𝔻𝕆ℕ'𝕋 𝕃𝕀𝕂𝔼 𝔻𝕆ℕ'𝕋 ℝ𝔼𝔸𝔻
ⓃⓄ ⓅⓁⒶⒼⒾⒶⓉ‼️•••𝔴𝔦𝔰𝔱𝔣𝔲𝔩•••
"A-apa?!"
Jeongwoo hanya diam, membiarkan sang adik untuk mencerna maksud dari perkataannya terlebih dahulu. Pria tampan itu dalam hati berharap, jika sang adik akan tetap menerima penawarannya setelah mengetahui kebenarannya.
Lima menit setelahnya, hanya keheningan mencekam yang menyelimuti ruangan pribadi milik Park Jeongwoo. Sang adik-Park Jihoon-tengah sibuk berpikir dan menimbang-nimbang tawaran kakak kandungnya. Sedangkan, Jeongwoo sendiri tengah menunggu dengan sabar keputusan adiknya seraya memperhatikan hati-hati ekspresi adik kesayangannya tersebut.
"Apa Hyung yakin, jika pemuda itu benar-benar pelakunya?" tanya Jihoon memastikan setelah lebih dari sepuluh menit pemuda manis itu tenggelam dalam pikirannya.
"Sangat yakin."
Mendengar ucapan bernada tegas dari bibir kakak kandungnya, Jihoon hanya bisa mengangguk. Mencoba percaya pada ucapan Jeongwoo. Namun entah mengapa, sepercik keraguan tiba-tiba saja timbul di hati kecilnya. Pemuda manis itu merasa masih ada yang janggal dalam masalah ini.
Ia bukanlah seseorang yang dengan mudah menghakimi orang lain. Jadi, jika dirinya harus bersikap buruk pada seseorang yang belum benar-benar terbukti bersalah, jujur saja Jihoon tak akan bisa.
Maka, setelah berpikir dengan begitu matang, pemuda manis itu lantas memutuskan, selama dirinya belum menemukan bukti kebenaran dengan mata kepalanya sendiri-Jihoon tak akan pernah memperlakukan tawanan sang kakak dan teman-temannya dengan buruk. Ia hanya tak ingin salah langkah, lalu berakhir dengan penyesalan di akhir. Karena terkadang, emosi dan kebencian sesaat bisa menghancurkan segalanya, memperbudak diri untuk menjadi seseorang yang begitu kejam dan egois tanpa memikirkan akibatnya-sesuatu yang pasti akan disesali nantinya.
Dan Park Jihoon tak ingin menjadi salah satunya .
"Oke Hyung, aku mengerti. Jadi, aku hanya harus merawatnya saja seperti biasa layaknya-err baby sitter begitu?"
Jeongwoo sempat terkekeh geli kala sang adik menyebut dirinya sebagai pengasuh bayi. Namun segera setelahnya, lelaki tampan itu mengangguk tegas.
"Hn, seperti itu. Tapi lebih spesifiknya kau tidak harus memantaunya selama 24 jam layaknya menjaga bayi," ujarnya dengan tersenyum seraya memandang sang adik dengan tatapan mata yang tampak jenaka.
Jihoon memutar bola matanya malas, "Tentu saja aku tahu!" balasnya sedikit ketus.
Jeongwoo terkekeh kecil, kemudian mengusak gemas surai halus sang adik, yang langsung ditepis dengan kesal oleh sang empunya.
Jihoon sejenak terdiam, bibirnya terbuka, kemudian menutup kembali. Tampak ingin mengatakan sesuatu, namun terlihat begitu sungkan.
"Eum-Hyung ...."
Mendengar nada keraguan yang terselip dalam suara adik kecilnya, seketika membuat Jeongwoo langsung menatap serius iris coklat Jihoon. Pria tampan itu hanya menaikkan sebelah alisnya, memberi kode pada sang adik untuk melanjutkan kalimatnya.
"Hyung-tidak mengunjungi ayah dan ibu?"
Jihoon meremat kedua tangannya gugup dari balik meja, takut jika sang kakak tersinggung atau marah dengan perkataannya. Pemuda manis itu tahu betul, jika hubungan kakaknya dengan kedua orang tua mereka tidak begitu baik semenjak insiden pertengkaran hebat ketiganya dua tahun yang lalu.
KAMU SEDANG MEMBACA
ᴡɪsᴛғᴜʟ
Romance[ᴊᴜɴᴋʏᴜ ꜰᴛ. ʜᴀʀᴜᴛᴏ, ᴊᴇᴏɴɢᴡᴏᴏ, ᴊɪʜᴏᴏɴ] "𝒀𝒐𝒖𝒓 𝒆𝒎𝒐𝒕𝒊𝒐𝒏𝒔 𝒂𝒓𝒆 𝒕𝒉𝒆 𝒔𝒍𝒂𝒗𝒆𝒔 𝒕𝒐 𝒚𝒐𝒖𝒓 𝒕𝒉𝒐𝒖𝒈𝒉𝒕𝒔, 𝒂𝒏𝒅 𝒚𝒐𝒖 𝒂𝒓𝒆 𝒕𝒉𝒆 𝒔𝒍𝒂𝒗𝒆 𝒕𝒐 𝒚𝒐𝒖𝒓 𝒆𝒎𝒐𝒕𝒊𝒐𝒏𝒔." - 𝑬𝒍𝒊𝒛𝒂𝒃𝒆𝒕𝒉 𝑮𝒊𝒍𝒃𝒆𝒓𝒕 🔞𝚆𝙰𝚁𝙽𝙸𝙽𝙶�...