Empat belas🍁

190 31 0
                                    

"Takut suatu saat akan kembali berpisah dengan Wildan."






14. Kaos kaki pink

***
Seorang anak remaja laki-laki berbaring terlentang di kasur empuknya. Kedua matanya terpejam, membayangkan apa yang akan terjadi nanti besok. Besok hari Senin, hari yang paling Wildan tunggu-tunggu.

"Wildan! Ini topi-nya udah jadi!"

"Wildan! Ini papan namanya juga udah loh."

"Ini bukunya bawa satu aja yah, Will?!"

"Bawa semua aja, Pah! Takutnya nanti langsung pelajaran."

Wildan heran, yang mau sekolah itu Wildan, bukan Mamah dan Papahnya. Kenapa jadi mereka yang heboh?

Perlahan, Wildan membuka kelopak matanya. Lalu anak itu bangun dari baringan.

Di ruang tamu, Melani sedang sibuk dengan peralatan MPLS Wildan, bahkan Zevan juga ikut membantu. Awalnya Wildan sudah mempunyai tekad bulat bahwa, peralatan MPLS akan dia buat sendiri. Namun, kedua orangtuanya memaksa Wildan agar mereka saja yang mengurus. Lagi-lagi Wildan dibuat heran, kenapa orangtua angkatnya hobi sekali memanjakan anak.

Wildan keluar dari kamar, dia melangkahkan kakinya menuju ruang tamu. Di tengah jalan tidak sengaja bertemu seorang pemuda dengan baju tidur berwarna merah muda menghampiri Wildan dan menepuk-nepuk bahu Wildan, seolah tengah mengingatkan Wildan untuk senantiasa sabar.

"Aa kok keluar?" tanya Wildan, biasanya jika malam hari Ghifari tidak akan keluar dari tempat ternyamannya--kamar.

Ghifari mengedikkan bahu. "Lo gak perlu kepo yee, Cil!" pinta Ghifari sembari menatap Wildan penuh tatapan permusuhan. Sebenarnya pemuda itu masih kesal dengan ucapan Wildan yang kelewat jujur tadi sore. Namun sekarang Ghifari punya misi penting yang harus dia selesaikan malam ini.

Membujuk Mamahnya membelikan dia ponsel keluaran terbaru.

Ghifari tertawa jahat. Setelah mempunyai ponsel itu, Ghifari akan pamer di hadapan Reno--bendahara kelasnya, dan musuhnya sedari TK.

Wildan sedikit menunduk, sekarang Ghifari sering bersikap garang padanya. Padahal, Wildan hanya ingin berusaha menjadi Adik baik. Contohnya, menjadi anak yang jujur dan mandiri.

Ghifari melamun, otaknya sedang memikirkan apa cara terampuh untuk mewujudkan keinginannya. "Hem ...?"

Wildan ikutan diam. Jika berbicara, Wildan takut dibilang salah oleh Ghifari.

"Nah itu anaknya." Melani tersenyum menyambut sang putra bungsu mendekat ke arahnya.

Sedangkan Ghifari sudah misah-misuh sendiri. Dia memang tidak iri dengan kedekatan Wildan dan Mamahnya. Akan tetapi, setelah melihat mereka akrab seperti itu membuat Ghifari ingin mendiami Wildan saja.

Wildan itu mencari kesempatan dalam kesempitan! Ghifari mencatat itu baik-baik di dalam otak.

"Ini udah semua, Will. Tinggal simpen aja besok dipake," timbal Zevan sambil menyerahkan kardus berisi perlengkapan MPLS Wildan.

Wildan mengangguk, sangat berterima kasih pada kedua orangtuanya yang sudah repot-repot membuatkan Wildan peralatan MPLS.

"Mah, A'a masih pengen ponsel baru loh," tutur Ghifari. Melani mendengus, Ghifari akan memanggil dirinya sendiri dengan panggilan A'a jika ada maunya.

"Ulangan matematika nanti dapet seratus dulu, baru mamah beliin," ungkap Melani, bibirnya sudah menerbitkan senyuman licik.

Wildan masih menyimak obrolan mereka, antara Ghifari juga Ibunya Melani. Wildan berpikir panitia mpls besok apakah Ghifari? Wildan jadi penasaran untuk besok.

"Aa kan pinter Mah," ucap Wildan membuat Melani dan Zevan saling adu pandang.

"Tau dari mana?" tanya Ghifari, jujur saja. Hidung mancungnya hampir saja terbang gara-gara Wildan.

"Itu, dari wajah Aa. Udah kaya anak rajin, pinter terus kaya kapten bolos. Eh." Wildan menampar mulutnya yang bisa terbilang tidak ada rem.

Ghifari mendelik tajam, lalu sesaat membuang muka. Bocil satu ini bisa-bisanya membuat mood Ghifari menjadi berubah-ubah, udah kaya bunglon ya.

"Tapi bener kok, kemarin-kemarin Wildan lihat Aa sama temen-temen ke Caffe. Pas kunci motor Aa jatuh, padahal itu lumayan masih pagi. Bolos ya Aa?"

Mampus. Anak ini, benar-benar membuat kebiasaan Ghifari menjadi terbongkar. Kemarin kunci motor ketahuan, sekarang? Wah. Gagal-gagal buat dapat hanphone baru. Ghifari mencari kata untuk persiapan pertanyaan dari Papah juga Mamahnya nanti.

"Nah, tuh. Aa ketahuan," ucap Melani bersedekap dada.

Sedangkan Zevan tidak memberikan komentar apapun. Biar sang ratu yang memberikan ceramah untuk putranya itu, perempuan kan paling cerewet jadi itu yang membuat Zevan puas. Apalagi perempuan modelan Melani, beuh. Udah cerewet, rempong. Jangan lupa kebiasaan shopping pasti selalu rutin.

"Itu Mah, nganu. Aa waktu itu em-"

"Aa, Aa panitia mpls enggak?" tanya Wildan membuat Melani jadi terpokus pada Wildan yang tengah berbicara.

"Iya, gue panitia. Ketua malah, lihat aja nanti gue bakal nyuruh lo buat angkat-angkat tong sampah sebanyak dua puluh, terus cuci tuh sampai bersih!" ujarnya sedikit ngegas lalu melangkah pergi meninggalkan ruang tamu. Sedangkan Ghifari cekikikan sendiri setelah berhasil mendustakan Adiknya.

Wildan mengedip-ngedipkan mata, ia masih mencerna kata-kata Ghifari barusan. Jika benar? Argh. Bagaimana, sedangkan Melani dan Zevan yang melihat Wildan berpikir pun lantas tertawa dan memberikan pengertian kepada Wildan.

"Jangan dengerin. Dia bohong, mpls enggak gitu kok. Udah sana tidur, besok siap-siap ya." Melani mengusap pelan surai rambut hitam milik Wildan, Wildan mengangguk lalu melangkahkan kakinya menuju tangga.

Ghifari memandang sepasang kaos kaki berwarna pink dengan corak hello Kitty yang membuat siapapun gemas melihatnya. Tidak lupa dipinggiran kaos kaki itu terdapat bulu yang cantik, anak itu belum tidur. Dia masih berada di balkon kamarnya. Kaos kaki yang ia beli tadi akan Ghifari berikan pada Wildan. Ahh Ghifari sudah membayangkan bagaimana jika Wildan memakainya, pasti imut. Gitu katanya.

Wildan celingak-celinguk ke setiap sudut kamar. Kemana batang hidung Kakaknya itu. Masa bodo, Wildan sudah mengantuk. Ia lantas merebahkan tubuhnya diatas kasur king size milik Ghifari.

"Lah, ini bocah udah tidur beneran?" heran Ghifari yang sudah melihat Wildan tepar.

Niat jahil Ghifari seketika muncul, ia merangkul kedua kaki Wildan yang unyu itu ke pangkuannya. Membuka kaos kaki yang sendari tadi ingin sekali Wildan pake. Sesudahnya, Ghifari jadi gemas sendiri. Ghifari merogoh saku celananya, memotret kaki Wildan yang tengah memakai kaos kaki pink bercorak hello Kitty itu.

'Bayi besar.'

"Sip." Ghifari menyimpan ponselnya setelah puas memposting di akun Instagram miliknya yang followers nya lumayan banyak, Ghifari menjadi idola bahkan disekolah. Walau kekakuan kadang membuat para guru stres. Bagaimana nanti tanggapan teman-teman Ghifari tentang poto yang barusan ia posting. Pasti besok Ghifari akan banyak diminati keterangan, astaga.

Ghifari masih memandang lekat wajah Wildan. Ada rasa aneh yang singgah dalam hatinya. Entah kenapa, Ghifari takut suatu saat akan kembali berpisah dengan Wildan. Ghifari mulai nyaman dengan datangnya Wildan. Ya, memang pasti disetiap pertemuan mamang akan ada perpisahan. Ghifari harus sudah menyiapkan hatinya untuk ikhlas nanti.

***

Aa' The Best  (Bukan BxB!)✔ Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang