Tiga belas🍁

185 30 1
                                    

"Wildan senang dan bahagia. Dia bersyukur sekali bisa mendapatkan keluarga super baik."



13. Rengekkan Ghifari

****
Empat hari Wildan dibawa ke rumah Ghifari, empat hari itu juga Wildan berubah menjadi anak sultan. Apa pun yang Wildan mau, kemauannya akan segera dikabulkan.

Banyak juga yang memberi perhatian lebih pada Wildan. Ghifari, Mamahnya Ghifari, para tetangga, ART, dan mungkin Ayah Ghifari sebentar lagi akan memberi banyak perhatian pada Wildan. Mengingat betapa senangnya Pria itu ketika mendengar kabar bahwa Melani--Istrinya meminta izin untuk mengadopsi anak bernama Wildan.

Wildan senang dan bahagia. Dia bersyukur sekali bisa mendapatkan keluarga super baik seperti keluarga Ghifari.

"A'a?!"

Rumah bernuansa putih yang tadinya hanya ditinggali tiga manusia terlihat sangat heboh pagi ini. Tentu saja karena kehadiran Wildan yang sudah menjabat anak bungsu di sana.

Ghifari menguap, semalaman pemuda itu menghabiskan waktu untuk bermain game. Jam tiga pagi, Ghifari baru selesai dan tertidur pulas di lantai kamar.

Biasanya ada Mamah yang membangunkan Ghifari dengan cara tidak estetik. Bayangkan saja, setiap pagi Ghifari harus mengikhlas kan telinganya untuk mendengar teriakan maut sang Mamah yang berjarak cukup dekat dengan telinga.

Setidaknya Wildan tidak sejahat Mamahnya. Anak itu masih waras untuk berbuat nekat, berteriak di dekat telinga Ghifari.

"A Ghifari!"

"Sh*t!" Ghifari terpaksa bangun dari baringan. Ternyata prediksi tentang Wildan tidak akan seperti Mamahnya salah. Wildan yang terlihat manis dan lucu di luar, sama saja seperti kucing garong. Ghifari merasa menyesal sudah pernah menyamakan Wildan dengan kucing imut peliharaan tetangga sebelah.

"A'a ...!"

Bahkan teriakan Wildan lebih parah. Sangat menganggu telinga Ghifari. Wildan menyengir, setelah melihat Ghifari sudah duduk manis di lantai.

Wildan sempat heran melihat Kakak barunya tidur di lantai. Bukankah Ghifari anak orang kaya? Lalu apa gunanya kasur empuk jika tidak dipakai.

"Beri sama bahasa Inggrisnya enam apa?" tanya Ghifari sambil menuding Wildan, selaku orang yang sudah berani mengganggu tidurnya.

Wildan memutar bola matanya ke atas, berusaha berfikir. Wildan tidak cukup pandai dalam bahasa Inggris. Namun jika ditanya masalah olahraga, jangan salah! Wildan jagonya.

"Wan, tu, tri, for, faev, six." Wildan tersenyum bangga dengan hasil kerja kerasnya. Menghitung dari angka satu sampai enam menggunakan bahasa Inggris, sangat gampang. "Six, A!"

Ghifari mangut-mangut, sedikit bangga pada kemampuan berhitung Wildan. "Kalau disambung?" tambah Ghifari.

"Beri ... six?" Wildan menutup mulut dengan tangan kanannya. Merasa tidak percaya dengan kelakuan Ghifari. Wildan sudah menyadari sesuatu, jadi Ghifari hanya ingin menyampaikan kata berisik?

Tinggal bicara berisik apa susahnya? Begitu isi pikiran Wildan.

"Pinter, aku bangga padamu, Nak. " Ghifari menepuk-nepuk kepala Wildan. Sangat terharu dengan kepintaran Wildan. Sedangkan Wildan mencebikkan bibirnya, kesal. Ghifari itu sangat hiperbola.

***

Sang kepala keluarga--Zevan baru saja pulang dari luar kota. Karena pekerjaan, membuatnya harus rela meninggalkan keluarga selama satu bulan.

Ghifari sudah mendekati Zevan, bahkan sampai memeluk lengan Papahnya seperti anak balita yang merengek ingin dibelikan mainan. Berharap agar hukuman tidak menyentuh motor selama dua bulan segera di bebaskan.

"Papah, kartunya jangan diblokir, yah? Si Hejo juga jangan disita, Pah. Papah baik banget sih ... Ghifa jadi sayang. Mau yah, Pah?" desak Ghifari. Jika kartunya diblokir, bagaimana cara Ghifari untuk mentraktir perutnya? Lalu jika Hejo motornya disita, Ghifari tidak akan kelihatan cool lagi di mata para kaum hawa.

Zevan menggelengkan kepala tetap pada pendiriannya. Putranya--Ghifari selalu membuat ulah di sekolah, bahkan beberapa kali Ghifari kena skors. Tetapi lihatlah Ghifari, bukannya merenungi kesalahan, pemuda itu tidak ada sedikit pun rasa bersalah.

Seminggu yang lalu, Ghifari baru saja membuat ulah di sekolah. Berawal dari tidak mau membayar kas yang sudah menggunung, saat ditagih oleh bendahara Ghifari langsung menghajar habis-habis an Reno--bendahara kelas sampai pingsan.

Ketika ditanya kenapa menghajar Reno, Ghifari menjawab dengan nada tanpa bersalah. "Ganggu Ghifa mulu, Pah! Lagi makan ditagih, lagi upacara ditagih. Bahkan, Ghifa lagi ganti baju aja ditagih, Pah!" Ucapan terakhir Ghifari sedikit ambigu didengar.

Zevan harus menambah lagi stok kesabaran yang sudah mulai menipis. Mempunyai putra sejenis Ghifari memang harus banyak bersabar.

Wildan hanya mampu berdiam diri di kursi makan. Anak laki-laki itu ragu harus menyambut kepulangan Zevan seperti yang Ghifari lakukan. Membayangkan saja Wildan sudah bergidik ngeri.

"Pah, A! Ayo makan malam!" teriak Melani yang baru saja meletakkan berbagai macam lauk di meja makan.

Zevan melirik ke arah istrinya, di sana juga ada sosok anak laki-laki. Dia jadi tidak sabar untuk berhadapan langsung dengan anak yang bernama Wildan.

"Iya-iya nanti besok," terang Zevan pada putranya. Pria itu sangat malas meladeni rengekkan putranya.

Ghifari tersenyum cerah, cerahnya sudah seperti cerah sinar matahari. Lantas Ghifari melepas pelukan dari lengan Zevan. Sebenarnya pemuda itu juga malas jika harus merengek seperti tadi, apa lagi dihadapan Wildan. Harga diri taruhannya!

Wildan merinding, mendapati Zevan duduk di sebelahnya. "Saya Zevan, sekarang panggil saya papah. Nama kamu Wildan Saputra, 'kan?" lontar Zevan yang membuat Wildan menganggukkan kepala sembari membalas sodor an tangan Zevan.

Melani tersenyum hangat. Wanita itu berharap, kedepannya tetap sepeeti ini, harmonis.

"Salaman aja teros! Mah, A'a mau dibeliin ponsel apel gigit! Gece gak pake lama!" celetuk Ghifari.

Melani menatap garang putra sulungnya. "Mana ada! Hape kamu yang kemarin baru tuh, kenapa minta baru lagi?" protes Melani. Menurut Melani, Ghifari terlalu membuang-buang uang untuk membeli barang-barang yang tidak berguna.

"Yang kemarin rusak lagi gara-gara dijatoh in si Wildan," cibir Ghifari.

Wildan melepas salamannya. Lalu menatap Ghifari penuh selidik. "A? Bukannya hape yang kemarin masih bener?"

"Diam kamu!"
***

Aa' The Best  (Bukan BxB!)✔ Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang