1 - Senin Pagi

576 80 14
                                    

Jangan lupa apa? Ya jangan lupa vote sama komen atuh 💙 sorry for typo's and happy reading 💙







Pukul tiga dini hari, rumah keluarga Pak Chandra hampir semua lampunya menyala, karena memang terbiasa bangun di jam tersebut.

Pak Chandra selaku kepala rumah tangga sudah siap untuk menjadi imam sholat tahajud, sembari memakai peci hitamnya, beliau minta anak istri untuk jamaah, "ayo buk, buruan!" katanya ke Bu Wanda.

Bu Wanda yang masih di kamar mandi langsung menjawab, "bentar dulu, lagi mau wudhu."

Renjun dari arah kamar sudah siap untuk sholat, wajahnya yang baru saja kena air wudhu benar-benar bersinar, "ibuk belum siap, Pak?"

Pak Chandra menggeleng, "belum, biasalah lama mak emak."

"Udah ya ini, tinggal pake mukena doang," sahut Bu Wanda yang tiba-tiba sudah selesai saja.

Si bungsu keluarga sederhana ini masih tidur, maklum masih SD, jadi sedikit tidak tega kalau dibangunkan. Jadilah mereka sholat tahajud hanya bertiga.

Pukul enam lewat, keluarga ini sudah ribut. Ada Pak Chandra yang sedang mencuci motor, Renjun yang membantu adiknya menyiapkan keperluan sekolah, dan Bu Wanda yang masak dengan menggerutu, "udah tahu kalau senin itu berangkatnya pagi, upacara. Kalau dibangunin itu gampang, gak usah pake tidur dulu abis subuh."

Si bungsu yang merasa tersindir lantas mendengus kesal, dilanjutkan berbisik pada Renjun, "ibu galak," katanya.

Renjun hanya senyum, berbeda dengan ayahnya yang ternyata mendengar karena baru masuk rumah. Pak Chandra langsung terbahak hingga Bu Wanda curiga, "kenapa itu ketawa?"

"Ibadah, Bu."

"Ibadah tuh senyum, bukan ngakak kayak gitu, kalian ngetawain ibuk kan?"

"Dih ibuk pede," celetuk si bungsu.

Bu Wanda mengelus dada, perasaan ini anak bungsunya kenapa berbeda sekali dengan Renjun yang kalem idaman gadis-gadis bahkan para janda, "udah ah, ini ayok pada sarapan dulu."

Akhirnya mereka sarapan berempat, tapi Renjun dan adiknya sedikit buru-buru karena ini senin, nanti takut terlambat ke sekolah. Iya Renjun nanti mengantar si adik, "dek, ayok! Nanti keburu siang!"

"Bentar to mas, ini ibuk belum kasih uang jajan," katanya sangat to the point.

"Yo yo, ini lima ribu, yang dua ribu di tabung, sisanya baru jajan," kata bu Wanda sambil memberi uang lima ribuan sobek sedikit diujung ke anaknya.

Yang diberi ya terima-terima saja, karena walaupun masih kecil, tapi dia sudah paham dengan kondisi keluarga yang memang dalam artian alhamdulillah cukup.

Beda dengan Renjun yang kelihatan tidak tega dengan sang adik, dia tahu anak lain uang sakunya besar. Renjun jadi kepikiran untuk memberi tambahan nantinya.

Bu Wanda ini buka warung kecil-kecilan di rumah, jadi setiap pagi selalu berbelanja ke pasar, istilahnya kulakan. Berangkat bersama sang suami tercinta, "kalian hati-hati berangkatnya, nanti adek sekolah yang bener, jangan nakal," katanya ke si bungsu.

"Iya, Bu."

"Renjun, kamu nanti kalau udah pulang, terus mau pergi kunci pintunya, misal ibuk belum pulang dari pasar."

Renjun mengangguk, "iya bu, yaudah kita berangkat dulu, assalamualaikum."

"Waalaikumsalam."

Setelah cium tangan Bu Wanda dan Pak Chandra, akhirnya Renjun berangkat mengantar adiknya ke sekolah. Memakai motor supra keluaran jaman dulu, yang alhamdulillah masih bisa digunakan dan awet bensin. Kalau kata Pak Chandra, sekali isi bensin satu liter bisa untuk jalan-jalan keliling negeri.

LianaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang