Sebagian orang Allah diciptakan hanya untuk bersama tapi tidak untuk bersatu
Seindah Cinta Allah
Medina sudah ada di rumah Qiandra, bahkan sejak sore perempuan itu sudah datang. Sepupu dan kerabat Qiandra dari pihak Ayah dan Ibunya juga absen. Sekarang mereka tengah sibuk mengurus konsumsi untuk para tamu yang akan datang. Iya, keluarga Ghifari yang akan datang sebentar lagi. Sedangkan Qiandra sekarang sibuk memilih baju ditemani Medina dan satu sepupu perempuannya.
"Pakai yang ini aja, ya?" Qiandra meminta saran sambil menunjukkan satu gamis brokat yang baru saja ia pilih.
"Oke," balas dua orang yang ada di kamar Qiandra bersamaan. Qiandra segera menukar bajunya.
"Pakai make up dikit, Qi, biar nggak kelihatan pucet," usul sepupu Qiandra.
"Usahakan yang natural ya, aku nggak mau tebel-tebel."
"Siap." Dengan gerakan lincah, tangan sepupunya mulai mengerjai wajah Qiandra. Qiandra beruntung dua orang itu tidak menuntut banyak apa yang harus ia kenakan. Karena sebenarnya Qiandra tidak suka kalau harus berdandan heboh. Ini hanya acara lamaran, ia ingin yang biasa-biasa saja.
Setelah selesai, Qiandra, Medina, dan sepupunya menyusul Galih beserta Kakek Neneknya menunggu keluarga Ghifari. Tidak ada yang berbeda, hanya semua kursi yang ada di ruang tamu dipindahkan ke samping rumah sementara. Semua tamu akan duduk lesehan nanti.
Tak lama tamu yang ditunggu-tunggu akhirnya tiba. Galih beserta orang tua segera berdiri menyambut. Qiandra meremas tangannya gelisah saat pandangannya tidak sengaja bertemu dengan Ghifari. Ghifari tersenyum tipis kemudian mengangguk. Meski menggunakan celana bahan hitam dan kemeja batik biru lengan panjang, tapi sangat pas diproposional tubuh laki-laki itu.
"Jaga pandangan ukhti," peringat Medina berbisik mengetahui sikap malu-malu Qiandra.
"Ish Medina!" pekik Qiandra yang membuat sahabatnya tertawa.
Sekitar tujuh orang dari keluarga Ghifari, semuanya sudah duduk melingkar diatas karpet yang digelar. Qiandra sendiri duduk disamping kanan Ayahnya bersebelahan dengan Medina. Tepat didepan sana, Ghifari duduk diapit Argi dan orang tuanya. Setelah berbincang-bincang antar orang tua, tiba saatnya Qiandra memberi jawaban atas lamaran Ghifari waktu lalu.
Mendadak tubuhnya menjadi panas dingin, jantungnya juga mulai menunjukkan reaksi yang tidak biasa. Qiandra terus berdzikir untuk menetralkan gedoran di hatinya. Berkali-kali ia mengambil napas untuk menghilangkan kegugupan karena terus digoda para saudaranya. Qiandra ingin menangis saat ini, rasanya malu sekali.
Qiandra menoleh saat mendapati sentuhan di punggung tangan kirinya. Galih tersenyum menenangkan seolah tahu perasaan Qiandra.
"Jadi bagaimana, Nak? Apakah kamu menerima Ghifari?"Qiandra memejamkan mata sejenak. Ya Allah inikah jawaban atas doaku? Inikah jawaban dari salat istikharah ku? Jika memang benar, ridhai keputusan dan pilihan ini. Kuatkan hati hamba untuk ikhlas menerima apa yang sudah Engkau gariskan, termasuk perasaan pada laki-laki yang masih ada di hatinya. Hilangkan segera ya Rabb. Ya Allah Engkau Maha Mengetahui apa yang tidak aku ketahui. Bismillahirrahmanirrahim.
"Saya menerima lamaran Ghifari, saya bersedia menjadi calon istri dan menjadikan Ghifari imam saya untuk berjalan ke Jannah-Nya."
"Alhamdulillah..." Semua orang langsung mengucap syukur.
"Terima kasih Qiandra, insya Allah aku akan menjadi imam yang baik bagi kamu dan keluarga kita. Kita berjalan bersama-sama ke Syurganya Allah," balas Ghifari dengan senyum merekah.
Qiandra mengangguk sambil menyembunyikan wajahnya. Kemudian keluarga Qiandra mulai menjamu tamu sambil mendiskusikan tanggal pernikahan. Qiandra masih tidak percaya dengan keputusannya. Sebentar lagi ia akan menikah.
Sementara semua orang sibuk berbincang di ruang tamu, Qiandra pamit untuk pergi ke teras karena ingin mengobrol dengan Ghifari. Ia memandangi cincin putih bermata empat yang sesaat disematkan oleh ibunya Ghifari di jari manisnya. Matanya berkaca-kaca, antara bahagia dan entah apa namanya memenuhi hatinya.
Hari ini ia resmi menjadi tunangan Ghifari yang sebentar lagi akan menjadi suaminya. Tidak menyangka Qiandra, kalau Ghifari orangnya yang akan menjadi suaminya.
"Qi, boleh ngobrol sebentar?" Qiandra kira yang datang adalah Ghifari, ternyata Argi.
"Iya, boleh," balasnya pada Argi. Kemudian laki-laki itu duduk disebelahnya dengan jarak.
"Selamat ya atas lamarannya," ucap Argi.
"Makasih," balas Qiandra. Ia agak merasa aneh dengan sikap Argi. "Mau ngobrol apa, Gi?"
"Aku tahu ini terlambat atau bahkan akan menyakiti kamu. Tapi aku akan lebih sakit kalau aku belum bisa mengatakannya sementara kalian sudah akan menikah." Argi menjeda. Dari tatapan laki-laki itu, Qiandra merasakan hatinya yang mulai tidak enak.
"Aku mencintaimu, Qiandra. Aku suka sama kamu."
Napas Qiandra seolah berhenti. Terjawab sudah apa yang membuat hatinya merasa tidak enak.
"Aku tahu kamu juga mencintai aku. Ghifari udah cerita semuanya. Aku pun juga sama, aku suka sama kamu... meskipun terlambat," jelas Argi dengan menunduk. Rasanya sangat malu saat ia mengungkapkan perasaannya.
Allahu Akbar, apa ini? Qiandra tidak salah dengar kan? Itu tadi Argi mengatakan menyukainya? Kenapa baru sekarang? Kenapa baru sekarang saat ia sudah yakin dengan pilihannya?
Air mata Qiandra lirih begitu saja, dadanya begitu sesak. Meski begitu ia sedikit merasa lega karena perasaannya pada Argi akhirnya terbalas. Ternyata perasaan Qiandra tidak berjalan sendiri, akhirnya apa yang ia harapkan berjalan sesuai keinginan... meski terlambat.
Qiandra menghapus air matanya sebentar. "Makasih Argi kamu udah mau jujur sama perasaan kamu, makasih kamu udah tahu juga sama perasaan aku. Tapi maaf, meskipun aku ingin, aku nggak bisa balas perasaan kamu." Menguatkan hati, Qiandra tetap mengatakannya. Hatinya sudah yakin akan Ghifari, ia juga sudah menerima laki-laki itu.
"Kenapa nggak bisa balas perasaan Argi, Qi? Kalian saling mencinta kan? Harusnya mudah buat kalian bersatu."
Qiandra terkejut saat Ghifari muncul dibelakang. Ia segera menghapus air matanya kasar.
"Ghifari?" Qiandra terbata.
"Aku tahu kalau kamu masih mencintai Argi, aku tahu kalau perasaan kamu masih ada buat Argi. Aku juga udah cerita sama Argi, dan Argi juga mempunyai perasaan yang sama sama kamu. Jadi imbang," jelas Ghifari sembari menarik paksa senyumnya.
"Maksud kamu apa ngomong sama Argi?" tanya Qiandra.
"Kalian saling mencintai, jadi nggak seharusnya aku ada diantara kalian." Ghifari mengangkat bahu.
Qiandra kehabisan kata-kata. Seharusnya ia senang karena akhirnya perasaannya juga dibalas oleh Argi, tapi kini Qiandra malah semakin terasa sesak. Terlebih saat melihat Ghifari.
"Nggak semua perasaan seseorang itu harus dibalas, meskipun nanti terbalas, juga nggak harus buat bersatu." Qiandra menambahi.
"Kalian saling mencintai, Qi. Sekarang pilihan ada di tangan kamu. Kamu berhak buat batalin lamaran ini dan melanjutkannya dengan orang yang kamu cintai. Dan itu bukan aku orangnya. Bukan aku orangnya yang berada diposisi ini." Meski berat, Ghifari tetap harus mengatakannya. Ia tidak mau menjadi penghalang antara Qiandra dan Argi. Qiandra mencintai Argi, pun sebaliknya. Harusnya sedari awal ia sadar kalau Qiandra mencintai Argi. Ia tidak siap jika nanti sudah memberikan seluruh cintanya pada Qiandra, tapi perempuan itu malah mencintai orang lain. Hatinya tidak sekuat itu. Jika memang ini sudah seharusnya terjadi pada hidupnya, insya Allah ia ikhlas.
Qiandra menggeleng keras bersamaan air matanya yang mengalir deras. "Tolong Ri, jangan buat aku kesulitan sama pilihan yang kamu kasih. Aku udah yakin sama kamu."
Ghifari tidak sanggup untuk sekedar menatap bayangan perempuan itu. Ia menggeleng lemah.
14 Oktober 2021
KAMU SEDANG MEMBACA
Seindah Cinta Allah [ Part Lengkap- Sudah Terbit ]
Romance📌Part acak mulai Bab 1-11🙏 Menyukai orang yang tidak menyukai kita balik adalah hal yang menyakitkan, bukan? Ibarat cinta tapi sendiri. Itulah yang dialami Qiandra, tokoh utama dalam cerita ini. Akibat adegan pertemuan klise, Qiandra rela melakuka...