habisan.

"Nyebelin banget, sih, lu! Siapa tau kalo gue pake jalur langit bisa dapetin dia. Iye kagak?"

"Iyein aja, lah, gak ada balon, males nyari," pungkas Januar.

"Iya udah, lah, aku gak mau nyusahin kamu, beb," ujar Syabila.

"Iya jangan, udah cukup kamu selalu nyusahin aku."

"Aku nyusahin kamu juga karena kamu babu-able, beb."

"Anying sia! Nyebut beb tapi nistain!" hardik Januar tak terima.

"LO BAPER?!!!!"

"Najis tujuh turunan baper sama Ursula!"

"Yaudah, lah, lagian beb nya juga beda makna."

Januar mengernyitkan dahinya. "Beda makna gimana, anjir?"

"Beb ke orang lain selain lo itu kan bebeb ya. Tapi kalo beb ke lo itu bukan bebeb, tapi beban."

"GOBLOK! ANAK MONYET!" umpat Januar.

Meira yang sedari tadi sedang sibuk memotret itu langsung menghentikan aktivitasnya karena mendengar kegaduhan Syabila dan Januar yang membuat telinga Meira sakit.

"Mingkem napa lo pada, udah kayak laki sama bini lagi berantem aja. Gue jadi kayak anaknya yang gak tau apa-apa," kesal Meira.

"Yaudah, Mei, lo diem aja planga-plongo kek orang dongo," ujar Syabila yang kini melahap kentang Meira yang hanya satu potong lagi.

From Hi To GoodbyeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang