Kacamata bening bertegengger di wajah tampan pria yang sedang mengamati beberapa berkas. Tak berselang lama ketukan pintu terdengar, tapi sepertinya ia enggan menyaut karna sibuk dengan pekerjaannya. engsel pintu di buka dari luar serta bunyi hak sepatu terketuk lantai semakin mendekat.
"Selamat pagi, Presdir," suara wanita menyapa gendang telinga William membuat lelaki itu mendongak dan menghentikan aktifitasnya.
"Rupanya kau sudah datang, tak kusangka secepat ini," ucap William memperhatikan wanita berambut pirang menggunakan setelan kerja rapi.
Senyum menawan diperlihatkan sang wanita dari bibir berpoles warna nude.
"Bagaiman saya bisa menundanya jika anda sendiri yang menghubungi saya," jawabnya sopan.
"Itulah nengapa aku memanggilmu, kau selalu berdidikasi dalam pekerjaan, " ucapnya tulus pada Delila sang asistan yang sudah lama menemaninya waktu di London.
Ia sudah merasa cocok dengan cara kerja Delila itulah sebabnya memanggil wanita ini untuk mendampinginya lagi. Sangat sulit menemukan pekerja yang kompeten dan cekatan, jika Delila menyetujui mutasinya ke Negara ini untuk apa harus mencari sekretaris lagi.
Senyum merekah semakin terlihat serta tampak semburat merah di pipi Delila. Pujian William memang selalu melemahkannya. Mendengar kepindahan sang Boss tentu perasaannya menjadi kacau. Sejak dulu ia sudah menaruh hati pada William, meski ia tahu mustahil untuk mendapatkannya, tapi asalkan bisa dekat dengan pria ini ia rela. Dan Ia tak menyangka bahwa sang boss akan memanggilnya secara khusus untuk menjadi sekretaris lagi. Tanpa berfikir panjang langsung mengurus kepindahan serta surat imigrasi.
Mungkin ini kesempatan untuknya mendapatkan hati sang boss karna ia tahu alasan William pindah ke Negara ini disebabkan patah hati dan tak ada salahnya mencoba peruntungan.
"Anda terlalu berlebihan memuji, Presdir."
Delilla melangkahkan kakinya mendekati meja, menyerahkan berkas yang dibawa.
"Ini berkas yang anda minta, saya sudah membawakannya untuk anda," menyodorkan map besar bewarna biru menggunakan kedua tangan di depan William.
Lelaki itu meraih dan memeriksa sebentar sebelum beralih pada berkas yang tadi dikerjakan.
"Bawa semua ini, ini untuk kepentingan meeting kita nanti siang."
"Baik Presdir." Jemari-jemari lentik Delilla membenahi berkas diatas meja sampai mejanya bersih kembali.
"Apa ada yang anda butuhkan lagi Presdir? "
"Tidak, ingat siang nanti ada meeting"
"Ya, Presdir. Saya permisi dulu." Menunduk sopan serta berbalik pergi.
.
.
.
Jam menunjukkan pukul 03.00 sore. Tak terasa sudah hampir sehari Zara berada di kampus dan itu cukup menyenangkan . Zara berjalan bersisian bersama Luna menuju luar gerbang. Kedua gadis itu terlihat akrap mengobrol dan bercanda.
Tak berselang lama sebuah mobil mewah berhenti didepan mereka, turunlah seorang supir yakni menjemput Luna.
"Zara, jemputanku sudah datang. Aku pulang duluan. Kau pulang bersama siapa? " tanya Luna diambang pintu mobil.
"Ya, pulanglah duluan Lun. Sebentar lagi jemputan Zara pasti juga dateng," jawab Zara ambigu, memberi senyum cerahnya.
"Ya sudah, Hati-hati Zara. Bye." Melambaikna tangan dan di balas Zara tak kalah antusias.
KAMU SEDANG MEMBACA
I lope U pull Mr. Will
RomanceSebelum baca cerita ini sebaiknya baca dulu Clara With Obsession biar tahu kisah Will disana juga. Bagi Zara Azalia nama William tak lengkap tanpa Lia, tapi bagi William, Nama Liam adalah sebuah kesialan setelah bertemu Zara. Sudah jatuh tertimpa t...