Chapter 15

1K 107 6
                                    

Winter, 2015.
Bali.

Irene tersenyum ketika melihat Wendy berlarian menuju villa pribadi yang mereka sewa. Villa tersebut sangat cukup untuk mereka berdua dan memiliki fasilitas yang sangat lengkap. Irene memilih villa ini karena mempunyai akses khusus langsung ke pantai. Kesukaan Wendy.

"Hyun, makasih ya." Kata Wendy sambil memeluk Irene erat secara tiba-tiba. "Kamu sibuk banget tapi masih nyempetin buat liburan sama aku."

Irene hanya terkekeh sambil membalas pelukan Wendy tak kalah eratnya. Damn, kalau Irene bisa memberikan Wendy dunia, itu juga akan dia lakukannya untuk Wendy.

"Mau langsung ke pantai, hm?"

Irene tersenyum ketika merasakan anggukan Wendy dalam pelukannya. Dia sangat suka kalau Wendy menjadi clingy seperti ini.

💙

Wendy memakai pakaian yang sangat minim selalu menjadi kelemahan Irene. Untung saja dirinya memakai kacamata hitamnya sekarang. Wendy tidak perlu tau dirinya selalu memperhatikan tubuh indahnya itu.

Pantai di daerah sini sangat privat dan jarak villa satu dengan lainnya berjauhan. Irene memperhatikan sekeliling dan pantai ini benar-benar seperti milik mereka berdua saja.

Irene lagi-lagi memperhatikan Wendy yang saat ini sedang berjemur di sunlounger sebelahnya. Tadi dia mengikuti Wendy bermain pasir dan melakukan hal-hal yang sudah bertahun-tahun tidak pernah dia lakukan. Irene yakin kalau dirinya tidak pernah bertemu Wendy, pasti sekarang dia sedang berada di apartment miliknya sambil membaca buku atau tidur seharian. Irene tersenyum, Wendy selalu membuatnya melakukan hal-hal yang ternyata menyenangkan juga untuk dilakukan.

"Udah puas liatin akunya?"

Irene menaikkan alisnya terkejut mendengan pertanyaan Wendy. Irene pikir Wendy sedang tertidur daritadi.

Irene hanya tertawa malu lalu membenarkan posisinya untuk fokus berjemur dan memejamkan matanya.

"You know, Joohyun. Jangan pikir aku gak tau mata kamu daritadi liat kemana." Kata Wendy tepat di telinganya. Hal itu membuat tubuh Irene membeku. Dirinya sangat malu ketahuan seperti ini. Apalagi ketika Irene merasakan Wendy naik ke atas tubuhnya dan membuatnya membuka mata melihat tubuh indah wanitanya itu. Huh, Wendy selalu membuatnya kehilangan akal. Langit sore yang mulai berubah warna di belakang Wendy tidak ada apa-apanya bagi Irene.

Wendy mendekatkan tubuhnya dan berbisik tepat di telinga Irene. "Jadi kamu suka liat aku pakai pakaian minim gitu ya, babe? Noted."

Hal itu langsung membuat Irene mengganti posisi tubuh mereka dan membuat Wendy sekarang berada di bawahnya. "Seungwan.."

"Hmm?"

Irene melihat Wendy tersenyum jahil di bawahnya. Tangan Wendy menarik tengkuk Irene supaya dirinya mendekat. "It's okay, Hyun. I like it. I like it when you look at me like that." 

Irene langsung melumat bibir Wendy. Irene tidak pernah mengerti kenapa dirinya tidak pernah merasa puas dengan wanita kesayangannya itu. Wendy selalu menjadi candu bagi Irene.

💖

Irene sesekali mengecup puncak kepala Wendy. Irene tersenyum ketika merasakan Wendy mengambil tangannya dan memainkan jemarinya itu.

Irene milirik jam dinding di kamar mereka, 21.00. Waktu yang cukup lama untuk mereka melakukan kegiatan panas. Irene ingat tadi dia langsung menggendong Wendy dari pantai belakang villa menuju kamar mereka dan belum keluar kamar sampai sekarang. Irene kembali tersenyum.

"Aku gak nyakitin kamu kan, babe?"

Punggung tangan Irene dikecup Wendy dan dia merasakan Wendy menggelengkan kepalanya dalam pelukannya. "Aku cuma capek aja."

"Mau makan apa, babe?"

Irene mendengar Wendy tertawa kecil. "Kamu kayak gini aja baru manggil aku babe. Ini cuma berlaku buat pillow talk kamu ya?"

"Kamu mau aku panggil babe tiap waktu?"

Wendy berhenti memainkan jari-jemarinya sebentar. "Aku suka kalau kamu panggil aku Seungwan sih."

"Sama kayak panggilan dari manager Kang ya."

Hal itu membuat Wendy tertawa dan memukul lengan Irene pelan. "Kamu masih cemburu sama Seulgi?!"

Irene hanya terdiam dan mengeratkan pelukannya. "Seungwan, kalau kita sudah menikah nanti, kamu mau punya anak?"

Irene merasakan Wendy mematung dalam pelukannya. Hal itu membuat Irene sadar, mereka belum pernah benar-benar membicarakan soal pernikahan mereka. Bahkan Irene juga belum pernah benar-benar melamar Wendy.

"Kamu yakin mau nikah sama aku, Hyun?"

Irene mengerutkan keningnya dan langsung melepaskan pelukannya memperhatikan wajah Seungwan yang kini masih memejamkan mata. "Kenapa gak yakin?"

"Let's be real, status kita beda. Aku seorang entertainer, Hyun. You're out of my league. Papa kamu gak suka sama aku. Aku gak mau hubungan kamu sama keluarga kamu jadi buruk karena aku. Aku mengerti Papa kamu seperti itu untuk melindungi anaknya, t-tapi apa ada kemungkinan Papa kamu bisa t-terima aku ya, Hyun?"

Irene menghembuskan napasnya panjang lalu mengelus pipi Wendy. "Lihat aku, Seungwan?"

Wendy membuka matanya dengan pelan dan Irene bisa melihat mata Wendy berkaca-kaca. Irene mengecup bibir Wendy dengan lembut. "Aku gak bakal nikah kalau bukan sama kamu. Waktu aku bilang I want a future with you, aku benar-benar serius. Kamu beda dari mantan aku dan aku bakal buktiin ke Papa. Aku mau punya masa depan ya sama kamu, Seungwan."

Kini air mata Wendy sudah membasahi pipinya. Wendy mendekatkan dirinya pada Irene dan membenamkan wajahnya di dada Irene. "Aku sayang banget sama kamu, Hyun. Kita bisa melewati ini kan?"

"I love you, Seungwan. Aku bakal yakinin ke dunia kalau cuma kamu masa depan aku." Kata Irene sambil mengecup puncak kepala wanita yang dia cintai itu. "So, please marry me?"

Irene merasakan tubuh Wendy bergetar karena tertawa dalam pelukannya. "Did you just propose to me, Hyun?"

"Yes?"

"Kamu gak ada romantis-romantisnya."

Irene hanya tersenyum, dia cuma membutuhkan jawaban Wendy sekarang. Wendy tidak perlu tau dirinya sudah menyiapkan cincin yang membuat dirinya kena omelan Joy karena katanya harganya sangat tidak masuk akal. "So, Son Seungwan. Will you marry me?"

"Masih harus aku jawab ya, Hyun? Of course, yes."

among the darkness, there is you.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang