My Brother's (16)

505 120 180
                                    

Fajri hanya diam. Fajri merasakan firasat tak enak sejak di rumah Gilang, tetapi dia berusaha mengabaikannya.

Dan tiba-tiba sosok Pria sudah berdiri tegak di depan kelas. Puluhan mata langsung tertuju pada Pria tersebut.

"AJI!"

Degh!

Fajri menolehkan kepala. Dada terasa sesak dan sulit bernapas. Peluh keringat muncul di sekitar muka.

Pria itu masuk ke dalam sekolah. Suara langkah sepatu seakan menggema di ruang kelas.

"Aji!" Panggil Pria itu ulang.

"Iya, Pak," jawab Fajri menurunkkan kepala ke bawah memberi hortmat.

"Ikut ke ruangan saya sekarang," ucap Pria itu.

"Baik, Pak Alif," balas Fajri.

Pak Alif, wali kelas XI IPA 1 tersenyum kecil. Beliau mulai meninggalkan ruang kelas diikuti Fajri di belakang.

Fajri menghela napas lega. Perasaan negatif langsung di tepis kasar.

Selama perjalanan tak ada pembicaaran. Suara-suara murid berlalu lalang yang memecahkan suasana sunyi.

Tibalah mereka di ruang Kepala Sekolah. Pak Alif sudah masuk ke ruangan terlebih dahulu setelah di izinkan Kepala sekolah.

Fajri berdiam diri sejenak di depan ruang Kepala sekolah. Berbagai macam pertanyaan muncul di pikiran.

"Kenapa Pak Alif bawa gue ke ruang kepala sekolah?" tanya Fajri bingung.

"Aji, ayo cepat masuk ke dalam!" perintah Pak Alif.

"I-iya, Pak," jawab Fajri ragu.

Helaan napas pelan membuat Fajri sedikit tenang. Langkah kaki panjangnya mulai memasuki ruang. Entah apa yang akan terjadi di dalam nanti.

__$_$__

Fenly dan Zweitson tengah berada di kantin. Zweitson membawa nampan berisi makanan diletakkan ke atas meja.

"Terima kasih, Mas," ledek Fenly.

Zweitson langsung menatap tajam Fenly. Bisa-bisa wajah imut seperti Bayi disamakan dengan mas tukang bakso di kantin.

"Haha... nggak usah sok di galakin. Bayi kayak lo nggak cocok sumpah," ucap Fenly tertawa kencang.

"Langit, tolong turunkan granat ke Fenly. Aku lelah menghadapi sikap menyebalkan Fenly."

Zweitson mengadahkan kedua tangan di atas. Dia berucap kepada langit mirip seperti video yang tengah viral.

Fenly mengambil tisu, lalu meremasnya sampai berbentuk bola. Fenly lemparkan tisu itu tepat ke muka Zweitson.

"Makan tuh tisu. Dasar punya sahabat nggak ada akhlak!" kesal Fenly.

"Bodo ah, Ji! Gue lebih baik makan bakso daripada balas ocehan lo nggak jelas!" seru Zweitson meyuapkan satu buah bakso ke dalam mulut.

Tiba-tiba suasana di sekitar mereka mendadak gelap. Zwritson dapat merasakan hal buruk di depan matanya.

"Lo tadi panggil gue apa Son? Coba tolong di ulang!"

Muka Fenly sudah memerah sempurna menahan emosi. Zweitson meneguk saliva kasar. Dia merutuki mulutnya yang salah memanggil nama sahabatnya dengan sang Adik yang paling di benci ya.

"Tuhan, tolong Soni ya." batin Zweitson takut.

"SONI!"

Brakk!!!

Amarah Fenly sudah memuncak. Fenly memukul meja kantin keras menimbulkan kegaduhan. Puluhan pasang mata ke arah mereka penuh tanda tanya dan kekesalan.

"APA LIHAT-LIHAT?!"

Degh!!

Para pengunjung di kantin langsung menyibukkan diri kembali. Mereka bersikap seolah-olah tidak terjadi sesuatu. Melawan senior atau Fenly sama saja mencari masalah besar.

"GUE NGGAK SUKA LO SEBUT-SEBUT NAMA DIA LAGI DI DEPAN GUE SEKALIPUN!"

Fenly menatap tajam Zweitson. Dia pun melangkahkan kaki kasar meninggalkan kantin.

Zweitson mengunyah bakso di dalam mulutnya sepelan mungkin. Zweitson harus berpikir seribu cara untuk membujuk Fenly agar tidak marah lagi kepadanya.

"Fenly!" panggil Zweitson.

Pemuda berkacamata bulat melirik Fenly dan semangkok bakso bergantian. Helaan napas menandakan Zweitson sudah mendaptakan jawaban. Dia memilih untuk menghabiskan bakso miliknya serta Fenly. Urusan Fenly juga harus memerlukan tenaga.

"Mari makan," ujar Zweitson menikmati makan siang dengan perasaan campur aduk.

__$_$__

Fenly berjalan menuju area taman. Emosi yang tak stabil membuat mood ya menjadi buruk.

Sepanjang jalan siswa-siswi yang dilewati Fenly menjadi pelampiasan.  Aura Fenly saat mode marah sangatlah menakutkan.

"Kenapa selalu Aji dan Aji?! Gue semakin benci mendengar apalagi melihat dia di depan mata gue!"

Fenly menggerutu sepanjang jalan. Langkah Fenly terhenti melihat satu objek tak asing di depannya.

"Hmm... ngapain tuh bocah dari ruang kepala sekolah," gumam Fenly penasaran.

Sebuah ide muncul di kepala. Fenly langsung menyembunyikan diri, lalu mengeluarkan sebuah gawai miliknya.

Ctrek!!

Ctrek!!

Cahaya kamera keluar dari gawai Fenly. Setelah di rasa cukup, Fenly memasukkan kembali gawai ke dalam saku seragam.

"Bukti ini akan membuat lo semakin di benci. Tunggu saja tanggal mainnya," ucap Fenly menyeringai tipis.

Fenly pun memilih untuk merubah tujuan menjadi ke kelas. Beberapa rencana 'indah' sudah terekam di otak.

__$_$__

Pintu ruangan Kepala sekolah terbuka. Fajri dan Pak Alif keluar dari ruangan.

"Aji, Bapak harap kamu bisa membawa nama baik sekolah," ucap Pak Alif menepuk pundak kiri Fajri pelan.

"Baik, Pak. Terima kasih atas kepercayaan Bapak kepada saya." Fajri tersenyum tipis.

Akhirnya Fajri dapat membuktikan diri kepada Bang Ricky bahwa dia mampu membuatnya bangga. Fajri berjanji mulai sekarang akan berusaha semaksimal mungkin.

"Oke, Ji. Silahkan kamu ke ruang kelas," ujar Pak Alif.

"Siap, Pak!" Fajri memberi gaya hormat.

Pak Alif tertawa kecil. Dia tak salah memilih siswa di depannya. Pak Alif menuju ke ruang Guru yang berada tak jauh dari lokasinya saat ini.

Fajri mengepalkan kedua tangan erat. Fajri berharap banyak atas kesempatan yang diberikan kepadanya.

"Bang Iky, Aji bakal membuat Abang bangga!" seru Fajri semangat.

Fajri melangkahkan kaki kembali ke ruang kelas. Pelajaran selanjutnya akan segera di mulai.

"Sampai temu dapat restu dari... waktu..."

___BERSAMBUNG___

My Brother's [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang