BAB : 13

512 62 9
                                    

Melangkah dengan langkah malas menuruni anak tangga, kemudian lanjut menuju ruang tamu di mana di sana ia dapati Arka sudah menunggunya.

"Ada apa?" tanyanya langsung ikut duduk di sofa.

"Nggak ada apa apa," jawab Arka.

"Trus, ngapain ke sini malam malam?"

"Kangen kamu."

Kiara memutar bola matanya jengah mendengar jawaban Arka. Lagi lagi bersikap manis seakan benar benar berniat membuatnya baper tingkat tinggi. Setelah ia terbang ke atas, lalu dihempaskan turun. Ayolah, itu menyakitkan. Jangan sampai terjadi.

"Aku ngantuk, capek, mau tidur."

"Alasan," respon Arka yang seakan tahu saja jika Kiara memang sengaja menghindarinya. Tapi tentu saja tak segampang itu lepas darinya. "Aku tahu, kamu pasti masih memikirkan kejadian tadi siang. Enggak mungkinlah, lenyap begitu saja dari pemikiranmu."

Kiara menghela napasnya panjang saat Arka kembali mengungkit masalah itu. Iya, oke ... dirinya memang memikirkan kejadian tadi siang. Tapi, dengan hadirnya dia di sini juga nggak akan merubah pemikirannya. Malah justru lebih membuatnya semakin pusing saja.

"Kamu di sini pun nggak akan bisa membuat pikiranku tenang. Jadi, mending pulang aja. Istirahat, besok kerja, ngajar, kan?"

"Tiba-tiba jadi perhatian," komentar Arka tersenyum.

"Bukan perhatian, ya ... itu jenis dan cara mengusir secara halus."

Arka beranjak dari posisi duduknya, kemudian menghampiri Kiara dan menarik tangan gadis itu agar mengikuti langkahnya.

"Ini kamu mau ngapain, sih?"

"Ikuti saja aku," jawab Arka membawa Kiara mengarah ke teras samping di dekat kolam berenang.

Sampai di teras, Arka menatap fokus pada gadis yang ada di sampingnya.

"Kena hujan biasanya kamu bisa flu atau tidak?"

"Apa?" Tiba-tiba memberikannya pertanyaan aneh padanya.

"Jawab pertanyaanku saja, Kia."

Kiara menggeleng. Meskipun pertanyaan aneh yang ditanyakan Arka padanya.

"Baguslah," respon Arka dengan senyuman.

Langsung saja ia bawa gadis itu menuju halaman terbuka.

"Arka ini kamu ngapain ngajakin aku hujan hujanan begini! Astaga kamu udah gila, ya. Ini udah malam tahu, nggak!"

Kiara terus heboh dengan apa yang dilakukan Arka, mengajaknya hujan hujanan di malam hari.

Sampai di tengah tengah halaman, barulah ia berhenti dengan tangan Kiara yang masih berada dalam genggamannya.

"Ini terlalu kekanak kanakan tahu, nggak," umpatnya kesal dengan kelakuan Arka. Apa masa kecil dia kurang bahagia, hingga bertindak seperti ini. Gilanya malah mengajaknya untuk ikutan.

Arka melepaskan tangan Kiara, tapi kini kedua tangannya menangkup wajah gadis itu seolah memaksa untuk menatap fokus padanya.

"Kenapa menatapku seperti itu?" tanya Kiara dengan keadaan yang sudah basah kuyup. Ini kalau ada yang liat, udah dipastikan kalau menganggap keduanya sedang stress hujan-hujanan di malam hari.

"Lupakan semua pemikiran yang membuatmu merasa tersakiti. Aku tahu saat ini kamu sedih, sakit hati dengan kejadian itu. Hanya saja jika diteruskan, justru membuatmu rugi. Sedangkan dia? Mungkin senang, karena merasa sudah menyakiti."

Kiara diam, seakan paham apa maksud Arka melakukan hal seperti ini. Ya, apalagi kalau bukan pembahasan mengenai dirinya dan Julian.

"Tak bisa secepat itu," responnya. "Karena hubungan yang ku buat dengannya pakai hati. Dikira gampang melupakan."

Pencuri Ciuman Itu JodohkuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang