Part 6. Terkuak Luka

178 24 32
                                        

Hari Sabtu pagi, Fabian yang biasanya memilih untuk menikmati weekend dengan membaca buku di rumah, kini tengah terkepung kepadatan lalu lintas saat mengikuti mobil sedan hitam milik sang ayah.

"Mas, kamu harus janji apapun yang kita liat nanti kamu nggak boleh berantem sama Papa."

Faraz, yang memaksa ikut dengannya menguntit kepergian sang ayah memperingatkan. Dua hari ini mereka larut dalam pikiran masing-masing tentang kecurigaan Faraz pada Arisa dan Faruk, ayah mereka.

"Mas! Itu, itu mobil Papa!"

Fabian segera memarkirkan kendaraannya di samping mobil sang ayah. Dua orang itu melangkah masuk ke dalam kafe di kawasan dekat bandara, dan mencari-cari sosok yang diuntitnya.

"Icha kangen banget Om."

Fabian berusaha untuk tidak mempercayai apa yang dilihat dan didengarnya.

"Princess, nggak usah nangis dong. Om juga kangen."

"Astagfirullah, Mas. Kecurigaan kita benar," lirih Faraz.

Dua orang yang berpelukan itu kini duduk dan saling bercerita dengan wajah sumringah khas orang melepas rindu.

"Papa! Icha!" bentak Fabian.

"Ian? Kamu kok disini?" tanya Arisa terkejut.

"Bian? Araz? Sini nak duduk, ada yang mau Papa bicarakan."

"Bicara apa? Bicara kalau selama lima tahun ini kalian selingkuh?" ketus Fabian.

"Jadi Om Pilot yang kamu maksud Papaku? Laki-laki yang ngirim bunga buat kamu itu Papaku? Orang yang kamu tunggu di bandara itu Papaku?" tanya Fabian dengan wajah memerah karena amarah dan kecewa.

Arisa mematung.

"Aku nggak nyangka kamu tega ngerusak rumah tangga orang tuaku," desis Fabian.

Sebuah tamparan mendarat mulus di pipi Fabian.

"Bian! Jangan asal bicara kamu!" bentak Faruk.

"Kenapa Pa? Kami udah tahu kalau selama ini Papa selalu kirim bunga buat Mbak Risa!" kata Faraz membela sang kakak.

"Papa punya alasan untuk itu. Kalian duduk dulu, Papa jelaskan semuanya!"

"Papa mau bilang apa? Papa mau nikahin dia? Papa tahu, dia selama ini halu punya tunangan. Dan itu Papa kan?" bentak Fabian.

Arisa berusaha menahan diri tetapi pada akhirnya tidak bisa.

"Ian, bisa-bisanya kamu nuduh aku sama Om Faruk selingkuh?!"

"Aku kecewa sama kamu, Cha. Apa ini cara kamu ngebales sakit hatimu dulu ke aku?"

Arisa menutup telinganya seolah tidak mau mendengar lagi cercaan pertanyaan dari Fabian.

"Kamu tahu, kalau bisa aku udah bunuh kamu dari dulu, Fabian! Kalau dengan hilangnya nyawamu bisa bikin kesakitanku hilang!" teriak Arisa kesetanan.

"Apa? Emang apa salah Mas Ian sampai Mbak Icha tega ngerusak keluarga kami kayak gini!" balas Faraz.

"Aku nggak ngerusak keluarga kalian! KALIAN YANG NGERUSAK HIDUPKU!" raung Arisa.

Faruk, Faraz, dan Fabian mematung, bahkan semua orang di sana melihat ke arah gadis itu.

"Gara-gara ulah bodohmu dulu! Gara-gara kamu kecelakaan! Mas Ianku! Meninggal!"

Fabian tak mengerti maksud ucapan Arisa sama sekali.

"Gara-gara kamu koma, Om Faruk jadi nyuruh tunanganku gantiin flightnya! Sebulan sebelum kami menikah! Mas Julian setuju dan kamu tahu apa yang terjadi? Pesawatnya jatuh! Harusnya Om Faruk yang mati di sana! Bukan calon suamiku! Puas kamu?! Gara-gara kamu Fabian! Gara-gara ketololan kamu, aku kehilangan calon suamiku!"

UNMEI (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang