𝔻𝕆ℕ'𝕋 𝕃𝕀𝕂𝔼 𝔻𝕆ℕ'𝕋 ℝ𝔼𝔸𝔻
ⓃⓄ ⓅⓁⒶⒼⒾⒶⓉ‼️•••𝔴𝔦𝔰𝔱𝔣𝔲𝔩•••
Seulas senyum lemah terpatri di wajah pucat Kim Junkyu. Pemuda manis itu sedikit banyaknya merasa bersyukur dan begitu tertolong dengan kehadiran Jihoon. Jika dulu, dirinya harus selalu merangkak dan bahkan terkadang menyeret tubuhnya saat ke kamar mandi. Maka kini, ia tak perlu melakukan hal menyedihkan itu lagi karena sekarang akan ada pemuda Park tersebut yang membantunya untuk melakukan semua kegiatan itu. Ya, terdengar memalukan memang, namun apa boleh buat, dirinya hanya bisa pasrah menelan rasa malu itu karena tak memiliki pilihan lain.
"Masih sakit?"
Junkyu menggeleng singkat, kemudian menutup matanya perlahan. Sejujurnya ingin mengobrol lebih banyak dengan pemuda baik hati di sebelahnya, tetapi saat ini keadaannya begitu tak memungkinkan.
Sehari setelah menerima hukuman dari Haruto, pemuda manis itu akhirnya jatuh sakit—demam tinggi. Jihoon yang panik, segera menelepon sang kakak untuk meminta bantuan, setelah sebelumnya puas memaki kakak kandungnya tersebut terlebih dahulu.
"Kalau ada yang sakit, tolong langsung beri tahu aku, oke?" tuturnya dengan senyum lembut. Wajahnya menampilkan gurat cemas, dengan binar kesedihan yang terlihat jelas di iris coklat itu.
Junkyu mengangguk lemah, tak kuasa menjawab pertanyaan sang teman. Kepalanya terasa begitu pening, sekujur tubuhnya bahkan hampir tak bisa digerakkan karena keadaannya yang terlalu lemas.
"Junkyu-ya ...."
Mendengar panggilan lirih itu, sang pemuda manis mencoba membuka matanya perlahan. Dahinya terlihat sedikit mengerut, sedikit khawatir ketika merasa ada nada gemetar dalam suara Jihoon.
"I-ya?" balasnya begitu lirih dan susah payah. Junkyu kembali menelan ludahnya, membasahi tenggorokannya yang terasa begitu kering.
"Aku—maafkan aku, Junkyu-ya ...."
Pemuda manis itu mengerjap, berusaha mencerna maksud dari ucapan Jihoon. Setelahnya menoleh pelan, mencoba memandang wajah teman barunya tersebut.
"Kenapa minta maaf? An—Ji-jihoon tidak salah apa pun ...," lirihnya lembut seraya menatap iris coklat sang pemuda Park dengan teduh.
Mendengar hal itu, Jihoon malah semakin merasa bersalah. Menggigit bibir bawahnya kuat, adik dari Jeongwoo itu terlihat berusaha keras menahan lelehan beningnya.
"Maaf, maaf karena aku tak bisa melakukan sesuatu untuk membantumu ...."
Junkyu hanya tersenyum lemah. Pemuda manis itu kemudian mengangkat tangannya, menepuk ujung jemari sang teman dengan pelan.
"Tak ada yang perlu dimaafkan, Jihoon-ssi ... a-aku—shh!"
Jihoon refleks bangkit berdiri, duduk di pinggir kasur kala melihat Junkyu memegangi kepalanya dengan raut wajah kesakitan. Pemuda Park itu lantas mengelus hati-hati pucuk kepala sang teman, berharap dapat meredakan sedikit rasa sakitnya.
"A-aku panggilkan dokter, oke? Sebe—"
"Ti-tidak! Ja-jangan, tidak perlu."
KAMU SEDANG MEMBACA
ᴡɪsᴛғᴜʟ
Roman d'amour[ᴊᴜɴᴋʏᴜ ꜰᴛ. ʜᴀʀᴜᴛᴏ, ᴊᴇᴏɴɢᴡᴏᴏ, ᴊɪʜᴏᴏɴ] "𝒀𝒐𝒖𝒓 𝒆𝒎𝒐𝒕𝒊𝒐𝒏𝒔 𝒂𝒓𝒆 𝒕𝒉𝒆 𝒔𝒍𝒂𝒗𝒆𝒔 𝒕𝒐 𝒚𝒐𝒖𝒓 𝒕𝒉𝒐𝒖𝒈𝒉𝒕𝒔, 𝒂𝒏𝒅 𝒚𝒐𝒖 𝒂𝒓𝒆 𝒕𝒉𝒆 𝒔𝒍𝒂𝒗𝒆 𝒕𝒐 𝒚𝒐𝒖𝒓 𝒆𝒎𝒐𝒕𝒊𝒐𝒏𝒔." - 𝑬𝒍𝒊𝒛𝒂𝒃𝒆𝒕𝒉 𝑮𝒊𝒍𝒃𝒆𝒓𝒕 🔞𝚆𝙰𝚁𝙽𝙸𝙽𝙶�...