Daging

2.3K 344 20
                                    

Malam semakin larut, monyet-monyet yang bergelantungan bergerak kembali ke sarang mereka. Suara-suara hewan pemangsa semakin nyaring membelah sunyi malam.

Bulan sabit tergantung di langit, bintang-bintang mengelilinginya dengan cahaya yang berkedip. Xiao Zhan duduk di depan pondok, menatap itu semua.

Yibo telah mendengkur semenit yang lalu, di atas tempat tidur kayu. Terlihat seperti bayi kekar yang lucu. Saat mulut mungil itu mengeluarkan sura 'rrrrgghhhh' membuat Zhan ingin tertawa.

Xiao Zhan berada di tempat yang tepat dan waktu yang tepat. Setidaknya itu menurut ramalan bibi Candeni. Tapi bagi Xiao Zhan yang tidak tahu apa-apa. Ia merasa hidupnya sungguh sial.

Ini pertama kali ia ikut mendaki, dan tersesat di dalam hutan bersama sekawanan monyet. Tanpa barang-barang yang bisa membantunya untuk memberitahu teman yang lain di mana posisinya.

Ia yakin, Haoxuan dan Luccas pasti mencarinya seperti orang kebingungan. Terutama Haoxuan yang hidupnya selalu bergantung pada Zhan. Ia juga teringat kedua orang tuanya yang pasti akan cemas setengah mati, jika mendengar kabar Zhan menghilang. Belum lagi mertua dan tunangannya. Mereka juga akan merasakan hal yang sama.

Xiao Zhan mendengar langkah kaki yang cukup besar mendekatinya. Ia sudah hapal itu siapa. Kera besar, yang sudah seperti ibu bagi Yibo. Membawa selimut yang ia sulam dari kulit macan tutul.

"Cuacanya sangat dingin malam ini. Dewa bulan sedang menjalani hukumannya." Xiao Zhan memanggil kera besar itu dengan sebutan king kong karena bentuk wajahnya mirip dengan raksasa tersebut.

"Terima kasih."

Xiao Zhan mengambil selimut dari tangan king kong. Memberinya senyuman hangat setelahnya.

Ia berbaring di sebelah Yibo yang tidur dengan nyenyak tanpa selimut. Padahal udara di sekitar mereka terasa begitu dingin bagi Zhan. Ia menggunakan satu selimut itu, untuk menutupi mereka berdua.

Xiao Zhan memeluk Yibo dari belakang, sebuah perlakuan hangat seperti layaknya saudara. Ya, pada mulanya mungkin terlihat begitu. Tapi kita tidak tahu, selanjutnya akan seperti apa.

Apakah Yibo si manusia hutan ini bisa membedakan sikap hangat seseorang, sebagai rasa persaudaraan?

.
.

Entah bagaimana caranya, Jaehyun yang semalam berniat menemui Bibi Candeni, berakhir di sebuah dipan kayu yang kasurnya tipis dan sempit. Bersama seorang pria bermata sipit, kulit bening dan bibir mungil yang minta digigit.

Tangan kurus pemuda yang belum Jaehyun ketahui namanya. Memeluk perut Jaehyun yang berbentuk kotak-kotak di depan.

Jaehyun menggeliat tak nyaman, mencoba menyingkirkan lengan putih yang dihiasi hena berbentuk kepala ular kobra. Persis seperti yang Jaehyun lihat di dahi Bibi Candeni.

.
.

Yibo berbalik, mendapati Zhan yang sedang memeluknya dengan mata terpejam. Bibir Xiao Zhan sedikit terbuka, dengkurannya halus seirama tarikan napasnya.

Yibo tersenyum pada dada Zhan yang naik turun, juga suara dari hidungnya yang terdengar lucu di telinga Yibo. Matanya kemudian berpindah pada tangan Xiao Zhan yang berada di punggungnya. Dengan cepat, Yibo si manusia hutan menyerap apa yang ia lihat lalu menduplikasikannya.

Ia membawa lengannya melewati perut Zhan, dan berdiam diri di pinggang ramping pria yang sedang tertidur itu. Yibo melanjutkan kembali mimpinya yang sempat terputus tadi.

Mimpi yang sering muncul dalam tidurnya. Tentang sebuah tempat yang tidak dihuni kawan-kawan monyetnya. Tempat yang sangat bising, panas dan penuh asap. Benda tinggi yang sangat tinggi seperti tinggi bukit bahkan melebihinya. Tanpa pohon-pohon besar yang menjadi tempatnya bermain dan tidak ada sungai tempat ia mandi.

TarZhan(xXx) EndTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang