KELIMA

391 50 16
                                    

___________

TES

TES

"Minho!.. Minho!"

Suara suara yang saling bersahutan seakan menganggunya. Kesadarannya perlahan sampai padanya, sebelum akhirnya kedua mata yang terpejam itu terbuka secara perlahan. Mengerjap dengan perlahan, menatap langit langit menyesuaikan cahaya yang masuk ke matanya

"Hei! Kau baik? Aku meneriakimu selama belasan menit, kau tau?" Ini Changbin yang sedikit murka pada adiknya yang masih menatap bingung sekelilingnya

"Untuk apa juga kau menangis? Kau bermimpi buruk? Wanita itu lagi?" Sebenarnya ia tidak suka mengungkit masa lalu adiknya, tapi kalau melihat ekspresi dan tangis Minho, sepertinya ia tau kalau adiknya ini bermimpi buruk lagi tentang wanita itu.

"Untuk apa juga aku —Tunggu!"

"Astaga! Kau mau buat aku mati mendadak?! Bisakan tidak berteriak__"

SREET

"Hyeong, apa aku bermimpi tadi?" Minho menyingkap selimut besarnya sembarang. Menatap penuh harap pada sang kakak yang sepertinya akan kembali memakinya.

"Mana aku tau, bodoh. Yang tidur itu kau, bukan aku. Ya Tuhan.. Punya adik kenapa bodoh sekali sepertimu ya.. " Changbin memijit pelipisnya malas. Sedikit menyesal membangunkan si bungsu.

"Bukan, bukan itu. Maksudku, hyeong.. A-apa Jisung b-baik saja?"

GLUP

Entah bagaimana, tapi Minho merasa gugup untuk sekedar menunggu jawaban dari kakaknya. Berharap kalau semuanya hanyalah mimpi, dan perasaannya benar.

"Ada apa denganmu? Tentu saja Jisung baik baik saja, bahkan mimi dan papi sudah berangkat pagi pagi buta ke__"

SRAAKK

"Oke hyeong! Love you.."

Minho tanpa mau mendengar kelanjutannya, ia segera berlari dengan kecepatan penuh ke kamar mandi miliknya dengan semangat yang luar biasa. Jangan lupakan teriakan Minho yang menyakiti telinga Changbin

"Sabar Bin, kamu kuat. Kamu bisa.." Sebelum akhirnya dia beranjak dari sana, menutup pintu kamar Minho dengan sekuat tenaganya kemudian berlalu dari sana.

Kini, Minho berada di dalam kamar mandi miliknya. Diam disana menatap sebuah cermin yang memantulkan bayangannya. Dari jarak yang cukup dekat ini, Minho dapat melihat dengan jelas rupanya sampai sebatas dada. Lama dia berdiam membawa memorinya melintasi kenangan masa lalu yang mengusiknya sejak beberapa minggu belakangan. Kenangan yang benar benar ia tidak ingin lagi, sama sekali, sekali pun tidak.

Bagaimana penghianatan yang diterima dari orang orang yang dia percayai, bahkan lebih dari rasa percayanya pada dirinya sendiri.

Apakah dia yang terlalu bodoh disini, ataukah mereka yang terlalu jahat padanya?

:::

Kakinya buru buru ia bawa melangkah menuruni setiap anak tangga. Terkesan terburu buru, bahkan sesekali tangannya ia bawa untuk memperbaiki tali tas yang sebentar sebentar merosot dari bahu lebarnya.

"Hei! Minho! Bisa pelan pelankan?" Teriak protes Changbin yang hampir terjatuh karna si bungsu yang tiba tiba lewat dan menyenggol pundaknya. Nasib baik Changbin punya keseimbangan diri yang baik, sehingga tidak perlu jatuh dengan dramatis menyentuh lantai rumah mereka yang berwarna perak berkilauan itu.

"Maaf dan sampai jumpa hyeong. Aku pergi dulu~"

Berakhirnya kalimatnya, saat itulah Minho lepas landas meninggalkan Changbin yang masih berdecih malas melihat kelakuan adiknya. Diam diam dia bersyukur.. Bersyukur karna modelan Minho hanya ada satu di rumahnya. Changbin tidak bisa membayangkan bagaimana kalau dia punya satu adik lagi dengan modelan Minho. Iih seram tau

OMEGA [MINSUNG]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang