Part 3

1.4K 279 27
                                    

Chika terkekeh sambil duduk bersila memangku guling. "Itu juga termasuk, tapi ada hal lain lagi yang lo belum tahu."

Liliana memutar matanya sebelum menenggak gelas minumnya kembali, sementara matanya kembali fokus ke layar ponsel. "Apaan memangnya?"

"Besok..." Chika sengaja menjeda kalimat dengan maksud membuat Liliana penasaran.

Liliana mengangkat wajah dengan tatapan malasnya.

"Lo di suruh berangkat kerja lagi, mulai besok." Chika melanjutkan dengan nada dramatis.

Kabar itu membuat Liliana menyemburkan air dari mulutnya dan mengenai wajah Chika.
"Sorry sorry, Chik. Nggak sengaja."

"Iihh jijay banget sih lo." Chika menyeka mukanya dengan lengan kemeja.

"Sorry, aku nggak sengaja. Lagian suruh siapa kamu ngerjain aku." Liliana bantu mengelap wajah Chika dengan tisu.

"Yee siapa juga yang becanda?" Chika menghela nafas. "Gue serius tahu! Oiya, tapi bukan lagi sebagai staff divisi kayak dulu." Ia mengeluarkan compact powder dari tasnya, lalu mulai memoles wajahnya dengan bedak itu.

"Maksud kamu...."

"Lo beneran belum buka chat dari gue ya Ly?"

Dengan polos Liliana menggeleng.

Chika kembali menghembuskan nafas. "Makanya kalo ada chat itu buruan di baca, molor aja lo banyakin. Heran gue kok bisa sih lo di angkat jadi sekertarisnya Pak Aldrick."

"Apaaaa?"

Pekikan keras Liliana sontak membuat Chika terkejut.

"Lo beneran kaget apa pura-pura doang?" Chika menyipit yang kemudian di geplak kepalanya oleh Liliana.

"Aaw!"

"Kamu nggak lagi becanda kan?" tanya Liliana mengabaikan keluhan Chika.

"Dih, ngapain coba gue capek-capek pulang kerja datengin lo, kalo cuma buat becandain lo doang? Lo pikir gue nggak ada kerjaan?" Sewot Chika.

Liliana menyugar rambutnya. "Tapi gimana bisa? Bukannya gue udah di pecat tadi pagi?"

"Ya mana gue tahu, memangnya yang heran cuma lo aja. Hello, gue juga kali." Chika melipat lengannya.

Liliana termenung, berusaha mencari tahu kebenaran dari kabar yang Chika sampaikan. Sedetik kemudian ia terkejut saat Chika menyodorkan sebuah surat ke arahnya.

"Nih, kalo lo nggak percaya. Bu Irna nyuruh gue buat kasihin surat ini ke lo. Isinya surat pengangkatan lo jadi sekertaris tunggal Pak Aldrick." Chika melanjutkan ketika melihat Liliana hanya bergeming dengan wajah bingungnya.

"Dah ya, gue mau pulang." Chika beranjak sembari mencangklong tas kerja miliknya. "Buruan baca tuh surat biar lo yakin. Dan jangan lupa besok lo punya hutang penjelasan sama gue. Bye Ly."

Chika kemudian berlalu begitu saja, meninggalkan Liliana yang masih termangu di tepi ranjang dengan amplop surat di tangannya. Perlahan ia membuka amplop itu dan mulai membacanya dengan teliti. Memang benar yang Chika katakan, surat itu berisi pengangkatannya sebagai sekertaris sang direktur utama. Liliana mengerjap, guna menjernihkan pandangan-takut kalau-kalau ada kata yang ia lewatkan di setiap kalimatnya.

Tapi bagaimana bisa?

Liliana kemudian membaca satu persatu chat di ponselnya yang sebelumnya sengaja ia abaikan. Seketika ia pun ternganga saat mendapati semua chat itu berisi ucapan selamat dari teman-temannya di kantor.

Tak lama dari itu, pintu kamarnya kembali di ketuk. Liliana pikir itu adalah Chika yang mungkin telah meninggalkan sesuatu di kamarnya. Tapi ternyata Vicko-lah yang kini berdiri di hadapannya.

Belahan JiwaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang