Dua Puluh Tiga🍁

162 32 1
                                    

"Lo tuh cuma masalalu Wildan! Wildannya gue jangan dibawa!"

23. Paksaan

***

"A! Buruan. Ini mie-nya udah ngambang kaya orang yang mati di kolam." Wildan misuh-misuh sendiri ketika tidak bisa mematikan kompor di rumah Ghifari, kompornya memang tidak sama seperti kompor di rumah Wildan dulu.

Sudah cukup, malam kemarin Wildan jadi tidak bisa tidur gara-gara insiden terus saja memikirkan perbincangan Abangnya Dinar dengan Aa nya Ghifari. Pagi ini, kebetulan Melani sedang ada acara di rumah tetangga dan Zevan yang berangkat kerja. Jadilah kedua anak itu memasak mie untuk dimakan.

"A!"

Kesal dengan Ghifari yang tidak muncul-muncul ke hadapan Wildan. Wildan lebih meninggikan lagu suaranya sampai-sampai merasa serak sendiri.

"Aa, buruan deh. Sebelum dapur ini kebakaran, 'kan enggak lucu, A!"

Ghifari menuruni setiap anak tangga dengan santai, terlihat segar. Sepertinya selesai mandi, rambutnya basah, ia hanya memakai celana training dan baju pendek hitam dengan corak kelinci. Tidak lupa, rutinitas paginya. Yaitu masker, kini wajahnya jadi hijau. Entahlah pake masker apaan dah tuh.

"Berisik banget, udah kaya Mamah kalau lagi ngomel gara-gara gue hilangin tupperware." Nada bicara Ghifari merendah, takut maskernya pecah.

Ghifari yang memulai masak mie tadi, Wildan hanya tengah duduk santai dengan tangan yang terus mengscroll beranda Instagram milik Ghifari. Ia juga tengah meminjam hanphone milik Aa imut nya itu tadi, dan entah kenapa tiba-tiba Ghifari lari terbirit-birit naik ke atas dan meninggalkan mie begitu saja, untung apinya kecil.

Wildan bernapas lega, ketika api kecil itu sudah padam. Ia hanya takut sesuatu hal yang enggak-enggak terjadi 'kan. Ghifari menuangkan mie tersebut ke dua mangkuk yang telah disediakan. Membawanya ke meja makan yang sudah ada Wildan disana. Cuaca pagi ini pun terlihat begitu mendukung.

"A, di luar aja gimana? Itung-itung piknik kecil hehe. Aa bawa mie sama minumnya. Wildan ambil tikar," usul Wildan. Boleh juga, Ghifari langsung mengangguk tanda mengiyakan.

Piknik kecil-kecilan pun terjadi, tikar yang sudah menjadi alas mereka untuk duduk diatas rumput depan rumah mereka. Angin sepoi-sepoi yang menambah kesejukan, cuaca matahari pun semakin menghangatkan tubuh. Hanya seperti ini, Wildan sudah merasa bahagia. Bahagianya Wildan itu sederhana.

Pergerakan tangan Wildan terhenti, kala melihat wajah yang familiar menurutnya. Orang itu hendak memasuki gerbang rumah Ghifari, Wildan semakin menyipitkan mata. Memastikan apa yang ia tebak itu benar.

Ghifari yang melihat gerak-gerik Wildan, mengikuti pandangan Wildan yang mengarah ke gerbang. Seketika dirinya menegang, rupanya ucapan Dinar kemarin itu benar-benar serius dan kini dia nekat. Mungkin semalaman dia mencari tahu alamat rumah Ghifari. Sial*n!

Wildan juga Ghifari meninggalkan acara makannya. Berdiri dan menunggu Dinar menghampiri mereka, Wildan bingung dengan dirinya sendiri kali ini.

"Bang Dinar?"

Dinar berhenti di depan Wildan dan Ghifari. Raut wajahnya sangat datar, tidak ada ekspresi apa pun.

"Mau ngapain lo ke sini?" tanya Ghifari, Ghifari sempat mengumpat karena kesal dengan Pak Umar yang tak bisa menahan Dinar.

Dinar mengangkat satu alisnya, lalu terkekeh pelan. "Gue kemarin udah tanya lo kan, boleh egois atau gak?" Rahang Ghifari mengeras, setelah mendengar ucapan Dinar.

Dinar ... benar-benar masih ingin bermain-main dengannya.

"Tiga bogeman gak cukup buat lo yah?" tanya Ghifari.

"Tiga? Lo gak tahu aja dulu gue ikut ekstra bela diri," ujar Dinar sombong.

Tangan Ghifari sudah gatal ingin memukul wajah sok cool milik Dinar. Dinar sudah membuat kesabaran Ghifari habis.

"Lo!"

Wildan mengerutkan dahi, lantaran bingung dengan apa yang sedang Kakak-kakaknya bicarakan. Ah, atau ada hubungannya dengan luar negri? Seperti yang Ghifari bilang padanya.

'Bugh!'

"Bang, A?!" Wildan panik, ketika melihat kedua pemuda itu saling melayangkan bogeman. Sungguh, Wildan tidak menyukai pukulan, dia tidak menyukai melihat orang bertengkar.

"Lo jangan seenaknya rebut Wildan dari gue, yah!" teriak Ghifari, sampai membuat Pak Umar yang berada di gerbang mendengar terikannya.

"Lo tuh cuma masalalu Wildan! Wildannya gue jangan dibawa!" sambung Ghifari.

"Dia adek gue kalau lo lupa! Lo itu cuma kakak angkatnya!"

Ghifari melukai pelipis Dinar dengan tangannya. Tidak peduli dengan apa yang selanjutnya akan terjadi.

"Lo gak sedarah ya sama dia! Gue kakak kandungnya!" Dinar berteriak keras, berusaha menyadarkan Ghifari bahwa Wildan dan Ghifari tidak sedarah.

"Gue mau bawa Wildan. Lo gak usah larang gue, gue mau egois," lontar Dinar seraya menatap Wildan. Wildan yang ditatap seperti itu sesikit takut dengan Dinar. Haruskah dia ikut?

"Lo harus ikut, Dan!"

Ghifari kembali melukai Ghifari. Kali ini rahangnya. Dinar yang sedari tadi tidak melawan merasakan sakit yang luar biasa. Tubuhnya sedang sakit sejak kemarin, untuk sekedar membalas Ghifari secara membabi buta sangatlah susah.

"Argh!"

Ghifari tersenyum puas melihat Ghifari kesakitan. Dia menarik tangan Wildan, lalu membawa Wildan pergi ke dalam rumah.

Pak Umar yang baru saja sampai di lokasi, sangat histeris melihat seorang pemuda jatuh pingsan. Dia memanggil supir Dinar yang menunggu Tuan mudanya di depan, lalu segera menyuruh mereka pergi ke rumah sakit.

***

"Udah gue duga, si Dinar itu gak jago bela diri," ungkap Ghifari setelah mengintip kepergian Dinar dari jendela.

Pemuda itu sangat puas bisa membuat Dinar pingsan. Justru dia sangat berharap, supaya Dinar mati saja.

Gak guna juga, kerjaannya cuma maksa-maksa Wildan buat nurut, pikir Ghifari.

"Cil, lo tuh harus makasih sama gue, karena udah ngusir tuh Abang gak guna lo," tutur Ghifari sambil menatap Wildan yang menatap Ghifari.

Tatapan Wildan tak terbaca. Sampai pada akirnya, Ghifari merasakan sakit di bagian lengan kanannya.

"Weh, Cil! Ngapain lo cubit gue? Genit lo!"

Wildan mundur beberapa langkah dari Ghifari. Matanya mulai menerjunkan air matanya yang sedari tadi sudah dia tahan.

"Aa pikir tadi keren?"

"Ha? Kenapa?"

"Gak, A! Wildan gak suka Aa kasar gitu sama Bang Dinar!"

***

Aa' The Best  (Bukan BxB!)✔ Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang