15 - Nikah

266 57 24
                                    


Selamat malam minggu guys, semoga weekend kalian menyenangkan. Oh iya kayaknya dah lama ngga update, kalau masih ada yang stay ya alhamdulillah, kalau engga ya, please semoga masih ada lah.

Oke happy reading and sorry for typo's 💛






Kalau kemarin Renjun yang tidak berangkat ke sekolah, hari ini Lia yang gantian izin untuk tidak mengajar.

Tidak. Gadis itu tidak sakit, Lia cukup baik dalam kekebalan tubuh. Hari ini satu keluarga Pak Kades sedang mengunjungi kediaman orang tua Bu Iriana.

"Nduk," panggil Oma Bonita pada kedua cucunya.

Yuna yang sedang bertukar pesan dengan Kamal pun menoleh, "ya oma?"

"Sini to, mainan hp terus kamu itu."

"Una lagi ada tugas ini oma, browsing materi bukan mainan aja," alibi gadis remaja itu.

Lia yang sedang berbalas pesan dengan Karina, guna meminta bantuan untuk menggantikan ia mengajar, lantas melirik sang adik dengan sinis. "Dek, siapa yang ngajarin bohong? Mbak dari tadi lihat kamu chat sama si Kamal kok."

"Ih mbak kok ngintip??!"

"Kamal pacarmu yang anak desa sebelah itu nduk?" Pak Hendra ikut berkomentar.

Yuna mengangguk semangat, anak itu memang percaya diri dan sangat bangga karena sudah punya pacar. "Iya dong, Oma, aku loh udah ada pacar, ngga kayak si itu," ucapnya melirik Lia.

"Astagfirullah, ejek terus, ngga di rumah, di sini, kerjaannya ngejek mbak terus," keluh Lia yang mulai lelah dengan kelakuan Yuna. Maklum seusia anak SMP memang sedang pubertas.

Oma Boni tersenyum penuh arti, "kamu belum ada calon, Lia? Gimana kalau oma kenalin sa—"

"No. Oma Please, Lia mau cari suami sendiri, jangan jodohin dong," pinta Lia karena ia tahu betul sang nenek pasti akan mengenalkan dirinya pada kenalannya.

"Umur kamu loh udah berapa? 25 kan?"

Lia mendelik, terkejut, bagaimana bisa ia dikatakan 25 tahun?

"Oma, aku ini masih 23 tahun bukan 25. Lagi pula temen-temen aku masih banyak yang belum nikah kok."

"Tapi nduk, di desa umur segitu belum nikah itu pasti jadi omongan. Adek kamu yang masih SMP aja punya pacar, masa kamu engga?"

Ini yang Lia tidak suka jika berkunjung ke rumah neneknya, pasti selalu di desak untuk menikah. Padahal, di desanya juga banyak yang belum menikah. Tapi, jika pacar sih kebanyakan punya.

Bu Iriana pusing sendiri mendengar percakapan ibu dan putrinya itu, "buk, Lia ini kan baru aja lulus belum lama. Kerja juga belum lama, toh masih muda, ngga papa biarin nikmati masa lajangnya."

Oma Boni menunduk lesu, "nanti keburu ibuk ngga ada nduk, ibuk kan juga mau lihat cucu nikah."

Lia terdiam, impian sang oma memang tidak salah, namun untuk saat ini Lia belum siap untuk berumah tangga. Jika saja ia siap pasti sudah menikah dari lama,  mengingat sulung Pak Kades ini banyak sekali yang melamar.

—————

"P-pak Jamal kenapa lihat saya begitu?"

Renjun gugup sendiri saat guru senior itu menatap dengan intens setelah mendengar ceritanya.

Pak Jamal menepuk bahu Renjun, "Pak Rendi, kalau dari yang saya dengar, perempuan yang namanya Liana itu ngasih kode."

Benar. Renjun curhat dengan Pak Jamal.

Renjun mengernyit, "kode bagaimana pak?"

"Pak Rendi ini polos sekali tentang perempuan. Kan sudah jelas, katanya kalau 'pacaran beneran pun engga apa-apa' itu berarti dia juga suka sama sampeyan."

Renjun juga sempat menilai Lia mempunyai perasaan yang sama dengan dirinya, tapi .. apakah mungkin?

"Masa sih pak?"

"Percaya deh sama saya, oh! Katanya tadi dia juga kembang desa kan? Pasti banyak deh yang ngelamar."

Ini juga yang Renjun takutkan, dari zaman masih SMA saja katanya Lia banyak yang melamar, tapi selalu ditolak. Harapan Renjun jadi semakin kecil, apalagi ia hanya seseorang yang pekerjaannya belum bergaji besar.

"Kadang, kita memang ada rasa minder, atau takut ditolak. Tapi, saya kasih tau pak, jika kita suka seseorang kok tidak diungkapan justru kita tidak tahu bagaimana akhirnya. Namun misal diungkapkan, setidaknya tahu dia punya rasa yang sama atau tidak."

Renjun terdiam sejenak mendengar penuturan seniornya. Benar. Setidaknya ia mengungkapkan terlebih dahulu. Tapi .. "Tapi Pak, kita belum bisa dibilang sangat dekat. Dulu teman SD, habis itu pisah, baru ketemu berapa saat yang lalu setelah lulus kuliah ini."

"Loh, bukankah perasaan tumbuh itu tidak didasari waktu? Ada loh pak, yang cinta pada pandangan pertama, ada juga yang bertahun-tahun kenal baru cinta. Jadi masalah waktu itu bukan jadi penghalang."

Lagi, Renjun cukup tercerahkan.

"Lagi pula, bukannya pacaran setelah menikah akan lebih indah?"

Lelaki maret itu hampir terjengkang dari duduknya, terkejut mendengar perkataan Pak Jamal. "Menikah?"

"Iya."

Renjun tersenyum canggung, "modal saya belum cukup. Saya juga belum sempat membahagiakan bapak sama ibuk, belum juga biayain sekolah adik saya."

Pak Jamal mengangguk paham, "kalau gitu, setidaknya ungkapkan. Coba bicarakan keseriusan sampeyan sama bu guru Liana. Perihal diterima atau tidak, ikhtiar saja dulu," ucapnya lalu pamit untuk menuju ruang kelas.

"Jadi, harus ungkapin dulu ya?" monolog Renjun.

—————

"Kamu apa ngga pernah di desak gitu sama orang tua biar cepet nikah?"

Lia sedang berbicara pada Siyeon di telepon.

"Engga sih Li, mami sama papi biasa aja. Toh dulu mereka nikah ngga muda banget, aunty uncle aku juga."

"Kalau tante Seulgi sama Om Sehun desak biar kamu sama Hyunjin cepet nikah engga?"

Lia penasaran akah hubungan sahabatnya ini, mengingat Hyunjin dan Yeji adalah tetangga Lia sekaligus seumuran. Kiranya apakah mereka senasib dengan Lia?

"Emmm kalau aku lagi main ke rumah Hyunjin sih, pernah ditanya, hubungan ini bakalan serius kan? Gitu. Ya serius dong kita jawab. Tante Seulgi cuma bilang ini kok, nanti kalau udah siap ya jangan lama-lama nikahnya."

Ternyata sama saja, tapi Seulgi lebih kalem.

"Kalau mama papa sih biasa aja Yeon, cuman Oma desak aku buat nikah cepet sebelum umur 25. Lah dua tahun lagi dong, calon aja belum punya."

"Kamu kan banyak yang ngelamar sih.."

"Tapi aku kan kurang sreg, ngga bisa dipaksa."

"Kalaupun udah ngerasa cocok, emang siap misal langsung diminta nikah?"

Terdiam sebentar, Lia juga bingung, dia belum pernah pacaran sampai saat ini.

"Ya maybe tergantung siapa orangnya. Toh kalau memang cocok, kenapa engga?"

"Kalau Renjun yang ngelamar, mau engga?"

Dan lagi, pertanyaan juga pernyataan Siyeon selalu berhasil membuat seorang Liana Anastasya terdiam.

-TBC-

Y

eayyyyy, thank you and see yaaa 💛

LianaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang