Air mata kembali menggenangi netra Liliana, hatinya begitu senang mendengar pengakuan Aldrick. Apa tidak apa-apa jika ia mengaku saja? Tapi bagaimana jika kejujurannya malah akan membahayakan Aldrick seperti yang Fellicia katakan waktu itu?
Tidak, Liliana tidak mau sesuatu yang buruk menimpa Aldrick karena dirinya.
Liliana menoleh ke lengan Aldrick yang terluka. "Pak, lengan Anda terluka. Aku belikan obat dulu ya," ucapnya yang berusaha mengalihkan pembicaraan. Ia sudah akan menghela langkah, tapi langsung di tahan oleh Aldrick.
"Ly, tolong jawab pertanyaanku." Pria itu memohon.
Tatapan Aldrick yang penuh kesedihan seketika membuat Liliana tersekat oleh rasa bersalah yang menyerbu hatinya. Tapi disaat kegalauan itu melanda hatinya, seseorang muncul ke tempat mereka.
"Maaf Pak, Anda di tunggu oleh Nyonya Fellicia di villa," ucap seorang pria bertubuh besar, terdapat pin Bramanta pada jas hitam yang di pakainya.
Aldrick terkesiap saat mendapati anak buah dari papanya ada disana. "Mama ada disini?" tanyanya sambil mengernyit, tidak paham.
"Benar Tuan, dan beliau meminta Anda untuk menemuinya sekarang." Pria bersetelan jas hitam itu menimpali.
Aldrick menoleh kepada Liliana, lalu begitu gadis itu mengangguk, ia pun beranjak. Tetapi setelah dua langkah di hela, Aldrick menoleh lalu mengulurkan tangannya pada Liliana.
"Ayo, pegang tanganku." Ia tersenyum lembut pada Liliana yang hanya bisa membeku menatap tangan pria itu yang terulur padanya.
"Jangan takut. Ayo, pegang tangan Kakak."
Sekali lagi, ingatan masa lalu itu kembali di tarik keluar, hingga memberi tikaman menyakitkan di hati Liliana. Tapi entah dorongan dari mana, sederik kemudian Liliana menyambut uluran tangan itu.
Sejenak, mereka saling menatap sebelum menghela langkah bersama-sama.
***
Turun dari mobil, Liliana melihat helipad yang ada di halaman belakang villa itu sudah terisi dua buah helycopter. Masing-masing diantaranya bertuliskan Bramantha. Oh, apakah seluruh mantan keluarganya kini ada disini?
Rasanya Liliana sudah tidak sabar ingin melihat bagaimana rupa ayah dan juga adik-adik Aldrick yang sekarang. Tidak apa-apa tidak di kenali, karena dengan melihat mereka saja Liliana sudah cukup bahagia. Dulu sebelum ia di bawa pergi oleh orang tua kandungnya, Fellicia memiliki putra kembar berusia dua tahun bernama Andra dan Chandra. Mereka sudah sebesar apa sekarang? Terakhir kali melihat keduanya, mereka masih memakai popok celana. Liliana tersenyum saat mengingat dulu ia pernah membantu Fellicia menggantikan popok mereka.
Tapi rupanya Liliana salah, mendapati hanya ada Fellicia di Villa itu yang kini tengah melihat kedatangan mereka dengan murka. Tatapan Fellicia kemudian jatuh pada genggaman tangan mereka, yang entah sejak kapan sudah kembali terjalin.
Dengan cepat Liliana menarik tangannya dari genggaman Aldrick. Lalu menjaga jaraknya dengan pria itu.
Aldrick menoleh dan menatap Liliana tertegun. Ia sudah ingin mengatakan sesuatu ketika Fellicia mendekat.
"Kamu sudah pulang, Nak?" tanya wanita paruh baya itu sambil menangkup wajah putranya, meminta perhatiannya.
"Mapa ada apa kesini?" tanya Aldrick to the point.
Fellicia tersenyum lembut lalu merangkul Aldrick untuk menghelanya masuk. "Tentu aja untuk jemput anak mama, abis kamu betah banget disini." Ia melirik ke tempat Liliana yang bergeming.
"Aku kan lagi kerja, Ma," sahut Aldrick.
"Sudah tunda dulu aja kerjaannya. Sekarang ayok kita pulang, tiga hari lagi orang tua Sarah akan pulang dari German dan mereka mengatakan ingin bertemu denganmu."
KAMU SEDANG MEMBACA
Belahan Jiwa
Romance"Lily ... masih mau jadi adik Kak Al." "Kamu memang adikku kan? Dan selamanya akan selalu begitu. Percaya sama kakak, kakak tidak akan membiarkan mereka membawamu lagi." Kenyataan tragis perihal status sebenarnya membuat kedua insan kecil itu harus...