part 2.

119 22 28
                                    

Jogja 2022

Deru pesawat terdengar membelah langit sore itu. Arisa menatap lurus pada burung besi berwarna putih dengan garis merah di sayapnya itu.

“Mas Ian, aku kangen. Kapan pulang?” lirih Arisa.

Setetes air mata lolos di pipi sang gadis yang didekap rindu itu. Langkah pemuda yang sedari tadi mengamatinya dari jauh terhenti tepat di belakang sang gadis.

“Cha.”

Arisa segera berbalik arah dan menyambar tubuh itu.

“Mas Ian, Mas Ian pulang? Mas Ian, Icha kangen,” ucap gadis itu.

Pemuda tadi mematung. Jujur dia terkejut mendapati perlakuan gadis yang kini menangis tersedu di dadanya.

“Mas Ian jangan pergi lagi, Icha takut Mas. Bisa apa Icha tanpa Mas Ian.”

Tangan pemuda itu seolah tersihir, membalas pelukan sang gadis. Mendekapnya erat, menyalurkan ketenangan.

“Cha, aku cuma ijin dua hari. Kamu sekangen itu sama aku?” bisik pemuda itu.

Arisa seolah tersadar. Dia mendongak, pria berkamata hitam tadi, bukanlah orang yang dia maksud.

“Ian?” gumam Arisa sebelum mendorong tubuh pemuda itu menjauh.

“Iya, ini aku. Kangen banget ya?” Sebuah senyum tersungging di bibir pemuda dengan gigi gingsul itu.

Astagfirullah, maaf Ian. Maaf, aku ... aku ....”

“Kenapa? Nungguin aku balik dari Jakarta? Aku cuman nganter mama nyusulin papa ke Jakarta. Bulan ini Papa udah purna tugas, dan rencananya mereka semua mau balik ke sini lagi. Ke rumah lama. Menikmati masa pensiun di Jogja.”

“Aku ... aku nggak nungguin kamu,” lirih Arisa.

“Masih aja ngelak. Nggak usah jual mahal, biasa aja kali. Aku seneng kok kamu balik kayak dulu lagi, Cha. Maaf ya, dulu aku ninggalin kamu gitu aja. Semuanya mendadak banget, aku harus buru-buru pindah ke Jepang.”

Arisa yang masih berusaha menenangkan diri hanya mengangguk-angguk saja. Fabian menggandeng jemari gadis itu.

“Makan yuk. Di situ ada resto fast food favoritmu. Chicken Stripcheese?”

“Ian, aku, aku mau pulang dulu. Sampai jumpa besok di kantor.”

“Icha, please. Jangan gitu, kamu udah nungguin aku dari tadi kan? Ayolah, nggak ada salahnya kita kayak dulu lagi. Takut  sama pacar halumu?”

Suara perut Arisa terdengar membuat Fabian terbahak.

“Tuh, perutmu nggak bisa bohong. Ayo buruan, kita makan dulu.”

Arisa akhirnya menurut, dia memilih duduk di meja dekat dinding kaca dimana di bawah sana terlihat landasan pacu dan beberapa pesawat terparkir.

“Eh ngelamun mulu, kenapa sih?” tanya Fabian sembari menempelkan cup bubble tea matcha ke pipi Arisa, membuat gadis itu tersentak.

Astagfirullah!” pekik Arisa.

Fabian malah tertawa melihat reaksi Arisa yang terkejut.

“Ayah sama Bunda sehat?” tanya Fabian kemudian.

Arisa mengangguk. “Alhamdulillah, tadi pagi habis telpon katanya sih sehat.”

“Loh, emang lagi pada liburan?”

Arisa menggeleng. “Ayah itu pindah tugas di Solo pas aku lulus. Awalnya aku mau ikut pindah juga, cuma karena keterima di UGM jadi ya udah aku tetep tinggal di sini sendiri. Ayah, Ibu, sama dua bocil pindah ke sana semua.”

UNMEI (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang