Hari ini Fiya hendak berbelanja untuk kebutuhan dapurnya yang sudah menipis. Semalam ia merasa lelah sekali jalan jalan berkeliling alun alun dengan Nisa dan Aziz.
Untung saja pas libur Madrasah, jadi dia bisa menemani Nisa jalan jalan. Mereka aktif sekali meski jam sudah menunjukan 20.00 wib."Bunda, abah... Fiya pamit pergi ke pasar dulu... Assalamu'alaikum..."
Ia menyalimi tangan Bunda sama Abahnya setelah tadi selesai sarapan.
"Iya. Hati hati... wa'alaikum salam..." jawab mereka kompak.
Setelah boyongan dari pondok. Ia dihadiahi motor oleh mas Imam. Kakak satu satunya Fiya yang begitu menyayangi Fiya walaupun ia sudah berkeluarga. Terkadang Fiya yang minder sendiri. Ia merasa tidak enak sama Nailan kakak iparnya.
Jarak pasar dan rumahnya lumayan jauh. Melewati 2 kampung tetangga. jadi ia memilih memakai motornya.
Ia berbelanja seperti biasanya. Terkadang banyak tukang becak yang menawarinya tumpangan. Jujur saja, sebenarnya Fiya sangat risih. Karna mereka selalu memaksa. Padahal ia sudah bawa kendaraan sendiri. Masalahnya Jarak tempat parkir ke pasarnya agak jauh karena terlalu banyak kendaraan yang parkir. Jadi ia harus jalan kaki dulu sambil membawa belanjaannya.
"Fiya...!!" Teriak seorang pria dari kejauhan. Ia mendekat kearah Fiya yang sedang berjalan menuju motornya.
"Mau tak bantu..??" Tawari si pria itu
"Nggak usah kang. Makasih... saya pamit dulu. Belanjaannya sudah ditunggu sama bunda dirumah." Tolak Fiya pada pria tadi.
"Kamu naik motor sendiri Fi..??" Tanyanya lagi membuat Fiya berhenti melangkah.
"Iya kang. Soalnya hari ini belanjaan banyak. Jadi pake motor biar gampang bawanya, kang Haqi nunggu Ustadzah Khadijah..?" Tanya Fiya balik.
"Nggak sih. Tadi kebetulan lagi lewat trus liat kamu bawa banyak belanjaan. Niatnya mau bantuin bawa sama nganter pulang. Tapi ternyata kamu sudah bawa motor sendiri." Jawabnya sedikit kecewa.
"Oh.. yaudah kalau gitu saya permisi..." pamit Fiya. Ia sudah tidak enak terlalu lama ngobrol dengan lawan jenis yang bukan mukhrimnya. Takut ada setan lewat. Makanya ia lebih sering menunduk dari pada menatap wajah Haqi.
"Iya. Hati hati ya..."
Fiya langsung menstater motornya dan melajukannya dengan menambahkan sedikit kecepatannya agar ia cepat sampai ke rumah. Ia sudah ditunggu oleh bundanya. Entahlah bundanya itu mau masak banyak buat apa. Ia tak tahu. Yang ia tahu hanya disuruh bantuin masak saja.
"Ya Allah eneng... lama banget sih... bunda sampe bingung ini mau masak apa. Bahan bahan sudah habis semua." Cerewet bundanya saat ia sudah sampai di rumah.
"Iya maaf bun. Tadi nyari daging sapinya agak lama. Soalnya nyari pangkalan yu Siti nggak ketemu. Eh pas ketemu malah katanya nggak jualan. Jadi Fiya muter lagi nyari yang fresh dagingnya. Trus udah banyak juga yang pada habis," cerita Fiya panjang lebar.
KAMU SEDANG MEMBACA
True Love (END)
Romance"Kamu...??? Siapa..??" Tanya seorang pria pada Fiya yang baru saja keluar dari toilet rumah temannya. "Maaf mas.. saya Fiya mas. Guru ngaji Aziz." Jawab Fiya gerogi melihat tatapan tak terbaca dari pria didepannya. Seperti apa kisahnya... mari kita...