Bab 25

54 4 1
                                    

Allah memberi luka bukan serta merta inginmu menderita, karena Allah ingin kita menjadi lebih baik. Dan untuk menjadi lebih baik itu perlu perubahan

•Seindah Cinta Allah•

5 tahun kemudian.

"Shakira! Dik kamu gak sekolah?! Udah jam berapa ini?!" teriak Qiandra begitu memasuki kamar Adiknya yang masih bergelung manja diatas kasur.

Qiandra berjalan ke arah jendela untuk menyibak gorden yang berhasil membuat Shakira mengerjap karena silau.

"Shakira bangun! Kamu nggak sekolah apa? Lihat udah jam tujuh itu lhoh!" kesal Qiandra sambil menarik selimut yang menutupi tubuh Adiknya. Adiknya ini benar-benar menguji kesabarannya. Perlahan Shakira bangun dari posisi berbaringnya.

"Apa sih Kak, teriak-teriak?" tanya Shakira sambil mengucek kedua matanya.

Diandra semakin melotot. "Apa, apa, lihat udah jam berapa ini? Udah siang, Dik. Cepetan bangun." perintahnya sambil menunjuk jam dinding yang tergantung di atas meja belajar Shakira.

"Jangan marah-marah dong Kak, nanti cantiknya hilang. Kakak nggak tahu ya kalau hari ini tanggal merah?" ucap Shakira masih di atas kasur.

Qiandra diam, ia menoleh ke arah kalender duduk yang bertengger di atas meja belajar, lalu menoleh lagi pada Shakira.

"Bener kan tanggal merah?" bela Shakira.

"Ya tetep aja, tanggal merah atau nggak bangunnya jangan kesiangan. Itu tadi kamu sholat subuh nggak?"

"Salat kok."

"Terus tidur lagi?"

Shakira nyengir lebar. "Iya. Ngantuk banget, Kak."

"Makanya gak usah begadang. Kamu tadi malam nonton drama lagi kan? Kakak tahu."

Shakira diam, ia membenarkan dalam hati.

"Ya udah cepetan mandi terus sarapan. Besok gak boleh tidur setelah Subuh lagi," ucap Qiandra akhirnya. Kemudian ia keluar kamar membiarkan adiknya bersiap.

Diandra kembali lagi ke meja makan untuk melanjutkan sarapannya.

"Kenapa sih teriak-teriak?" Galih bertanya setelah menyeruput kopinya.

"Shakira, Yah. Jam segini belum bangun."

"Mungkin dia lagi mau males-malesan, tanggal merah juga kan."

"Qian lupa kalau tanggal merah. Tadi aku marah karena tidur lagi setelah salat subuh," jelas Qiandra.

Galih tersenyum. "Kalau dia salah diingatkan tapi jangan terlalu keras bagaimanapun dia masih kecil," pesan Galih.

"Iya, Yah." Qiandra mengangguk mengerti.

Membimbing anak seusia Shakira memang gampang-gampang susah. Di usianya yang menginjak 10 tahun tak jarang Shakira sering meniru perilaku yang ada di sekitarnya. Jadi sebisa mungkin Qiandra dan Ayahnya memberikan contoh yang baik dan menanamkan nilai-nilai agama sejak dini. Seperti menjelaskan tentang kewajiban salat dan menutup aurat bagi seorang muslim, batasan-batasan yang diperbolehkan, dan lain sebagainya. Syukurlah meskipun Shakira termasuk anak yang nakal, dia mau mendengarkan Ayahnya. Nakalnya masih dalam batas wajar seorang anak. Qiandra juga sering mengajak Shakira kajian jika sedang libur sekolah.

Setelah merapikan alat makan Qiandra segera menukar pakaian dengan abaya hitam dan jilbab merah muda. Lalu ia pamit pada ayahnya untuk pergi ke toko. Qiandra masih menggunakan sepeda motor setiap kali bepergian. Sekarang Qiandraiandra sudah memiliki toko untuk bisnis roti kering nya. Setelah mendapat gelar sarjana ekonomi tahun lalu, Qiandra fokus membesarkan jualan online-nya, yang dulu hanya mengandalkan online saja gi bisa menjangkau offline juga. Qiandra menyewa toko di depan komplek rumahnya yang berjarak kurang dari 5 km. Sengaja selain letaknya yang strategis Qiandra juga tidak bisa terlalu jauh dengan Ayah dan Adiknya. Sejak mempunyai toko dia telah melarang Ayahnya untuk bekerja lagi. Penghasilan yang sudah cukup untuk biaya hidup dan sekolah Shakira.

Diandra masuk tokonya yang sudah dibuka dan rapi meja kursinya. Di sini dia mempunyai 5 pegawai, 3 perempuan dan 2 laki-laki.

"Pagi, Mbak Qiandra," apa salah satu pegawai laki-laki yang bernama Febri.

Qiandra mengganggu. "Sudah sarapan?"

"Sudah Mbak," balas Febri.

Kemudian Qiandra segera bergabung dengan Feri dan Yanti yang sedang membuat adonan.

"Oiya pesanan kue kering untuk ibu kemarin udah siap, Mel?" tanya Qiandra memastikan.

"Sudah Mbak, sudah di-packing juga tinggal tunggu kurir jemput aja," jelas perempuan bernama Melati itu.

Kemudian Qiandra melanjutkan kegiatannya. Kali ini ia dan karyawannya membuat roti kering kacang.

Ditengah pengerjaannya datang seorang kurir yang membawa sebuket bunga atas nama toko Qiandra.

Qiandra menghela napas sambil menerima bunga itu ia berucap. "Makasih ya, Pak." Setelah itu ia berjalan masuk. Ia taruh buket itu di vas dekat meja kasir.

Sejak ia telah menempati toko ini sejak itulah ia mendapat kiriman buket bunga setiap minggunya. Awalnya Qiandra kira bunga itu dari Medina atau teman teman sekampusnya tapi ternyata bukan. Iya tanya pada pegawainya juga bukan. Tanya pada kurir malah tidak membuahkan hasil, katanya sang kurir harus merahasiakan nya. Qiandra semakin bingung siapa sebenarnya si pengirim. Tapi anehnya pengirim seolah tahu bunga kesukaan yaitu bunga matahari. Jadilah setiap minggu sebuket bunga matahari terpanjang di tokonya.

Kemudian datanglah seorang perempuan bercadar ke toko Qiandra. Diandra segera menghampiri perempuan itu.

"Assalamualaikum, Medina," sapa Qiandra lebih dulu.

Perempuan bercadar itu adalah Medina sahabatnya. Sekarang Medina sudah menjadi dosen di salah satu kampus negeri di kota ini. Setelah kelulusan SMA, Medina memutuskan untuk memakai cadar. Qiandra kagum sekaligus bangga dengan keputusan sahabatnya, ia akan terus mendukung niat baik itu.

"Waalaikumsalam, harusnya aku yang salam dulu," protes Medina. Qiandra tergelak.

"Ya nggak apa-apa lah, sama aja. Duduk dulu, Me," pinta Qiandra. Lalu ia pamit ke belakang.

Medina segera duduk dan membalas sapaan dari pegawai Qiandra yang sudah hapal dengannya. Lalu netra Medina tidak sengaja menangkap buket bunga yang bertengger indah di atas meja kasir.

"Kamu udah tahu siapa pengirim buka itu, Qi?" Medina bertanya setelah Qiandra kembali dengan membawa minuman dan kue.

Qiandra menggeleng. "Belum."

"Dari siapa ya kira-kira? Kok aku jadi penasaran."

"Sama, aku juga."

"Kalau menurut aku, kayanya bukan dari orang asing. Soalnya kalau orang asing nggak mungkin sampai keterusan," selidik Medina.

"Aku juga mikirnya gitu. Apa maksudnya coba kirim bunga?" Qiandra jadi bingung sendiri, ia takut dibalik pengiriman bunga itu ada niat buruk pada dirinya. Bukannya su'udzon , tapi perlu waspada.

"Kita berdoa aja, kebenaran nggak selamanya bersembunyi," saran Medina dan dibalas anggukan oleh Qiandra.

"Gimana, mau berangkat sekarang?" Diantara bertanya setelah Medika memakan kue yang dihidangkan. Ia dan Medina sudah membuat janji untuk pergi ke kajian yang berada di masjid Al-Falah dekat pesantren Al-Falah. Karena sejak Medina menjadi dosen mereka jadi kesulitan ke kajian bersama. Qiandra makhluk dengan kesibukan Medina. Oleh karena itu berhubung hari ini Medina tidak ada kelas dan kebetulan ada kajian juga, Qiandra memanfaatkan dengan baik.

"Boleh," balas Medina.

"Sebentar aku ambil tas dulu," izin Kiandra untuk mengambil tas dan berpamitan pada pegawainya. Setelah itu ia kembali lagi.

"Bareng aku aja, aku bawa mobil," ujar Medina. Qiandra mengangguk lalu keduanya memasuki mobil dan mobil mulai membelah jalanan.

Seindah Cinta Allah [ Part Lengkap- Sudah Terbit ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang