Fenly meninggalkan Fajri seorang diri di pinggir jalan. Suara musik mengalun keras di dalam mobilnya.
"Wohoo... kita buat perayaan buat kesengsaraan Aji pagi ini," ujar Fenly menggoyangkan kepala ke kanan dan kiri bergantian.
"Yang penting happy!"
Fenly menyanyikan salah satu bait lagu. Dia sangat menikmati alunan lagu dan tentunya nasip sang Adik yang tidak diharapkan.
"Permainan telah di mulai. Dan tunggulah langkah selanjutnya dari gue," ucap Fenly menyeringai kecil.
Jarak mulai menipis, gerbang sekolah sudah terlihat. Fenly mematikan lagu secara otomatis, lalu melajukan mobil dengan kecepatan sedang.
Sosok Fenly berubah drastis setelah berada di lingkungan sekolah. Fenly yang terkenal akan kepintaran dan tata krama baik di sekolah, berbeda jika sudah menyangkut nama Fajri di hidupnya.
"Selamat pagi, Pak Adi," sapa Fenly ramah kepada satpam yang menjaga pintu gerbang.
"Pagi, Fenly," balas Pak Adi tersenyum kecil.
Mobil merah Fenly berhenti tepat di depan Pak Adi. Kaca mobil diturunkan setengah dan Pak Adi tahu dari 'kode' yang diberikan Fenly.
Pak Adi berjalan tegap mendekati mobil Fenly, tepatnya kaca tempat kendali setir. Fenly mulai membisikan sesuatu dan memberikan beberapa lembaran uang berwarna merah kepadanya.
"Oke, Pak. Harus sesuai yang saya arahkan dan jangan sampai membuat kesalahan."
"Siap, Fen!" sahut Pak Adi mengacungkan jempol.
Pak Adi langsung menyimpan lembaran uang ke dalam saku celana. Fenly menyeringai kecil, lalu menjalankan mobil kembali ke tempat parkir mobil.
"Hahaha... kita lihat saja bagaimana nasip Aji pagi ini," ucap Fenly menyeringai.
Suasana di sekolah belum terlihat ramai. Pak Adi bersikap seperti biasanya. Dia mencari sosok seseorang dengan teliti agar tidak kelewatan.
"Rezeki nomplok di pagi," ucap Pak Adi bersiul kecil.
Di kelas XII IPA 1...
Fenly sudah sampai di dalam kelas. Baru terlihat beberapa murid saja yang datang. Fenly menyambut mereka dengan ceria dan senyum tampan andalannya.
"Pagi, guys!"
"Pagi, Fenly!"
Fenly menaruh tas di atas meja. Dia berjalan menuju kerumanan murid di dalam kelas. Pembicaraan pagi ini seputar pelajaran rumus matematika yang baru diajarkan.
Sesekali Fenly melirik ke arah jam tangan. Waktu bel masuk sekolah sekitar limabelas menit.
"Hmm... kok Soni belum datang ya jam segin," gumam Fenly.
Fenly kembali ikut berbincang dan kini seputaran rumus Fisika yang menurut mereka cukup sulit. Namun, bagi Fenly itu adalah hal mudah seperti membuka kulit kacang tanah.
"Nanti kita belajar bareng saja. Gue ngerti rumus Fisika ini," ujar Fenly.
"Wihh... Fenly selalu tahu apa saja," puji murid laki-laki memakai kacamata. Dia merangkul Fenly sok akrab.
"Memang dah seorang Fenly tiada duanya," sambung murid laki-laki sambil membawa kamus kecil.
"Gila sih. Fenly sayang memang keren," sahut murid tercantik di kelas.
Fenly tersenyum lebar. Dia sangat suka di puji dan itu membuat perasaannya menjadi bangga sekali.
"Hahaha... biasa saja kali," balas Fenly merendah.
Semua tertawa mendengar balasan Fenly. Fenly dalam hati agak muak dengan perlakuan mereka, apalagi ada yang sok akrab dengannya. Dia sangat memilih teman atau sahabat yang dianggap pantas bersanding olehnya seperti Zweitson.
"Cih! Jijik dan sok pintar gue lihat lo pada!" batin Fenly meremehkan.
_$_$_
Fajri berjalan gontai di pinggir jalan. Raut ekspresi sedih dan kecewa terlihat jelas di wajahnya.
Perlakuan tak mengenakan oleh Abang ya sendiri masih terlintas di benaknya. Memar di kening menjadi tanda perlakuan seorang bernama Fenly.
Fajri tak mau menyalahkan sang Kakak. Fajri sangat sayang dan cinta kepada Bang Ovel panggilan akrabnya dulu.
"Bang... Aji menerima semua perlakuan Abang ke Aji, tetapi Aji nggak mau sampai kehilangan Bang Ovel," ucap Fajri tulus.
Tak terasa kedua netra Fajri sudah berkaca-kaca. Fajri sudah berjanji untuk tidak menangis lagi. Dia ingat pesan Bang Iky bahwa 'Seorang Pria tidak boleh terlihat lemah apalagi menangis di depan banyak orang'.
Sebuah nasihat dari Abang Iky tercinta sejak mereka kecil. Fajri menghela napas kecil menghilangkan rasa nyeri di hati serta kening.
Fajri tak tahu harus berjalan berapa lama lagi. Jarak dari dia sekarang berada sampai di sekolah masih jauh.
"Aji sudah nggak kuat berjalan," ucap Fajri.
Dada nya terasa sesak. Peluh keringat membasahi muka serta seragam yang dikenakan. Entah sejak kapan Fajri menjadi suka merasakan sesak.
"Bang Iky... Bang Ovel... Aji sudah tak kuat lagi," ujar Fajri lirih.
Kedua netra mulai menggelap. Kesadaran Fajri perlahan mulai menghilang dan tubuh Fajri tak mampu menahan beban lagi. Seakan semua sendi dan indra mati rasa.
Sebuah motor bebek melaju melewati Fajri berada. Pemuda memakai kacamata bulat melihat sosok Fajri.
"Itukan Aji," ucapnya pelan.
Motor bebek berwarna biru telor asin di arahkan mendekati Fajri. Setelah agak dekat sang Pemuda baru ingin memanggilnya, tetapi tubuh Fajri sudah terjatuh di trotoar.
"Aji!"
Zweitson berteriak histeris. Dia langsung mematikan motor, tak lupa distandarkan. Zweitson berlari cepat mendekati Fajri yang sudah tak sadarkan diri.
"Aji, Ji bangun!" Zweitson menepuk pelan pipi Fajri, namun tak ada pergerakan sama sekali.
Zweitson memeriksa nadi di tangan Fajri. Helaan napas kecil membuat Zweitson sedikit tenang.
"Syukurlah masih bernapas juga," gumam Zwetison sedikit lega.
Sekarang Zweitson bingung harus melakukan apa. Ingin mengangkat tubuh Fajri, tetapi pasti berat. Mana mungkin tubuh kecil dan kurus Zweitson mampu mengangkat tubuh Fajri yang besar.
"Gue mau telepon Fenly, ah nggak jadi deh yang ada malah drama." Zweitson mendumel.
Tak jauh dari lokasi kejadian. Sebuah mobil melintasi mereka. Seorang Pemuda manis melihat itu semua dan dia tak menghentikan laju mobil.
"Owh... sepertinya ini akan menjadi berita bagus," ucapnya menyeringai kecil.
Pemuda itu menyuruh sang sopir berjalan pelan. Kaca mobil terbuka dan Pemuda tersebut mengeluarkan gawai miliknya. Dia memfoto dan merekam semuanya diam-diam.
"Aji, selamat ya. Kita tancap gas lagi Pak!" perintahnya.
"Siap, Den!" sahut Pak Sopir.
___BERSAMBUNG___
KAMU SEDANG MEMBACA
My Brother's [END]
Fiksi PenggemarHanya sebuah karya fanfiction tentang UN1TY. Jika ada kesamaan nama tokoh, tempat dan latar cerita. Ini hanyalah cerita fiktif belaka. Terima kasih :)