Alunan lagu terdengar, lirik demi lirik lagu Mungkin Hari Ini Esok atau Nanti milik Anneth menemani perjalanan sang dara. Diantar oleh pemuda dua puluh satu tahun yang menyetir di sampingnya, Arisa memutuskan untuk pulang ke Solo.
"Mbak, aku ganti ya lagunya."
"Biarin, aku mau dengerin sampai habis, Raz."
Pemuda itu akhirnya terdiam. Dia sebenarnya merasa tidak enak karena lirik lagu itu begitu menyayat hati. Menceritakan tentang kehilangan orang terkasih yang telah berpulang ke keabadian.
"Mbak, andai Mas Julian pulang dengan kondisi yang berbeda gimana?"
Arisa menoleh, kemudian tersenyum. "Raz, kepindahanku ke Solo, itu karena aku ingin memulai hidup baru. Aku ingin berdamai dengan masa lalu dan menyambut masa depanku. Aku sudah lima tahun stag dalam perasaan ini."
"Jadi, maksudnya andai Mas Julian kembali, Mbak nggak akan nerima dia lagi?"
"Raz ... Mas Julian udah nggak ada." Suara gadis itu tercekat.
"Mbak mungkin aja dia ada di suatu tempat, amnesia atau gimana gitu?"
"Farazy Azwar! Cukup. Lima tahun dia pergi. Andai dia selamat harusnya pihak SAR atau siapapun yang membantu pencarian korban dulu pasti sudah menghubungi keluarga."
Faraz terdiam, meski sebenarnya banyak argumen yang ingin dikemukakannya. Ponsel Faraz bergetar, banyak chat masuk.
"Mbak bisa tolong bukain?"
Arisa membuka ponsel sesuai perintah Faraz. Beberapa pesan dari Fabian.
"Ian, nyariin aku," lirih Arisa.
Mas Ian
[Raz, Icha beneran nggak
hubungin kamu?
Aku cari dia kemana-mana
tapi nggak ada.
Aku tanya si kembar juga
katanya nggak di Solo.
Dia resign dari tempat kursus
sama TK juga.
Raz bantuin cari please]"Mbak, apa Mbak beneran udah nggak ada rasa sama Mas Ian?"
Pertanyaan Faraz membuat Arisa menetapnya. Gadis itu terlihat berpikir.
"Aku sayang Fabian. Sayang sebagai teman."
Ucapan itu menjadi kalimat terakhir yang diucap Arisa selama perjalanan. Mereka benar-benar saling diam setelahnya. Baru setelah sampai di tujuan, Arisa kembali membuka mulutnya mempersilakan Faraz untuk mampir ke rumah.
"Mbak, kamu beneran mau pindah?" tanya sang ibu saat melihat sang putri menyeret koper dan menjinjing tas pakaian besar.
"Gantian sama kembar kan, Bun. Aku yang di sini sama Ayah Bunda. Mereka yang gantian tinggal di Jogja."
Wanita paruh baya itu menatap sendu pada putrinya. Si sulung yang selalu dituntut untuk mandiri sejak kecil itu terlihat begitu rapuh lima tahun terakhir.
"Bunda kenapa?" tanya Arisa saat mendapati sang ibu masih mematung di ambang pintu kamar sembari menatap ke arahnya.
"Nggak, nggak apa-apa. Besok Bunda ajak ke temen Bunda kalau Mbak jadi ngelamar kerja di sana."
Arisa tersenyum. "Makasih Bunda, Icha sayang Bunda."
Arisa memeluk wanita yang telah melahirkannya itu. Tak biasanya dia melakukan hal seperti ini, membuat wanita di pelukannya tak kuasa lagi menahan tangis yang sedari tadi menggenang di pelupuk.
"Mbak, semoga semua sedihmu diganti sama Allah secepatnya ya. Bunda sama Ayah nggak putus doanya buat kamu. Kebanggaannya Bunda sama Ayah," ucap wanita itu dengan suara tercekat.
![](https://img.wattpad.com/cover/286701916-288-k874746.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
UNMEI (END)
RomansaJatuh hati pada dua pria yang punya nama panggilan yang sama membuat Arisa terjerat rumitnya perasaan. "Ian pergi dan meninggalkanku begitu saja, kemudian Mas Ian datang dan menawarkan surga. Namun, aku kembali kehilangan Ian ku, dan Ian yang lain...