•• Contoh Cerita Fiksi Mini ••

6 1 0
                                    

Selasa, 4 Oktober 2021📋🪶🖋️
•Contoh Cerita Fiksi Mini•

Oleh: Ananda Dwi Rahma

Untuk lebih jelasnya, bisa dilihat di bawah ini adalah beberapa contoh fiksi mini yang kurang dari 250 kata:

TAHUN KELIMA PERNIKAHAN. “Pak, anakmu demam,” panik Ani. “Kompres pakai ini.” Tanpa diminta, Adi menyerahkan hatinya. (Karya Harry Irfan, dikutip dari www.mondayflashfiction.com)

TERLALU SAYANG. Ia memandangi jenasah kekasihnya. “Jika kau nggak bisa jadi milikku, maka dia pun nggak boleh memilikimu,” bisiknya puas. (Karya Puspita ChocoVanilla, dikutip dari www.mondayflashfiction.com)

ELEGI SENJA. Lengking peluit memecah sunyi peron. Decit roda menggigit rel kereta. Entah mengapa aku selalu kembali ke sini. Padahal kutahu kau telah pergi. (Karya Ariga Sanjaya, dikutip dari www.mondayflashfiction.com)

Sangat singkat, bukan? Tentu saja, karena kurang dari 250 kata. Penulis cenderung secara lugas menyampaikan cerita, namun tetap merupakan satu cerita yang utuh. Coba bandingkan dengan fiksi mini yang berkisar antara 250 hingga 1.000 kata ini:

Ketukan itu terdengar lagi dari dalam cermin di kamarku. Empat kali. Konstan dan makin tegas. Namun, ketika aku memeriksanya, ketukan itu hilang, dan yang tersisa di cermin cuma bayanganku. Entah mengapa, aku merasa ketukan itu adalah pesan untukku, bahwa ada dunia lain selain dunia tempatku hidup atau dunia setelah aku mati.

Belakangan, bayangan tentang dunia lain itu terus memadati kepalaku. Sering kali, aku tertangkap tengah melamun oleh Ibu. Dan, sebanyak itu pula ia mengatakan hal yang sama, “Laras, melamun bisa membuatmu diasingkan dunia.”

Aku pernah bertanya pada Ibu, tentang ketukan di cermin kamarku. Raut muka Ibu berubah. Seperti tak suka. “Laras, jangan pedulikan suara itu. Tidak semua suara harus kamu dengarkan. Paham!”

Malam itu, ketukan dari dalam cerminku terdengar lagi. Empat kali, konstan. Berhenti. Terdengar lagi ketukan itu. Empat kali, dan lebih keras dari sebelumnya. Entah kenapa kali ini nyaliku menciut. Mungkin masih terngiang petuah Ibu perihal ini. Aku hanya diam. Sial, ketukan itu terdengar lagi. Empat kali, lebih keras dan kali ini lirih terdengar seperti ada suara anak perempuan menangis. Bulu kudukku berdiri. Jeri.

Akhirnya, kuberanikan melawan petuah Ibu. Kudekati cermin besar dengan bingkai berukir khas ornamen Jawa itu. Sepi. Tak kudengar suara apa pun. Lima menit berlalu. Tak ada apa-apa. Penasaran, kuketuk cermin empat kali, konstan. Aku melonjak—biasanya, tiap aku berdiri di depan cermin tidak begini—kaget. Kulihat seseorang di depanku. Wajah, pakaian, gaya rambut, dan cara berdirinya sama denganku. Bedanya, terlihat warna merah merona di bibirnya dan lebam biru di kedua pipinya.

Hening  sesaat. Aku diam, tak bisa beranjak tak bisa bicara. Ia mengetuk cermin lagi, kali ini terdengar suaranya.

“Tolong…” Lirih dan sedikit serak.

Aku hanya terdiam, lagi-lagi. Sesaat kemudian, datang seorang perempuan agak tua, wajah dan gayanya mirip Ibu.

“Itu lipstik mahal! Sembarangan saja kamu pakai main-main. Kamu bisa nggak sekali saja patuh sama Ibu?”

“Ibu sudah capek kerja tiap malam. Untuk sekolah, pakaian, makanan, mainan, dan kebahagiaanmu. Kamu mengerti sedikit dong sama Ibu!”

Kulihat, ia menunduk. Menangis lirih.

“Laras hanya ingin diperhatikan, Bu…”

Laras kangen Ibu dan Bapak..”

“Diam! Bapakmu sudah hilang dibawa malam, jangan sebut namanya lagi di sini!!”

Aku terhenyak. “Laras?” Belum reda rasa kagetku, “Jangaaaaaaaaaaaaaaaaaaan…” Spontan aku berteriak.

Kulihat perempuan paruh baya itu mengayunkan kepal tangannya ke wajah Laras bertubi-tubi. Gadis itu terhuyung, ambruk. Kepalanya membentur cermin. Darah mengucur dari hidung dan telinganya. Mengalir, ke arahku. Tanganku berusaha meraih kepalanya, tapi tak bisa. Terbentur cermin. Darah terus mengalir, merembes, menetes ke lantai tempatku berdiri. Tiba-tiba kepalaku terasa berat. Hidung dan telingaku mengucur darah. Lalu, braaaaak…

Laraaaaaaaaaas. Sudah dibilang Ibu, jangan dengarkan suara itu…”

(Cermin Laras, karya Kethut Ragil Purnama, dikutip dari www.fiksmini.gregetan.com)

Setelah membaca fiksi mini di atas, Cermin Laras oleh Kethut Ragil Purnama yang terdiri dari 423 kata, tentu kita bisa membandingkan antara fiksi mini yang kurang dari 250 kata dan yang berkisar antara 250 hinga 1.000 kata. Keduanya sama-sama fiksi mini, namun tentu saja berbeda panjangan tulisan dan bagaimana cara penulis menyampaikan cerita.

Sumber : Internet📋🪶🖋️

Goresan PenaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang