15. Berbagai Wejangan

145 52 418
                                    

"Oke. Iya. Gue lagi gak baik-baik aja."

Kalimat yang benar-benar tak pernah ingin Abizar katakan dan tak pernah ingin Abizar jelaskan kepada siapapun, termasuk Meira.

Dan bagi Meira, kalimat itu adalah kalimat yang membuat perasaannya campur aduk. Meira senang kalau Abizar sudah bisa jujur kepada Meira, namun yang membuat Meira sedih adalah makna dari kalimat yang Abizar ucapkan.

Ternyata benar, pasti Abizar telah menyimpan masalah lebih dari ini. Terlihat air mata yang keluar dari mata Abizar membuat hati Meira ikut terkikis. Karena tidak mungkin orang sekuat Abizar menangis dihadapan Meira jika masalah itu tidak berat.

Setelah mengucapkan hal tersebut dan meneteskan air mata Abizar langsung mengusap wajahnya kasar dan menyisir rambutnya yang basah ke belakang.

Meira tak berhenti menatap Abizar dengan tatapan yang sayu. Karena Abizar merasa risih, laki-laki itu berdeham.

"Ekhem!"

Meira terperanjat, masih dengan mata yang sayu.

"Lupain," suruh lelaki jangkung itu.

"Gak bisa," jawab Meira sigap.

"Gue kelilipan tadi," ujar Abizar canggung dengan mata yang tak ingin menatap Meira sama sekali.

"Itu bukan kelilipan. Meira gak bodoh, Kak."

Abizar diam. Ia memalingkan pandangannya. Meira tahu kalau lelaki itu malu sudah meneteskan air matanya tepat di depan wajah Meira.

Padahal apa salahnya? Meira rela jika mengadu nasibnya dengan orang seperti Abizar. Karena Meira paham dan tahu kalau Abizar ini butuh seseorang dan Abizar ini orang yang baik.

"Kak, ada apa...?" tanya Meira dengan suara yang tulus nan lembut.

Abizar diam tak merespons. Meira paham, mungkin butuh beberapa waktu untuknya bercerita. Meira tak memaksa, mau besok mau kapan pun Meira siap mendengarkan cerita Abizar.

Namun, setelah diam sekejap lelaki itu menundukkan kepalanya. Terdengar hembusan nafas kasar darinya lalu ia memegang kepalanya

"Gue berengsek, Mei."

Mendengar hal itu Meira langsung tak terima. Ia kesal, marah dan dengan sigap bertanya siapa yang mengatakan hal tersebut.

"Siapa yang bilang? Ngadep sini sama aku! Kak Abizar anak baik, Kak Abizar anak sholeh. Gak sepantasnya dibilang kayak gitu. Siapa yang berani bilang kalo Kak Abizar berengsek? Siapa orangnya?!! Sini da-"

"Bunda," potong Abizar tanpa melirik Meira.

Meira mematung. Gadis itu melipat bibirnya ke dalam, tak bisa berkata-kata lagi. Bodohnya mulut bawel Meira tidak bisa terkontrol di kondisi seperti ini. Meira bodoh.

Abizar menoleh ke samping. Terlihat gadis bertubuh kecil itu sedang terdiam bisu.

"Kenapa diem?" tanyanya.

"M-maaf..." lirih Meira.

"Gapapa. Gue udah kebal sama kebawelan lo."

"Hehe." Meira memperlihatkan deretan giginya. "Kalo boleh tau... Kenapa Kak Abizar bisa sampe di bilang kayak gitu?"

Abizar lagi dan lagi diam tidak merespons pertanyaan Meira, lelaki itu memalingkan pandangannya lagi. Ternyata mereka sama-sama kebal. Abizar kebal dengan kebawelan Meira, dan Meira kebal dengan keacuhan Abizar.

"Kak..." rengek kecil Meira.

"Mei," panggil Abizar serius.

"Iya, kenapa???" jawab Meira antusias.

From Hi To GoodbyeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang