Part 11

1K 215 6
                                    

Malam harinya, Aldrick tidak juga keluar dari kamarnya. Hal itu membuat Liliana semakin tidak tenang. Setelah melakukan ritual mandinya dengan terburu-buru dan memakai pakaiannya yang tadi pagi--mengingat dirinya tidak membawa baju ganti. Ia terperanjat ketika mendengar suara ketukan di pintu masuk Villa, mengurungkan niatnya untuk pergi menemui Aldrick di kamarnya.

Sesaat kemudian, Liliana terkejut saat mendapati seseorang yang mengaku sebagai kurir mengulurkan dua plastik besar makanan dan pakaian kepadanya, pasalnya ia tidak pernah merasa memesan barang-barang itu.

"Itu aku yang memesannya."

Suara bernada datar di balik punggungnya, membuat Liliana berbalik hanya untuk menemukan Aldrick yang sudah jauh lebih segar dari sebelum ia meninggalkannya beberapa jam yang lalu. Pria itu juga sudah mengganti pakaiannya, dan juga wangi. Sepertinya ia sudah mandi dari aroma shampo dan sabun yang tercium oleh Liliana.

"Anda ... Anda sudah tidak apa-apa Pak?" Usai menutup pintu, Liliana mendekat dengan wajah senangnya, tanpa sadar ia bahkan memegang lengan pria itu.

Sentuhan itu membuat Aldrick membeku, tatapannya jatuh pada lengannya yang masih di sentuh lembut oleh Liliana. Biasanya Aldrick akan marah jika di sentuh oleh sembarangan orang. Bahkan kepada Sarah sekalipun, jika bukan di tempat umum, Aldrick akan mencari seribu alasan agar wanita itu tidak selalu menyentuhnya. Tapi anehnya hatinya justru menghangat oleh sentuhan Liliana.

Liliana yang menyadari arah tatapan Aldrick sontak melepaskan genggamannya.

"Maaf Pak, saya ... saya nggak sengaja. Saya hanya terlalu senang melihat Anda sudah baik-baik saja." Liliana menarik diri, memberi jarak antara dirinya dan Aldrick.

"Terimakasih atas kepedulian kamu." Aldrick diam sejenak, terlihat ragu-ragu untuk melanjutkan perkataannya. "Ly, apakah ... apakah kamu yakin kita tidak pernah saling mengenal sebelumnya?"

Pertanyaan itu mengalun kembali, yang kembali menyentak Liliana. Ia terbungkam lama, terlalu sulit untuk mencangkul pita suara disaat pertanyaan itu membuatnya dilema.

"Ke-kenapa Anda menanyakan hal itu lagi? Bukankah ... saya sudah pernah menjawabnya waktu itu?" Liliana berkilah, berusaha menutupi kegugupannya.

Aldrick tersenyum pahit. "Entahlah, aku hanya merasa kamu tidak asing bagiku," ungkapnya dengan menatap lekat Liliana.

Sesaat Liliana terhanyut oleh suasana intens yang tercipta diantara mereka, tapi kemudian ia terkekeh dengan wajah yang di palingkan demi meredakan ketegangan. "Itu pasti karena wajah saya yang pasaran. Memang sih banyak yang bilang wajah saya ini mirip kayak Lisa Blackpink, apa mungkin Bapak juga berpikir seperti itu?"

Aldrick tertegun lama ketika menyadari tidak ada gunanya terus berpegang teguh pada keyakinan tanpa di dasari ingatan. Akhirnya tanpa menanggapi ucapan Liliana, Aldrick pun beranjak dari sana.

"Loh kok pergi Pak, gengsi ya ngakuin saya mirip kayak Lisa Blackpink?"

Bukannya menjawab, Aldrick malah mengacungkan ibu jarinya lalu membaliknya di detik berikutnya.

Liliana terpingkal-pingkal di balik punggung pria itu, lalu ketika Aldrick sudah benar-benar menghilang dari pandangan, Liliana langsung menghela nafas dengan lega.

"Untung aja...." gumamnya sambil mengusap-usap dadanya yang masih bertaluan kencang.

***

"Jadi lo masih di Bali sekarang?"

Liliana seketika menjauhkan ponsel dari hadapannya. Suara cempreng Chika yang menusuk gendang telinga membuat pendengarannya mendengung pagi-pagi begini.

Belahan JiwaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang