Part 2

1.4K 294 21
                                    

"Memangnya dulu saya gimana?"

Keberadaan Aldrick disana lengkap dengan pertanyaan yang ia lantunkan seketika membuat Liliana terperanjat kaget. Lebih mengejutkan lagi karena Aldrick lah orangnya-sosok yang tengah dirinya dan Chika bicarakan sejak tadi. Sungguh, ia tidak tahu jika ada orang lain yang berjalan di belakang mereka. Ia bahkan tidak mendengar suara langkah kaki mendekat. Tapi bagaimana jika Aldrick sudah mendengar semua yang mereka bicarakan?

"Kok bengong? Coba saya pengen denger, tadi kamu pengen ngomong apa tentang masa lalu saya? Sepertinya kamu banyak tahu tentang saya." Aldrick melangkah ke hadapan mereka, kedua lengannya terselip kesaku celana dengan tatapan datar yang tidak terselami.

Cubitan Chika di pinggulnya, membuat Liliana terkesiap.

"Gimana ini Ly?"

Liliana menunduk sambil memejam kalut. Ya Tuhan, aku harus menjawab apa?

Aldrick melirik sepasang jemari Liliana yang saling meremas. Lalu tertarik untuk membaca ID card yang menggantung di leher gadis itu.

"Oke, kamu punya hutang jawaban sama saya." Aldrick tersenyum tipis. Mengecek arlojinya sejenak, ia seketika teringat dengan urusannya berada di lantai itu. "Sampai jumpa di pertemuan lain," lanjutnya sebelum meninggalkan Liliana dan Chika begitu saja.

Liliana hanya bisa terpekur menyaksikan punggung Aldrick yang mulai menghilang di ujung lorong.

"Omegat Ly, mampus kita Ly. Dia pasti udah denger semua pembicaraan kita tadi. Lo sih Ly!" Chika menggeplak keras lengan Liliana.

"Ko aku yang disalahin, kan kamu yang mulai duluan ngomongin dia." Liliana melangkah dengan perasaan kesal.

"Oh iya juga sih. Terus sekarang gimana dong kita? Gue takut nanti kita di pecat Ly. Omegat, cicilan motor gue belum lunas." Chika berceloteh panik di belakang punggung Liliana.

Tiba di kubikelnya, Liliana menghembuskan nafasnya keras seraya menjatuhkan bokongnya di kursi. Perasaannya di lingkupi kegusaran. Dia khawatir Aldrick akan memecatnya lantaran tersinggung pada obrolan lancang mereka tentangnya.

***

Setelah kembali begadang memikirkan pertemuan pertamanya dengan Aldrick yang tidak berjalan mulus, paginya Liliana kembali bangun kesiangan. Tapi karena tidak ingin terlambat lagi seperti kemarin, Liliana menerima tawaran Vicko untuk menumpang mobilnya. Perlu di ketahui, Vicko adalah putra dari pemilik kost-kostan yang Liliana tempati dua tahun ini. Dan berkat Vicko jugalah dirinya mengetahui adanya lowongan pekerjaan di perusahaan itu.

Sayangnya, saat sudah setengah jalan menuju kantor, Liliana mendadak teringat dengan dokumen yang harus ia serahkan kepada kepala divisinya pagi ini. Dokumen itu belum ia rampungkan selama jam kerja berlangsung sehingga dengan terpaksa ia membawanya pulang untuk kembali ia kerjakan.

Jadi, karena tak ingin merepotkan Vicko dan tak mau membuatnya berada dalam masalah, Liliana minta di turunkan di pinggir jalan. Ia lalu naik ojek untuk pulang ke rumah.

Namun ketika dalam perjalanan kembali menuju kantor, di tengah jalan Liliana melihat sebuah kecelakaan yang di alami oleh seorang pejalan kaki. Sebuah sepeda motor yang nekad melintasi trotoar lantaran jalanan di sekitar yang padat merayap tanpa sengaja menabrak seorang pria tua. Sama seperti Liliana, tampaknya pemuda itu juga sedang mengejar waktu. Bedanya Liliana yang masih punya hati tentu tidak bisa membiarkan pria tua itu terluka di pinggir jalan sendirian tanpa ada satupun orang yang sudi menolongnya. Ketika si pengguna sepeda motor itu hendak melewatinya, Liliana segera menarik jaketnya. Tindakannya itu seketika menggagalkan usaha pemuda itu untuk melarikan diri.

Pemuda itupun terjatuh dari sepeda motornya yang kemudian langsung di hakimi oleh para pengguna trotoar yang ikut kesal melihat kejadian tersebut.

Di saat yang lain sibuk dengan si pemuda, Liliana justru tergerak untuk menolong pria tua yang kini masih tergeletak di pinggir jalan dengan luka lecet yang terdapat di beberapa bagian tubuhnya. Setelah membayar ongkos ojek, Liliana buru-buru menolong pria tua itu. Dibantu oleh beberapa pejalan kaki yang juga berempati kepada si kakek, Liliana membawa kakek itu ke klinik terdekat yang ada di seberang tempat kejadian.

Belahan JiwaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang