Part 12

1K 227 9
                                    

"Petugas toko yang memilihkannya, aku tidak ada waktu untuk mengurusi hal-hal seperti itu. Ayo masuk." Aldrick membukakan pintu penumpang dari dalam.

Kendati merasa kesal akan jawaban Aldrick, tapi Liliana tidak punya pilihan selain mengikuti pria itu.

"Oiya, perlu aku tekankan sekali lagi. Tolong jangan memanggilku Bapak di hadapan teman-temanku nanti, mengerti?" Aldrick membuka percakapan begitu mereka tiba di tempat tujuan.

"Uhm, bagaimana kalau saya panggil Anda saja. Kan yang penting yang nyebut Anda ... bapak." Liliana menyengir.

"Itu sama saja Lily!" Aldrick menggeram kesal.

Liliana terkesiap saat mendapati wajah datar itu kini menampakkan ekspresi lain, ada kesal yang tidak biasa.

"Pokoknya berhenti berbicara formal padaku. Dan jika kamu masih menyebutku bapak atau Anda, aku pastikan kamu akan aku tinggalkan disini, paham?" tekan Aldrick.

Liliana hanya bisa mengangguk tanpa berusaha membantah. Demi Tuhan, dia tidak mau di tinggal sendirian di kota itu sendirian dengan uang yang hanya tersisa selembar. Lalu bagaimana ia bisa membayar ongkos pulangnya sendiri?

Rasa takut di tinggalkan membuat Liliana mau tak mau harus selalu mengikuti setiap langkah Aldrick. Ketika pria itu memasuki ballroom, tempat pesta mewah berlangsung, Liliana berusaha menyeimbangi langkahnya. Kedatangan mereka sontak menyita perhatian para tamu undangan lainnya. Mereka yang mengenal Aldrick, menyapa pria itu dengan ramah. Sedang Liliana hanya melempar senyum sekenanya ketika Aldrick memperkenalkannya dalam bahasa asing yang tidak ia mengerti kepada mereka yang menanyakannya.

Usai beramah tamah, Aldrick lalu mengajak Liliana untuk menyalami kedua mempelai yang menyambut hangat kedatangan keduanya.

Pengantin pria sepertinya turunan Jepang, sedang pengantin wanitanya asli Indonesia. Lagi-lagi Liliana tidak mengerti dengan apa yang sedang mereka bicarakan. Sepertinya mulai sekarang ia harus belajar banyak bahasa asing, minimal bahasa Inggris harus ia kuasai mengingat kini ia adalah seorang sekertaris. Jadi bukan tidak mungkin jika kelak ia akan sering berkomunikasi dengan orang dari negara lain.

"Hei, siapa gadis ini?" tanya si pengantin wanita. "Apa dia pacar kamu, Al?"

Menjadi objek tatapan sepasang mempelai membuat Liliana menjadi salah tingkah. "Oh bukan kok, aku ... aku sekertarisnya." Detik berikutnya Liliana menoleh kearah Aldrick yang wajahnya sudah terlihat begitu kesal.

'Oh my God, apa berkata jujur juga termasuk yang di larang oleh pria itu?' Liliana segera menunduk, wajah Aldrick terlalu menakutkan untuk di tatap lama-lama.

"Benarkah?" Si pengantin wanita menatap Aldrick dan Liliana bergantian, menanti jawaban.

"Begitulah." Aldrick memaksakan senyumnya.

"Wah, sayang sekali padahal kalian terlihat cocok."

"Siapa tahu kalian adalah jodoh." Tiba-tiba si pengantin pria menimpali dengan bahasa indonesia, seraya menepuk keras bahu Aldrick.

"I hope so," timpal si wanita.

Aldrick mengangguk seraya terus menatap Liliana yang masih menunduk di sebelahnya.

***

"Jadi gadis itu sekertaris kamu ya, Al? Kenapa sih kamu nggak ngajakin salah satu dari kita aja untuk di ajak kondangan?"

Pertanyaan itu terus mengalir dari bibir teman-teman wanitanya yang Aldrick temui di pesta. Entah bagaimana caranya kabar itu cepat menyebar, padahal maksud mengajak Liliana ke pesta itu adalah untuk melindunginya dari hal-hal seperti ini. Tapi semuanya berantakan gara-gara mulut Liliana yang tidak bisa di ajak kompromi.

Belahan JiwaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang