BAB : 23

389 44 9
                                    


Arka perlahan masuk ke dalam kamar Kiara. Tentunya tanpa sepengetahuan gadis itu ... kemudian mengunci pintu. Yap, bisa ia saksikan sendiri apa yang dikatakan Bibik padanya tadi. Dia hanya mewek nggak jelas dengan sebuah bantal yang menutupi wajah. Membuatnya tak bisa menahan senyuman.

"Aku membencimu, Arka!" teriaknya kesal.

"Yakin jika kamu membenciku?" tanya Arka menyahuti.

Saat perkataannya disahuti, tentu saja Kiara terlonjak kaget. Ia tahu dirinya sendirian di kamar ini, tapi tiba-tiba ada yang menyahuti perkataannya.

"Kamu ..." kagetnya langsung bangun.

Bahkan saking kagetnya ia seakan ingin menenggelamkan diri ke dalam bathup. Bisa bisanya menyebut nama Arka barusan di saat si pemilik nama ternyata ada di dekatnya.

"Benar benar membenciku?" tanya Arka lagi saat pertanyaannya belum mendapatkan jawaban.

"Seenaknya masuk ke dalam kamarku. Silahkan keluar," suruh Kiara.

"Dan aku nggak mau. Kenapa? Kamu mau marah?"

Kiara beranjak dari posisinya dan berdiri tegak di atas tempat tidur dengan Arka yang berdiri di bawah.

"Ini kamarku ... dan kamu masuk tanpa ijin. Nggak ada sopan sopannya sama sekali."

Arka bersidekap dada dihadapan Kiara yang posisinya lebih tinggi darinya karena berdiri di atas tempat tidur.

"Khusus untukmu, aku nggak mau menggunakan kesopanan."

Kiara seolah kehabisan kata. Dia tak membalas.

Arka menatap fokus pada Kiara. "Bisa, kan ... mengakui apa yang kamu rasakan padaku? Ayolah, Kia. Kamu itu butuh aku, meskipun terus mengelak dan bilang tidak. Tetap saja kamu sekarang merasa tersakiti karena sudah mengatakan hal itu padaku. Apa mengakui perasaan itu begitu sulit?"

"Apa yang kamu katakan, hah?"

"Bukan hanya menyakiti diri sendiri, jujur saja kamu lebih menyakitiku. Kamu bilang benci padaku dan memintaku menjauh. Tapi saat butuh, kembali menghubungiku. Jadi, maksudmu aku ini apa? Aku memang berharap padamu, tapi saat harapanku buyar, rasanya lebih sakit lagi."

"Karena aku memang membencimu, Arka. Aku nggak menyukaimu yang muncul dalam kehidupanku. Kamu membuatku dalam masalah." Mengulang kalimat itu lagi. Ya, hanya itu yang ada dalam pikirannya. Sisanya, entah apa yang ia tak suka dari Arka.

Arka seakan bingung harus bagaimana lagi caranya membuat Kiara percaya padanya. Dan ya ... ia kembali memahami bagaimana kondisi gadis ini. Dia masih muda, usianya bukanlah seorang wanita dewasa dengan semua hal yang simple dan mudah untuk diselesaikan. Bahkan terkadang wanita dewasa saja tak bersikap dewasa. Apalagi seorang gadis yang masih duduk di bangku SMA. Tentu saja pemikiran juga terkadang sulit ditebak.

"Jadi, kamu benar benar ingin aku pergi darimu?"

"Iya," jawab Kiara pasti. Hanya di bibir, tapi hatinya tak sejalan dengan ucapan.

"Setelah ini, kamu nggak bisa lagi menghubungiku di saat butuh, Kiara. Jangan berharap lagi aku akan datang tiba-tiba saat kamu sedih dan ada masalah. Karena bukan tidak mungkin jika nanti hatiku jadi milik yang lain."

Rynka mengangguk, meskipun apa yang Arka katakan membuat jantungnya serasa berdetak lebih cepat. "Aku nggak perduli kamu mau pergi sejauh apapun dan mau memberikan hatimu untuk siapapun. Aku nggak perduli!"

Arka mencoba tetap tersenyum. Bahkan rasanya begitu berat seperti ada hantaman besar di kepalanya ketika dia mengatakan hal itu. 

Ia mengangguk paham. "Sejujurnya aku nggak mau dan aku menolak semua keputusanmu. Tapi sepertinya kamu memang nggak pernah bahagia dekat denganku, malah justru sebaliknya. Yang penting adalah perasanmu, kan ... bukan perasaanku." Menghela napasnya berat. "Baiklah jika itu yang kamu mau."

Pencuri Ciuman Itu JodohkuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang