17. Celah Paling Berbahaya

5.5K 732 572
                                    

Chapter ini diketik 7093 kata.

Happy Reading!

***

Basecamp Galestro.

“Eh, ayang, kamu teh kenapa sih potong rambut, udah paling bener rambutnya kayak waktu itu,” kata Ojel yang baru saja datang dari luar kota. Pria itu sekarang sibuk menjadi seleb dadakan.

“Ya emang kenapa sih? Potong rambut gini kan jadi ganteng, biar aura gue keluar.” Jawab Agil yang masih setia memegang kaca berbentuk oval itu sembari menatap pantulan wajahnya di cermin.

Okan menggeleng pelan, lalu Aldi yang kini sudah selesai bermain game pun mulai membuka suara.

“Dua bulan lagi, anniversary Galestro nih, gak sabar gue sialan. Mau cari jas ah, biar ganteng,” kata Aldi sambil membayangkan bagaimana nanti jika dia memakai jas di hari itu.

“Na to the jis,” ejek Agil, lalu keningnya mengerut ketika melihat jaket Reinal yang tertinggal di sofa, “Si Abang ke mana?”

“Tadi aku teh papasan di gerbang komplek, kayaknya mau jemput Sarah,” kata Ojel.

Laki-laki itu kembali setelah berbulan-bulan sibuk dengan kegiatan endorse-nya ala-ala seleb. Sama seperti Agil, namun nyatanya Ojel lebih terkenal dari dirinya.

“Gavin bentar lagi nikah, lo kapan, Nyuk?” tanya Aldi kepada Okan.

Tatapan tajam itu langsung mengarah pada Aldi hingga laki-laki itu cengengesan sembari menggaruk tengkuknya, karena tampaknya, ia salah sasaran.

“Urus urusan lo sendiri,” jawab Okan begitu dingn, hingga rasa canggung kini menyeruak keseluruh ruang tengah basecamp.

“Wet wet, santai, brother.” Kata Aldi.

Agil meneguk salivanya lalu mencoba untuk mencari topik lain, “Gini kan enak, Vegos udah gak keliatan batang hidungnya. Hidup gue jadi tentram,” kata Agil.

“Oiya ya, Wil. Vegos udah kayak ditelen bumi,” sahut Aldi.

“Eh tapi aku teh pernah liat Alvaro sama Dewa deket lampu merah arah kampus, kapan ya? Kayaknya sih udah lama, gak tau kayak lagi berantem. Tapi aku teh liat Alvaro nodong senjata gitu, tapi masa iya, gak mungkin, kan?”

“Eh pele, orangnya ada di atas, berani-beraninya lo ngomongin Alvaro,” tegur Aldi.

“Tapi lo inget gak sih, waktu kejadian Vegos balik lagi nyerang basecamp? Salah satu anak buahnya ada yang mati ke tembak?” timpal Agil dengan pertanyaan.

Okan tak ingin ini menjadi rumit. Jadi, ia memutuskan untuk bersuara, “Sekalipun iya itu ulahnya Alvaro, yang terpenting dia udah nyelametin kita semua.”

“Nyelametin kita semua?” kekeh Agil miris, “Kalo Alvaro bisa nyelametin kita semua, kenapa dia gak bisa nyelametin Damar dan Vijai, hah?!”

Tak lama, derap langkah seseorang menuruni anak tangga terdengar. Semua orang yang berada di ruang tengah seketika membisu, termasuk Agil.

Alvaro dengan pakaian seperti biasa, kaos hitam dibalut dengan jas dengan warna senada, menatap teman-temannya cukup nyalang.

“Kenapa baru lo ungkit sekarang? Bahkan lo bisa maki-maki gue, atau pukul gue sekalian depan makam Damar dan Vijai saat itu.” Alvaro berjalan mendekati Agil dan menatap pria berambut keriting itu dari dekat.

“Semua yang terjadi sama anggota Galestro, adalah kelalaian gue. Jadi, biarin gue mupuk rasa sedihnya sendiri, gue pun benci diri gue sendiri karena gagal nyelametin mereka berdua.”

Aldara 2 [TAMAT - PINDAH KE FIZZO]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang