My Brother's (5)

607 130 55
                                    

Fajri sekarang berada di rumah sendiri. Ia menatap kekacauan yang telah diperbuat. Fajri bangki berdiri perlahan, tubuhnya sangat lemah.

Aroma rasa mint menjadi aroma kesukaan Fajri. Fajri berjalan pelan menuju lemari kayu. Kedua pintu lemari di buka lebar.

"Bang Ricky... Bang Fenly... Aji akan mengabulkan permintaan kalian untuk tidak tinggal di rumah ini lagi."

Fajri berkata lirih. Air mata sudah keluar, ia menahan semua itu. Kata mendiang Ayah 'Lelaki tidak boleh menangis terus'.

Satu persatu baju di dalam lemari kayu Fajri keluarkan. Mulai dari seragam sekolah, baju dan celana sehari-hari hingga kaos basket.

Fajri menatap nanar kaos basket bertuliskan namanya. Ia teringat bagaimana mendapatkan kaos ini serta sepatu basket.

"Aji. Abang punya hadiah buat kamu." kata Ricky menunjukan sekotak kado berukuran sedang.

"Abang Fenly juga punya hadiah nih." sahut Fenly menunjukan kantong plastik berwarna hitam bertuliskan merek terkenal.

Ekspresi Fajri pada saat itu sangatlah senang. Fajri bersama tim basket sekolah baru saja memenangkan juara 1 olimpiade basket antar sekolah.

"Wah... makasih loh Abang-abang Aji yang paling di sayang." Ucap Fajri tersenyum lebar. Ia meraih kedua kado itu.

"Sama-sama. Itu karena kamu hebat main basket ya." Ricky mengelus rambut Fajri penuh kasih sayang.

"Yoi! Pokoknya loh paling hebat main basket ya!" Puji Fenly mencakup kedua pipi Fajri gemas.

Fajri hanya tersenyum lebar. Ia mulai membuka satu persatu hadiah miliknya. Kedua netra mata Fajri terpukau akan hadiah di depannya.

Sebuah kaos basket bertuliskan namanya dan sepasang sepatu basket keluaraan terbaru. Fajri sangat senang akan semua hadiah pemberian kedua Abang-nya.

"Aa... Aji sayang kalian semua." Fajri memeluk kedua Abang terhebatnya.

Adegan pelukan menjadi kebahagiaan tersendiri antar saudara kandung. Ayah dan Mama mereka melihat semua itu penuh kebanggaan.

Fajri tersadar dari kenangan satu tahun yang lalu. Tanpa ia sadari air mata kembali terjatuh. Fajri menghapus kasar air mata itu.

Semua pakaian sudah Fajri masukkan ke dalam tas. Fajri mulai melangkahkan kakinya menuju ke pintu kamar. Tak lupa ia membawa dompet, ponsel serta jam tangan pemberian mendiang Sang Mama.

Suasana di rumah tergolong sepi. Satpam yang menjaga rumah mungkin sedang keliling, Bibi yang suka bersih-bersih rumah sedang tidak mau dari kemarin akibat sakit.

Terakhir kali Fajri memandang rumah yang telah ia tinggali selama kurang lebih enambelas tahun. Banyak kenangan-kenangan bersama kedua orang tua dan Abang-abangnya akan selalu tersimpan di hati.

"Selamat tinggal semuanya," ucap Fajri lirih.

Fajri menaiki ojek online. Ia telah memesan selama keluar menuju pintu utama.

_$_$_

Hari telah sore, Ricky baru sampai di rumah selama seharian bekerja. Menjadi punggung keluarga membuat Ricky kurang tidur dan istirahat.

Kali ini Ricky tak sendiri. Dia bersama dengan sekretaris pribadi yaitu Farhan.

"Ayo masuk Bang. Jangan sungkan-sungkan."

Ricky membuka pintu utama yang tak terkunci. Ia heran mengapa pintunya dibiarkan seperti itu.

"Ada apa, Rick?" tanya Farhan penasaran melihat perubahan ekspresi sahabatnya.

"Pintu rumah nggak di kunci Bang. Biasanya kalau Fenly sama Aji berangkat sekolah bakal di kunci." jawab Ricky berusaha tenang.

Farhan merangkul Ricky walau tinggi Bos-nya itu berbeda. "Lebih baik kita coba ke dalam."

Ricky menganggukan kepala kecil. Keduanya langsung masuk ke dalam. Tak ada kekacauan ataupun barang hilang.

Namun, perasaan khawatir di hati masih tak hilang. Tiba-tiba Fenly masuk ke dalam rumah. Seragam sekolah masih melekat di tubuhnya.

"Assalamualaikum," ucap Fenly memberi salam.

Fenly terdiam. Ia tak menyangka bahwa sang Kakak sudah pulang ke rumah duluan. Fenly menundukkan kepala ragu berusaha menyembunyikan luka memar di pipi.

"Wa'alaikum salam," jawab Ricky dan Farhan kompak.

Ricky merasa ada yang aneh. Adik pertamanya itu seakan menyembunyikan sesuatu.

"Fenly, kenapa muka kamu memar begitu?" tanya Ricky khawatir.

Dia sudah berada di depan Fenly yang hanya diam. Ricky mengangkat dagu Fenly dan benar ada luka memar di pipi.

"I-ini Kak... tadi Fenly nggak sengaja jatuh di sekolah," jawab Fenly gugup.

_$_$_

Ricky menatap tajam Fenly. Dia tahu bahwa Adiknya telah berbohong.

"Sejak kapan Kakak mengajari kamu untuk bohong?!" Pertanyaan Ricky membuat Fenly tak bisa berkutik.

"Fenly jawab!" seru Ricky.

Farhan berlari ke depan Fenly. Ia tahu jika Ricky sudah dalam mode seperti itu, akan berbahaya bagi orang-orang di sekitarnya.

"Rick, tenang dulu. Kalau lo kayak gitu yang ada Fenly malah takut." bujuk Farhan.

Ricky menghela napas kasar. "Maaf, Bang Han. Gue hampir kelepasan."

Fenly berlari memeluk sang Kakak. Ia sudah menangis melihat di dalam pelukan.

"Maafin Fenly, Bang. Tadi pagi... Fenly berantam sama Aji. Sebab Aji ma--"

Ricky melepaskan pelukan Fenly kasar. Kedua tangan sudah mengepal erat. Lagi-lagi Fajri membuat ulah sampai harus melukai si Fenly.

"Aji! Kamu keluar sekarang!" Ricky sudah benar-benar marah.

"Bang... tolong dengarkan dulu penjelasan Fenly." Fenly mencoba membela Fajri, ucapannya sudah terpotong begitu saja.

"Cukup! Abang mau membuat perhitungan sama Aji!"

Ricky menaiki anak tangga dengan emosi. Setelah sampai, ia mengetuk pintu kamar Fajri, tetapi tak dibuka. Ricky meraih gagang pintu dan terbuka.

Pertama kali yang dilihat oleh Ricky adalah berantakan. Kamar Adik keduanya seakan tak terurus.

"Aji! Kenapa kamar kamu berantakan?!"

Tak ada jawaban. Ricky memeriksa di dalam kamar mandi dan pemandangan tak kalah mengejutkan. Kondisi cermin hancur, pecahan-pecahan kaca berserakan di lantai.

Rasa amarah sudah menyelimuti hari Ricky, mengalahkan rasa khawatir. "Aji! Kamu benar-benar sudah keterlaluan ya! Mau jadi anak nakal!"

Fenly dan Farhan telah menyusul ke kamar Fajri. Tak sengaja pandangan Fenly ke arah lemari kayu yang terbuka sedikit.

Dan... tak ada pakaian Fajri yang tersisa di dalam. Fenly sungguh syok.

"Bang Ricky!" panggil Fenly.

"Apa Fen?" tanya Ricky keras.

"Bang... Aji... kabur dari rumah," jawab Fenly sedih.

Pandangan Ricky teralihkan ke dalam lemari. Kosong. Ricky terdiam kaku.

"Kenapa Aji memilih kabur dari rumah?"

Pertanyaan besar menyelimuti hati serta pikiran ketiga lelaki di dalam kamar Fajri.

___BERSAMBUNG___

My Brother's [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang