Bab 30

56 3 0
                                    

Imam Ibnu Arabi pernah berkata, "siapa pencuri terkejam?"

Beliau menjawab, yang kejam itu matanya wanita, jika ia melihatmu dengan tatapan matanya, engkau akan kehilangan segalanya dan kamu hanya tersenyum saja.

Kegiatan berjalan sesuai keinginan, pengobatan gratis yang dimulai dari masyarakat yang tinggal di tepi rel kereta api disambut baik dan semangat oleh mereka. Antusias mereka adalah mengikuti kegiatan ini patut diacungi jempol, saking antusiasnya mereka sampai rela berdesak-desakan demi mendapat pemeriksaan kesehatan.

"Mohon untuk tidak berdesak-desakan, semua akan mendapat giliran!" tutur Ghifari menengahi.

Yusuf dan Argi turun tangan membantu sekitar tiga puluh warga untuk berbaris dengan tertib. Pemeriksaan dibagi menjadi empat kelompok, Yusuf dibantu Argi, Rafa dan Fajar, Yumna dibantu Medina,  terakhir Ghifari dibantu Qiandra.

Sementara Ghifari tengah memeriksa warga, Qiandra duduk di sebelahnya ikut mengamati. Kali ini ada seorang kakek-kakek sekitar usia tujuh puluh tahunan duduk di depan Ghifari. fisiknya yang Ricky dengan celana selutut dan kaos panjang yang sudah memudar warnanya tidak mengendurkan senyum sejak tadi.

"Bisa diceritakan keluhannya, Kek?" pinta Ghifari dengan lembut. Kakek itu menguburkan kedua lengan yang ke depan lalu menarik lengan kaos hingga memperlihatkan ruam kemerahan di seluruh permukaan lengan.

"Saya sering gatal-gatal, Dok," ucap Kakek itu.

Qiandra meringis melihat itu, ruam merah di seluruh lengan sampai timbul bintik-bintik yang sangat banyak dan sedikit bersisik. Qiandra tidak bisa membayangkan bagaimana gatalnya.

"Saya periksa dulu ya, Kek?" izin Ghifari lalu mulai memeriksa si Kakek. Qiandra terus memperhatikan laki-laki di sampingnya dengan seksama, sesekali membantu mengambilkan alat medis yang diperlukan. Ghifari memeriksanya dengan teliti dan sabar, bahkan tidak lagu menyentuh lengan Kakek itu.

"Ini namanya Dermatitis atau Eksim, peradangan kulit yang menyebabkan gatal-gatal yang Kakek rasakan. Penyebabnya bisa dari deterjen, cairan pemutih, pestisida, atau bahkan minyak mesin ,dan bahan pengawet," jelas Ghifari. Sang Kakek mengangguk.

"Apa ini bisa sembuh, Dok?" tanya Kakek itu.

"Insya Allah bisa Kek, dengan Kakek yang menjaga kebersihan dan pola makan."

"Alhamdulillah. Katanya itu benar-benar mengganggu saya, apalagi waktu kerja," jelas Kakek itu.

"Kalau boleh tahu, Kakek kerjanya apa?" Kini giliran Qiandra yang bertanya. Seusia Kakek ini masih bekerja?

"Saya mulung," balas Kakek itu.

Qiandra sedikit terkejut, berbeda dengan Ghifari yang tampak tenang. Pantas saja bisa sampai terkena penyakit kulit seperti itu. Ada banyak pertanyaan yang masih bersarang di kepala Qiandra, seperti di mana anak Kakek? Kenapa anak akan membiarkan kakek memulung? Apa sudah pernah ke dokter sebelumnya? Dan banyak lagi. Tapi itu semua Qiandra tahan.

Tak lama kemudian Ghifari menyerahkan beberapa obat dan salep pada Kakek.

"Kek ini obatnya, diminum dua kali sehari setelah makan. Kakek tidak punya penyakit lain, hanya gatal itu saja jadi saya kasih vitamin. Untuk salepnya dioleskan ke ruang yang gatal ya, Kek," tutur Ghifari. Ia memberikan krim Hidrokortison untuk meredakan gejala peradangan yang muncul hampir di setiap jenis Dermatitis.

"Kakek, selain di lengan, apa gatalnya ada dibagian tubuh yang lain?" Ghifari memastikan.

Kakek itu menggeleng. "Tidak ada."

Setelahnya pemeriksaan selesai yang telah membelikan sekotak kue sebelum Kakek itu pergi. Begitupun dengan warga-warga yang lain. Pemeriksaan terus berlanjut hingga sampai warga paling akhir. Qiandra mendongak saat langit sudah mulai menggelap.

"Udah mau Maghrib," ujarnya sendiri.

Gimana yang melihat itu ikut mendongak kearah langit lalu melirik jam tangannya sebentar.

"Kita cari masjid terdekat buat salat magrib sama istirahat!" ucap Ghifari pada teman-teman yang lain dan langsung disetujui oleh mereka. Sementara ia melanjutkan kegiatannya yang tertunda.

"Kenapa, Qi?" tanya Ghifari saat melihat perempuan di sebelahnya hanya diam dan memperhatikannya.

Qiandra menggeleng. "Aku cuma mikir, kasian lihat kondisi warga tadi."

Ghifari yang paham maksudnya Andra tidak langsung menjawab ia menutup resleting ranselnya sebentar. "Semua itu bisa terjadi karena faktor ekonomi, lingkungan, dan pola hidup," balas Ghifari, ia mengikuti arah pandang Qiandra yang menatap langit.

"Untung kamu dan teman-teman punya kegiatan positif ini," ujar Qiandra.

"Alhamdulillah. Kalau bukan Allah yang menggerakkan, nggak mungkin bisa kaya gini."

Qiandra mengangguk menyetujui.

"Kalau lihat langit gini, aku jadi ingat waktu kita di rooftop sekolah dulu. Kita sama-sama memandang langit, bedanya dulu langitnya masih terang sekarang udah gelap," ujar Ghifari diakhiri gelak tawa.

Qiandra seketika menunduk, ia juga ingat waktu itu.

"Iya, aku juga ingat. Inget banget waktu kamu nyuruh aku nangis." Qiandra terkekeh sebentar, lalu melanjutkan. "Kamu juga yang nyeritain aku kisah Rasulullah. Kamu tahu, Ri? Setelah dengar cerita itu, aku beranikan diri buat minta maaf ke Ayah. Mungkin lewat kamu Allah ingin aku untuk lebih dekat. Makasih ya, Ri," tutur Qiandra, ia menoleh pada laki-laki yang kini juga menatapnya.

Namun hanya sebentar karena Ghifari segera memutuskan kontak mata itu. Qiandra seketika menunduk dengan salah tingkah, ia beristighfar dalam hati.

Ghifari berusaha menetralkan detak jantungnya sambil beristighfar banyak-banyak. Ia tidak menyangka kalau apa yang pernah ia ucapkan dulu bisa memberi dampak yang tidak baik pada hatinya saat ini. Terlebih saat ia dengan berani membalas tatapan lembut perempuan di sampingnya itu. Ini... tidak bisa dibiarkan!

11 Oktober 2021

Seindah Cinta Allah [ Part Lengkap- Sudah Terbit ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang