Sampai di rumah, Kiara segera turun dari mobil dan bergegas masuk ke dalam rumah. Bahkan perjalanan hingga sampai rumah terasa sangat panjang. Mendadak pikirannya begitu takut, bahkan seolah Julian masih mengikuti langkahnya.
"Non kenapa?"
Pertanyaan Bibik yang tiba tiba saja membuatnya kaget, karena muncul tiba-tiba dihadapannya.
"A-aku nggak kenapa kenapa? Cuman capek aja, Bik. Aku mau istirahat. Kalau ada yang nyariin siapapun itu, jangan kasih masuk," jelasnya memperingatkan.
"Tapi ..."
"Pokoknya jangan kasih masuk, ya," sanggah Kiara kembali memberikan peringatan.
Wanita paruh baya itu tampak curiga dengan sikap dan raut ketakutan di wajah Kiara. Mata gadis itu memerah, ditambah lagi dengan luka-luka di kaki dan tangan.
"Non yakin nggak kenapa-kenapa? Kok kakinya pada luka dan berantakan begini?"
Tak memberikan jawaban, Kiara langsung berlari menaiki anak tangga menuju kamarnya. Sampai di sana, ia langsung mengunci pintu ... duduk di sudut kamar dengan menekuk kedua kaki. Memeluk badannya sendiri yang berkeringat dan menggigil sambil menangis.
Beberapa menit kemudian, terdengar suara ketukan pintu. Ia tersentak kaget. Berpikir buruk saja kalau orang yang ada di depan kamarnya adalah Julian.
"Kiara, buka pintu!"
Saat mendengar suara panggilan itu ia mulai berpikir.
"Kia, buka pintunya, ini aku Arka!"
"Arka," gumamnya langsung beranjak dan bergegas membuka pintu saat yakin dan mengenali suara itu.
Saat pintu terbuka, benar sekali ... yang ada dihadapannya kini adalah Arka, bukan Julian yang membuatnya ketakutan setengah mati.
"Kamu kenapa? Baik baik saja, kan? Aku khawatir denganmu yang tadi ... "
Kiara tak menjawab pertanyaan itu, tapi ia malah langsung memeluk Arka dan menangis terisak.
Bibik yang juga ada di sana, terlihat cemas dengan sikap Kiara yang tak biasa. Ya, bahkan sebagai seseorang yang berada di sekitar majikannya, sudah lama ia tak melihat gadis ini menangis.
Arka mengarahkan pandangannya pada Bibik. Seakan paham, wanita paruh baya itupun pergi meninggalkan keduanya.
"Julian menyakitimu?" tanya Arka langsung.
Kiara yang masih berada dalam pelukan Arka mengangguk cepat. Bahkan semakin mengeratkan pelukannya di badan cowok itu, seakan akan kejadian tadi masih bisa ia rasakan.
Arka diam, seakan memberikan waktu sejenak untuk Kiara mengeluarkan semua rasa ketakutan yang dia rasakan. Hingga isakan tangis itu mulai reda, barulah ia mulai bicara. Berniat melepaskan pelukan Kiara di badannya, tapi gadis ini malah tak mau.
"Pinjam pelukanmu dulu," ujarnya pelan.
"Mau yang lebih?"
Kiara menggeleng. Bisa bisanya dia masih bercanda di saat dirinya dalam kondisi seperti ini.
"Lain kali jangan menantang hal buruk sendirian. Ada aku, kan," ujar Arka.
Kiara mendongakkan kepalanya, menatap Arka dengan pandangan bingung. Tapi, bukannya menjelaskan, dia malah mencium bibirnya sekilas. Berniat melepaskan pelukannya, tapi kali ini justru Arka yang menahan dirinya untuk terus memeluk.
Kiara menatap fokus pada Arka."Kamu nggak bisa ada di sampingku saat aku butuh!" Mendadak kesal. Haruskah setiap pertemuannya dengan Arka ini diselingi oleh sebuah ciuman? Apa manusia ini begitu naksir pada bibirnya?
KAMU SEDANG MEMBACA
Pencuri Ciuman Itu Jodohku
RomanceEfek salah alamat, membuat Kiara Dista Pramudya harus mengalami yang namanya pencurian ciuman oleh seorang cowok yang tak ia kenal. Bahkan dirinya dituduh sebagai perebut calon tunangan orang. Berusaha melupakan kejadian itu dan menganggap semuany...