02. Assassin Boss

8.6K 1K 322
                                    

“Jangan pernah coba bangunin iblis dalam diri gue. Kalau lo gak mau tewas secara mengenaskan.” — Alvaro Derovano.

Chapter ini diketik 6084 kata.

Happy Reading!

***

Alvaro turun dari mobilnya dan mengancingkan jasnya. Tidak, Alvaro tidak akan bertemu dengan para investor apalagi rekan bisnisnya di malam hari. Ia hanya menemui para anak buahnya yang kini sedang berada di mansion Gerlanzo.

“Selamat malam, Tuan Muda.” Para maid beserta bodyguard Gerlanzo tunduk hormat kepadanya. Alvaro berjalan memimpin dari altar utama mansion menuju lift dan diikuti para bodyguardy-nya yang berjumlah enam orang berjalan mengekor dibelakang. Sedangkan, Fero ia tugaskan untuk mengantar Dara pulang, karena malam ini Alvaro sedang tidak ingin melihat wajah gadisnya.

TING!

Pintu lift terbuka dan Alvaro sampai di Cavity Nine, tempat di mana semua hal tersembunyi berada di sini. Baik penyimpanan senjata ilegal dan juga tempat latihan para bawahannya.

Alvaro mendekatkan iris matanya pada alat sensor cavity nine, ruangan ini benar-benar terjaga dengan ketat. Tidak ada satu orang pun yang boleh masuk kecuali anggota yang iris matanya terdaftar di cavity nine.

Bonsoir, jeune maître,” sapa seorang laki-laki berdarah Prancis yang mengenakan setelan jas yang sedang berdiri di samping Gerlanzo yang duduk di singgasananya. (Selamat malam, Tuan Muda)

Alvaro tidak merespon apapun dan langsung berjalan ke arah sofa panjang, melepas kancing jasnya dan duduk menyilang di hadapan Gerlanzo yang sedang menatap cucu kebanggaannya.

“Selamat malam, Cucuku,” sapa Gerlanzo lalu menghisap Gurkha Black Dragon, rokok cerutu yang ia import langsung dari El Salvador, Amerika Tengah.

“Kamu hanya memantau, atau rindu dengan Kakek?” tanya Gerlanzo seraya mengepulkan asap cerutunya ke udara.

“Mantau, Papa belum datang, Kek?”

“Papamu tidak bisa datang, ia sedang berusaha memenangkan tender terbesar tahun ini,” kata Gerlanzo.

“Melawan siapa kali ini?”

“Xiaoyin Group, perusahaan China itu memang susah dikalahkan, Al,” kata Gerlanzo.

Alvaro tertawa remeh dan ikut merogoh kantung jasnya untuk mengambil satu batang rokok dari dalam bungkusnya dan memantiknya.

“Sudah besar kamu rupanya, Kakek berharap kamu tidak akan mengecewakan Kakek, Al,” kata Gerlanzo.

Alvaro menumpu siku di atas pahanya dan menatap Gerlanzo dengan senyuman, “Saya harap juga seperti itu.”

Gerlanzo tertawa ketika mendengar Alvaro mulai berbicara formal dengannya yang notabene—adalah Kakek kandungnya.

“Regan gak berulah kan di San Fransisco?”

“Kamu masih mengkhawatirkan sepupumu?”

Alvaro kembali bersandar pada badan sofa dan merentangkan tangan kirinya, “Semua hal bisa terjadi, tanpa Kakek duga.”

Gerlanzo kembali tertawa, “Tenang saja, Regan ada dibawah pengawasan Kakek dan Papamu.”

“Bagaimana kabar Adara?”

Seketika pandangan Alvaro terpusat ke arah bilik kaca. Adara? Iya, apa perempuan itu sampai rumah dengan selamat? Mengingat Dewa—musuh terbesarnya sudah kembali.

Aldara 2 [TAMAT - PINDAH KE FIZZO]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang