23 - Tipe idaman Karina

183 38 21
                                    

Happy monday, abis penat seharian ini, sempatin dong refresh pikiran dengan baca-baca wattpad. Hehe..

Happy reading and sorry for typo's 💛








Tidak terasa, sudah berjalan lumayan lama Liana selalu berangkat sekolah bersama dengan Jisung. Pagi ini, mereka sudah berada di sekolah, padahal masih sepi.

"Bu Lia, Icung mau tanya boleh?"

Liana berhenti dari jalannya, lalu menoleh ke arah anak muridnya tersebut. "Nanya PR?"

"Ish! Bukan. Bukan masalah sekolah," kata Jisung, lalu ia mengambil duduk di salah satu kursi depan ruang kelas.

Liana tertawa, "nanya apa, Cung?"

"Itu loh, nanti misal Bu guru nikah sama Mas Njun, aku manggilnya gimana dong? Tetep ibu guru atau berubah jadi Mbak Lia?"

Oh! Benar juga. Bagaimana ya nanti Jisung memanggil dirinya? Liana juga bingung.

"Kalau Mbak Yuna kan manggil mas Njun tetap Mas. Karena, Mas Njun ngga ngajar di sekolah Mbak Yuna. Lah kalau Icung, gimana?"

"Gini deh Cung, kalau di rumah manggilnya Mbak, tapi kalau di sekolah tetap Bu guru. Soalnya kalau di sekolah manggil mbak, nanti kamu dibilang kurang sopan."

Mendengar penuturan Liana, Jisung mangut-mangut. "Eh tapi, nanti kalau udah nikah, bu guru yang tinggal di rumah aku apa Mas Njun yang pindah ke rumahnya bu guru?"

"Kalau Icung maunya gimana?"

"Terserah kalian aja sih."

Liana dibuat gemas dengan bocah kelas dua SD ini, apalagi gigi depannya sedang ompong, karena kemarin jatuh dari sepeda. "Yaudah, kalau gitu lihat aja nanti ya, ibu mau ke kantor guru. Tuh temen kamu si Lele udah dateng."

"Bu guru, aku kan penasa—"

"HALO ICUNG, AKU BAWA COKLAT!!" teriakan Chenle menggema di sepanjang koridor.

"Yeayyyy, aku ma—"

"LOH?! GIGI KAMU ILANG?!!"

——————————

Renjun sedang sibuk dengan ponselnya. Jam ini memang tidak ada jadwal mengajar, ia akan masuk kelas lagi setelah istirahat kedua. Kini, ia disibukkan dengan mengatur perihal pernikahannya dengan Liana yang semakin hari semakin dekat saja.

Ada pesan masuk dari tukang catering, padahal katanya akan diurus oleh ibunya dan juga ibunya Lia. Ujung-ujungnya juga nomor dia yang dikasih.

Ada juga pesan dari pemilik gedung yang akan di sewa. Lalu, dari percetakan undangan. Belum lagi souvenir.

Kalau ditanya, kenapa semua hubungi Renjun bukan Liana? Jawabannya..

"Pak Rendi kasih nomer bapak doang ke mereka? Ngga dibagi sama calon istri?"

Renjun menoleh. Ada Pak Jamal disampingnya. Sejak kapan pula, manusia itu datang? "Pak Jamal, bukan gitu. Persiapan kan banyak Pak. Ini juga sudah dibagi dua kok. Saya yakin, Liana juga sama sibuknya."

"Saya kasih tahu, Pak Rendi. Nikah itu enaknya cuma lima persen."

Renjun mengernyit heran, "bisa gitu?"

"Bisalah. Yang 95 persen lagi, uenakkk banget. Hahahahah!!!"

'jokes bapack-bapack' batin Renjun.

"Loh ngga percaya sampeyan? Nanti monggo dicoba sendiri kalau penasaran."

Renjun tersenyum canggung, sepertinya jokes Pak Jamal ini lebih parah daripada bapaknya. Tak mau ambil pusing, ia lebih baik pamit keluar. "Pak, saya pamit keluar sebentar, mau telefon calon istri."

LianaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang