Fiya menyusuri lorong sekolah TPQ Al Ghofur yang sudah mulai sepi, pasalnya sif 2 baru saja selesai kelas. Semua santri TPQ sudah banyak yang pulang. Hanya tinggal santri kelas Ghorib dan Tajwid serta kelas finishing yang tahun ini akan ikut khotmil qur'an.
"Mba Faira... aku pamit pulang dulu ya. Ini kunci kantornya.." pamit Fiya saat ia sampai di kantor. Faira selaku ustadzah kelas finishing menerima kuncinya dengan heran.
"Eh... tumben Fi. Kamu jam segini sudah mau pulang. Nggak masuk sif 3...???" Tanya Faira yang bingung. Pasalnya Fiya biasa ngambil 3 sif. Pra tk A. Jilid 3 A dan kelas Ghorib.
"Iya mba. Sekarang saya ngambil 2 sif aja biar nggak kesorean juga. Nanti malam sudah mulai berangkat madrasah mba."
"trus ini kelas Ghoribnya dipegang siapa...???" Tanya Faira lagi.
"Sama kang Haqi mba.."
"Memangnya Haqi sudah boyongan Fi...??" Seingat Faira Haqi baru akan boyongan tahun depan.
"Iya mba. Kata ustadz Hamdan begitu." Jawab Fiya.
Ustadz Hamdan selaku pemilik TPQ Al Ghofur dan Muhammad Baihaqi adalah putra satu satunya Ustadz Hamdan.
"Kalau begitu aku pamit pulang dulu mba, Assalamu'alaikum."
"Wa'alaikum salam. Hati hati Fi.."
Fiya berjalan menuju parkiran motor. Hari ini adalah hari pertama ia mulai berangkat ke rumah Nadia setelah 2 hari kemarin dia mengabarinya. Bahwa Aziz sudah bersedia belajar ngaji dengan Fiya.
Untung saja Haqi menggantikan sif 3 Fiya. Pasalnya kalau ia masih pegang sif 3 dan Nadia meminta les ngajinya sore hari, saat mereka sudah sedikit santai. Otomatis Fiya tidak bisa menerima Aziz buat les ngaji.
"Assalamu'alaikum.."
Tok tok tok...Tak berapa lama pintu rumah Nadia terbuka. Menampilkan wanita cantik seusianya.
"Wa'alaikum salam. Masuk Fi. Ayok.." ajak wanita itu.
"Nad.. ini rumah kamu beda sekali sekarang. Tadi hampir saja aku salah ketok pintu rumah orang kalau aku nggak inget nomor rumah kamu." Cerita Fiya saat ia mulai duduk di sofa.
"Masa sih Fi. Perasaan masih sama. Kamu kan baru pulang kampung makanya pangling liat rumahku..." elak Nadia.
Fiya tersenyum mendengar jawaban Nadia.
"Kakak... ayok sini sebentar. Ini ustadzah Fiya udah dateng.." teriak Nadia dari ruang tamu. Fiya sedikit kaget mendengar suara Nadia yang melengking seperti itu. Pasalnya wanita ini terkenal kalem waktu sekolah SD.
"Masya Allah... kamu sekarang cerewet sekali yak...??" Sindir Fiya pada Nadia. Yang disindir hanya senyam senyum saja.
"Ada apa umi panggil kakak..??" Tanya Aziz pada Nadia saat ia sudah sampai diruang tamu.
"Ini. Namanya Ustadzah Fiya. Kamu nanti belajar ngajinya yang bener ya. Harus nurut juga." Tuturi Nadia pada Anak sulungnya itu.
"Nad. Panggilnya mba Fiya aja nggak apa apa kok." Usul Fiya. Menurutnya itu lebih mudah diucapkan.
"Masa anak aku manggil temen uminya mba...?? Harusnya tante atau kalau nggak bude." Protes Nadia pada Fiya.
"Ya sudah. Panggil bu Fiya aja nggak apa apa biar gampang." Usul Fiya akhirnya.
"Ok.. (beralih pada Aziz yang duduk disampingnya) kamu mau ngaji sekarang kak...??" Tawari Nadia pada anaknya.
Aziz hanya mengangguk saja. Karna ia anak yang pendiam. Jarang berkomunikasi dengan orang luar.
"Yaudah. Kita masuk kamar. Ganti baju kamu pake sarung sama koko dulu. Bentar ya Fi." Ucap Nadia sambil berlalu ke kamarnya setelah tadi Fiya mengangguk.
Beberapa menit kemudian. Mereka sampai diruang tamu kembali. Nadia mengajak Fiya untuk masuk ke ruang belajar Aziz. Kemudian meninggalkan mereka.
"Assalamu'alaikum mas Aziz." Salam Fiya saat ia masuk ke ruang belajar Aziz.
"Waalaikum salam" jawab Aziz lirih, hampir tidak terdengar oleh Fiya.
Mereka berbincang sebelum memulai belajarnya. Banyak pertanyaan yang diajukan oleh Fiya. Namun hanya beberapa saja yang dijawab oleh Aziz. Itu pun hanya jawaban singkat saja.
Entah sebenarnya Aziz malas untuk berbicara atau ada suatu kejadian yang membuatnya jadi pendiam seperti ini.
"Mas Aziz kelas berapa sekarang ..??" Tanya Fiya setelah mereka selesai belajar mengaji.
"TK B."
"Waaahhh. . Seneng dong. Pasti temannya banyak yak mas kalau disekolah..??" Tanya Fiya lagi.
"....."
Tak ada jawaban. Fiya tersenyum kembali.
Ia belum menyerah. Ini kan baru dimulai."Sekolah TK dimana mas..??" Tanyanya lagi
"TK MUTIARA." Jawabnya singkat. TK. MUTIARA sekolah yang lebih dekat di kampung Fiya dari TK lainnya.
"Kita belajar do'a mau makan yak mas.." ajak Fiya lagi pada Aziz yang dijawab dengan anggukan kepala saja.
"Mas Aziz sudah hafal kan..?? (Dia mengangguk lagi) coba mas Aziz sendirian. Bu Fiya dengerin aja." Pancingnya.
"Bismillahirrohmaanirrohiim... Allahumma baarik lanaa fiimaa rozaqtanaa waqinaa 'adzaabannaar.." akhirnya keluar juga kalimat panjang dari Aziz. Pakai bahasa Arab pula.
Dan begitulah. Ia mengajarkan beberapa doa yang sering dipakai untuk keseharian kita semua. Setelah tadi memulai ngaji jilid 1 nya. Aziz memang sudah mengerti huruf Hijaiyyah tapi dia belum bisa mengingatnya dengan sempurna. Makanya Fiya mengambil jilid 1 untuk awalannya.
Seminggu 4x Fiya pergi kerumah Nadia untuk mengajarkan Baca Tulis Alqur'an pada anaknya. Kini Aziz sudah mulai terbiasa dengan kehadiran Fiya. Sedikit demi sedikit Aziz juga mulai banyak bercerita pada Fiya.
Entah kenapa. Aziz merasa Fiya berbeda dari guru guru lesnya yang lain. Ia lebih terlihat friendly pada Aziz. Sedangkan guru yang lain. Mereka bersikap layaknya guru sekolah pada umumnya.
Tidak ada selingan tawa dan cerita dari mereka. Sedangkan Fiya, terkadang ia menceritakan suri tauladan dari salah satu Nabi dan Rosul serta para sahabat Nabi. Makanya sekarang Aziz merasa ia lebih dekat dengan Fiya.
Aziz juga sudah mulai bercerita banyak tentang hal hal yang disukai atau tidak disukainya. Terkadang ia juga bercerita saat disekolahnya.
Namu Fiya belum pernah bertanya tentang penyebab Aziz jadi pendiam. Ia belum berani, takut Aziz jadi malah menjauhi dirinya karna mungkin sedikit tidak nyaman.
Ia akan menanyakan hal itu pasti. Suatu saat nanti entah kapan yang jelas nunggu waktu yang tepat.
KAMU SEDANG MEMBACA
True Love (END)
Romance"Kamu...??? Siapa..??" Tanya seorang pria pada Fiya yang baru saja keluar dari toilet rumah temannya. "Maaf mas.. saya Fiya mas. Guru ngaji Aziz." Jawab Fiya gerogi melihat tatapan tak terbaca dari pria didepannya. Seperti apa kisahnya... mari kita...