Keringat dingin keluar dari dahi Darren. Ia membawa tubuh mungil Alice dengan tergesa-gesa menuju kamar. "KENAPA KALIAN HANYA MELIHAT! CEPAT PANGGIL DUKE DAN TABIB KE KAMAR NONA ALICE!" tubuh pelayan dan pengawal yang berada di sana bergetar sebelum berlari menjalankan tugasnya.
Pelayan itu berlari menuju ruang khusus tabib yang terletak di ujung kediaman ini. Hingga dia sampai di paviilium tabib, pelayan itu berteriak histeris.
"TABIB! TABIB!"
"Ada apa?"
"Nona Alice tidak sadarkan diri!" keduanya bergegas menuju kamar nona muda mereka.
Di sisi lain pengawal tadi berlari menuju ruang rapat yang sepertinya sudah mulai. Namun, ia tak memerdulikan hal itu, ia masuk dengan kasar sehingga menimbulkan suara yang keras.
"SAYA SUDAH BILANG MASUK HARUS MENGETUK!" bentak Nalendra. Dia sungguh tak suka bila acaranya diganggu.
"Maaf Tuan, ta-pi saya harus m-membawa kabar genting!"
"Ada apa?"
"Nona Alice jatuh tak sadarkan diri kembali, Tuan!"
Tak membutuhkan waktu lama Nalendra dan Riana pamit dan berlari menuju kamar putri mereka dengan perasaan cemas yang memenuhi kepala mereka.
Sampai di kamar Alice mereka masuk dengan menimbulkan suara keras. Nalendra pun melihat tabib yang sedang memeriksa putrinya.
"Bagaimana?"
"Nona terkejut Tuan, seperti kejadian sebelumnya. Saya masih meneliti kondisi Nona sekarang. Saya berpikir ini adalah hubungannya dengan kondisi mental, Nona. Namun, ini berbeda dengan gila. Kondisi Nona hanya akan mengganggu aktivitas jika ada pemicunya, jadi lebih baik kita mengindarinya agar kondisi Nona semakin membaik. Saya juga akan berusaha untuk menemukan solusi yang tepat!" jelas Tabib dengan rinci takut bahwa Tuan-nya akan salah mengartikan perkataanya.
"Baiklah, usahakan seceepatnya!" sebelumnya Nalendra akan marah karena mengira putri sematawayangnya ini gila, tapi ternyata asumsinya salah membuatnya bersyukur.
"Baik Tuan," jawab patuh Tabib.
Sebelum pergi Tabib memberikan beberapa obat sakit kepaka jika memang nanti Alice mengeluh kepalanya sakit. Jika tidak hanya akan diberikan vitamin kekebalan tubuh saja.
"Saya permisi, Tuan, Nyonya, Yang mulia!"
Nalendra berjalan mendekat ke samping Alice dan memegang kening putrinya yang berkeringat. "Yang mulia, sebenarnya apa yang terjadi?"
"Huh ... masih sama seperti sebelumya Duke. Ini disebabkan oleh Pangeran Lyman, entah kenapa badan Nona Alice menjadi bergetar dan panik, setelah itu tubuhnya melemas hingga tak sadarkan diri," jelas Darren membuat kerutan dahi di Nalendra dan Riana semakin terlihat.
"Ini semakin membingungkan, kenapa Alice begitu ketakutan ketika melihat Yang mulia Pangeran Lyman, sedangkan mereka saja belum pernah bertemu," celetuk Riana.
"Benar, jika begini aku menjadi ragu untuk menjodohkan Alice dengan Yang mulia Pangeran Lyman."
Bagus, batin Darren kesenangan.
Sudah wajarkan Darren senang, karena saingannya menjadi berkurang. Ah ... bukan berkurang, tapi menjadi tidak ada. Senangnya!
"Tapi, aku bingung bagaimana menjelaskannya pada Yang mulia Raja!" ucap frustasi Nalendra.
"Bagaimana jika bagian itu saya yang mengurusnya?" tawar Darren membuat Nalendra terkejut.
"S-saya tak ingin merepotkan anda!" tolak halus Nalendra walau sebenarnya dalam hatinya menyetujuinya.
"Tidak apa-apa, akan jauh lebih mudah jika aku yang berbicara!" ucap santainya.
Benar juga, batin Nalendra membenarkan perkataan Darren.
"Jika memang anda memaksa, saya tak bisa menolak," jawab Nalendra dengan senyum sumringah.
Akhirnya ia tak harus berurusan dengan raja yang keras kepala itu. Sikap Raja memang tak buruk, hanya saja menurut Nalendra sikapnya membuatnya risih dan tidak nyaman.
"Lalu bagaimana cara kita mengatasi ketakutan Alice, kita tidak mungkin terus mencegah Alice tak bertemu dengan Yang mulia bukan?" ucap Riana membuat Nalendra dan Darren berpikir.
"Saya akan mencoba untuk bertanya pada Tabib di Kekaisaran, mungkin mereka sudah pernah mengalami hal ini."
"Saya setuju, untuk sekarang lebih baik Alice tak keluar kamar hingga Yang mulia Pangeran Lyman kembali ke Ibukota!" sambung Nalendra.
"Baiklah," ucap Riana setuju.
"Sebaiknya kita keluar dan biarkan Alice beristirahat," lanjut Riana dan disetujui oleh Darren dan Nalendra. Mereka pun keluar dari kamar Alice dan kembali melanjutkan aktifitas sebelum hari semakin larut.
Tak terasa matahari sudah naik kembali. Mata Alice perlahan terbuka dan melihat sekeliling. Seketika matanya terbelalak ketika menyadari hari sudah berganti.
"Apa aku tidur selama itu?" ucap Alice tak percaya.
"Bukankah seharusnya ada rapat! astaga bagaimana aku bisa seceroboh ini. ARNA!" teriak Alice memanggil Dayang pribadinya.
"Nona, NONA SUDAH SADAR!" teriak Arna tak sadar.
"Memangnya aku kenapa?" tanya Alice seakan tak mengingat kejadian semalam.
"Nona tidak ingat kemarin, Nona tak sadarkan diri tepat dipelukan Yang mulia Pangeran Darren tepat setelah Nona melihat Yang mulia Pangeran Lyman." Mata Alice membulat ketika ia menyadari satu hal.
"APA!"
Jangan lupa Vote N Komen dan baca cerita Arissa yang lain.
Order Novel Arissa yuk, judulnya "WHERE IS MY DADDY, MOM?" tertarik😉? bisa pesan dengan :
Form pemesanan
•> Nama lengkap :
•> Alamat lengkap:
• Jalan :
• Rt/Rw :
• Kelurahan :
• Kecamatan :
• Kota/kabupaten :
• Provinsi :
•> Judul buku :
•> Nama paket :
•> No hp :
•> Ekspedisi :Kirim ke no +62 857-3351-8064
Yuk buruan diorder!!😇
ORDER Novel Arissa YUK!!🎉🎉
Judul : JENDELA KAMAR
Tertarik? pesan dengan
Yang mau ikutan bisa isi form di bawah!!👇
Format pemesanan:
Nama :
Alamat lengkap :
No. Hp :
Judul Buku :
Jumlah Pemesanan :
Ekspedisi :Kirim form di atas ke nomor +62 858-7559-8283
Yuk buruan order😇
👇👇👇👇👇👇👇
KAMU SEDANG MEMBACA
Tak Seperti Juliet
Historical FictionJika kisah Romeo dan Juliet berakhir tragis dengan meninggal bersama karena cinta sejati. Berbeda denganku yang harus lenyap karena cinta buta. Terlalu buta akan cinta hingga bunuh diri pun kulakukan. Sampai ternyata aku membuka mataku kembali dan b...