BAB : 7

729 80 12
                                    

Tahukah di mana dirinya sekarang? Ya ... sebuah pesta. Entahlah ini pesta atau acara apa, yang jelas ia hanya diajak. Padahal menolak, tapi malah diancam. Apalagi orang tuanya dengan baik hatinya memberikan ijin.

Arka menang dalam menarik perhatian. Bukan hanya itu saja, tampangnya yang lumayan juga jadi pemikat. Bukan ikut terpesona, tapi kenyataannya memang begitu. Sayang aja ia sudah keburu kesal di awal.

"Bisa jalan pelan pelan nggak, sih? Aku capek, kakiku sakit make hels beginian," rengeknya saat Arka tak berniat mengajaknya untuk duduk walau hanya sebentar dan terus memintanya menemani saat bertemu dengan temannya.

Melihat ke sekeliling, mungkin di antara banyaknya orang di acara ini dirinya lah yang paling muda. Sisanya dewasa semua, terlihat jelas dari segi penampilan dan gaya yang mereka gunakan.

Ponselnya tiba-tiba berdering. Berniat menjawab panggilan itu, tapi Arka malah keburu merebut ponselnya dan langsung meriject.

"Arka!"

"Ini acaraku dan kamu milikku. Jangan berpikir kamu akan membagi waktu dengan yang lain walau hanya sedetik," peringatkan Arka.

Tadinya ia berpikir kalau orang tuanya lebih kejam saat memberikan aturan padanya, tapi sekarang posisi itu sudah digantikan oleh Arka. Bahkan untuk menjawab panggilan telepon saja ia tak diijinkan.

Setengah jam kemudian, ia lagi lagi mengeluh pada Arka. Entah pertemuan macam apa ini hingga tak menyediakan sebuah kursi untuk duduk. Bahkan ia pernah makan bakso di pinggiran jalan saja disediakan kursi.

"Kalau kamu nggak biarin aku duduk sebentar, aku akan pingsan, Ar," keluhnya sedikit berbisik.

Arka yang berada di sampingnya mengarahkan pandangan pada Kiara yang menunjukkan wajah mengeluh.

"Kakiku sakit," tambahnya dengan tampang yang ... ah, sudahlah. Bayangkan saja berdiri dalam waktu yang lama dengan hels menyebalkan di kakinya. Beda lagi jika dia mengijinkannya mengenakan flat shoes atau kets. Mungkin ia akan kuat.

Arka membawa Kiara keluar dari ruangan itu dan duduk di sebuah kursi taman. Arka menanggalkan bleazer miliknya dan meletakkan di pangkuan Kiara. Lebih tepatnya digunakan sebagai penutup kedua paha gadis itu.

Sebagai cewek normal, jujur saja sikap Arka membuatnya baper. Tapi lagi lagi kebaperannya itu runtuh saat mengingat betapa menyebalkannya dia. Jangan sampai rasa bapernya semakin menjadi jadi akan sikap dia yang kecil ini.

Arka berjongkok dihadapan Kiara, menanggalkan hels yang membalut kaki gadis itu. Tadinya berpikir kalau dia berbohong tentang kaki yang sakit, tapi saat mendapati itu semua, ia malah merasa bersalah. Terlihat beberapa luka lecet di bagian kaki dia yang tampak memerah.

Kiaramerasa kakinya baru saja keluar dari microwave. Rasanya benar benar lega, meskipun kini berubah jadi rasa perih karena lecet.

"Perih kah?" tanya Arka.

"Haruskah ku jawab lagi seperti apa rasanya?" Memasang wajah kesal pada Arka.

Sudah jelas jelas dari beberapa waktu yang lalu ia katakan kalau kakinya sakit, tapi Arka malah mengabaikan begitu saja. Dan sekarang saat melihat kakinya pada lecet, masih juga bertanya bagaimana rasanya. Percuma saja dia memiliki tampang memukau, jika nggak perhatian sedikitpun. Mungkin saat ia nyaris terjun ke jurang pun sepertinya dia nggak akan menolong.

"Tunggu di sini dulu, aku ke mobil bentar."

Kiara menyambar tangan Arka, membuat langkah cowok itu terhenti. "Aku mau pulang."

"Tapi ..."

"Aku capek, aku nggak mau di sini lagi," rengeknya.

Tak membalas lagi perkataan Kiara, Arka langsung saja menggendongnya. Beberapa kali pacaran, bahkan ia benar-benar menjaga kontak fisik dengan mereka semua. Tapi kenapa dengan Arka malah justru sebaliknya? Seakan akan dirinya terkena karma karena terlalu menjaga jarak, hingga semua itu didapatkannya malah dari cowok ini.

Pencuri Ciuman Itu JodohkuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang