My Brother's (20)

573 122 100
                                    

"Bang, Aji berangkat sekolah dulu," pamit Fajri mengecup punggung tangan kanan Ricky.

Jari telunjuk Fajri sudah diberikan plester setelah diobati oleh Ricky. Ricky mengelus surai hitam Fajri pelan.

"Bang, Ovel juga berangkat dulu." Fenly melakukan hal yang sama.

Ricky juga mengelus surai coklat Fenly pelan. "Ovel, jangan lupa kata-kata kamu semalam. Kamu mau berangkat sama Aji," ucap Ricky mengingatkan.

"Oh, Ovel nggak lupa kok Bang. Yuk Ji, takut telat," sahut Fenly semangat menarik lengan Fajri kasar.

"Assalamualaikum," salam kedua Adik Iky.

"Wa'alaikum salam, hati-hati di jalan," balas Ricky.

"Siap, Bang Iky!" jawab Fenly dan Fajri hanya diam.

Hari ini Ricky memutuskan untuk libur sejenak. CEO bebas melakukan apapun termasuk tidak masuk, tetapi Ricky memberikan tanggung jawab penuh kepada sekretaris pribadinya yaitu Farhan.

"Lebih baik kita ngopi sambil membaca koran," ujar Ricky melangkahkan kaki menuju taman belakang rumah.

Ricky menyuruh Bi Inah untuk membuatkan kopi hitam dan singkong rebus. Ricky kangen dengan suasana itu semenjak di tinggal kedua orang tua selamanya. Kebiasaan sang Ayah di pagi hari persis akan dilakukan di sana.

"Ayah... Mama... Iky rindu dan kangen sama kalian," ucap Ricky lirih.

Tak sengaja bulir air mata sudah jatuh membasahi pipi. Ricky memegang dada kiri yang terasa nyeri. Dia pun mengambil napas sejenak, lalu membuangnya perlahan selama tiga kali.

"Apakah Iky... akan menyusul kalian juga?" gumam Ricky menatap langit cerah.

Bi Inah datang membawa pesanan Ricky. Di taruhnya di atas meja, kepulan asap dan aroma kopi hitam menyeruak masuk ke lubang hidung.

"Den Iky, ini sudah Bibi buatkan," ucap Bi Inah pelan.

"Terima kasih, Bi," balas Ricky yang terlebih dahulu menghapus kasar jejak air mata.

"Den Iky, habis nangis ya," Bi Inah bertanya.

"Bi... Iky boleh peluk Bibi nggak," ujar Ricky meminta.

Bi Inah terdiam, lalu kedua sudut bibir terangkat ke atas membentuk sebuah senyuman manis. "Boleh Den Iky," balas Bi Inah lembut.

Ricky langsung menabrakan diri ke dalam pelukan erat sang Bibi. Ricky sudah menganggap Bi Inah sebagai Ibu kandung. Beliau juga yang telah membesarkan Ricky dan kedua Adiknya jika orang tua mereka sibuk bekerja.

"Bu... Iky kangen sama mereka," ujar Ricky dengan suara parau.

Ricky menangis kembali di dalam pelukan. Bi Inah mengelus lembut punggung besar Ricky.

"Ibu yakin, Iky kuat kok. Buktinya Iky bisa menjalankan perusahaan mendiang orang tua dengan hebat. Kedua Adik Iky juga menurut kepada kamu."

Bi Inah ikut menangis. Mereka sudah dianggap Bi Inah sendiri sebagai anaknya. Bi Inah kini hanya sebatang kara, suami dan anaknya telah dipanggil sama yang di atas lima tahun lalu akibat kecelakaan.

"Bu... Iky sayang Ibu... sayang Ovel... sayang Aji... tapi Iky rasanya sudah tak kuat lagi menahan rasa sakit ini," ucap Ricky pelan seperti bisikan

Bi Inah tak terlalu mendengar ucapan Ricky. Keduanya masih dalam keadaan berpelukan. Mentransfer rasa rindu, kangen serta kasih sayang kepada mereka yang telah ditinggal terlebih dahulu.

"Sakit... dada ini rasanya sakit sekali."

_$_$_

Mobil merah Fenly melaju dengan kecepatan tinggi. Fajri terus berdoa di dalam hati agar mereka selamat.

"Hahaha... enak gak Ji," ujar Fenly menyeringai.

"Bang Ovel, jangan ngebut-ngebut," sahut Fajri takut.

Fajri memiliki sebuah trauma yang tak bisa dihilangkan begitu saja. Di dalam mobil, melaju cepat dan akhirnya ending yang menyedihkan.

"Hahaha... cemen banget lo. Senang kan diperhatikan sama Bang Iky dari kemarin," ejek Fenly.

"Bang Ovel... please... bawa mobil ya pelan-pelan," balas Fajri.

Muka Fajri sudah pucat pasi. Buliran keringat terus keluar membasahi wajah dan sebagian seragam.

Takut. Jujur Fajri sangat takut. Kepalanya terasa sangat pusing. Napasnya seakan sesak.

"Bang... Aji mohon...," ucap Fajri lirih.

Fenly menginjak rem sekuat-kuatnya. Mobil langsung berhenti dan membuat guncangan cukup keras. Fajri terpental ke depan hingga keningnya mengenai bagian mobil.

"Wow... gila! Ini keren!" seru Fenly setelah adrenalin ya di uji. Fenly sampai memukul stir kemudi semangat.

Fajri membenarkan posisi. Kening Fajri mengalami luka memar akibat kejadian tadi.

"Aww," ringis Fajri kesakitan memegang kening.

Fenly menatap luka memar di kening Fajri. Seringai tipis terukir manis di bibirnya.

Plak!

Fenly menepuk keras kening Fajri selama tiga kali. "Hahaha... keren tuh tato di kening lo," ejeknya tertawa keras.

"Bang... kening Aji sakit," ucap Fajri kesakitan.

"Lemah lo! Laki tuh jangan lemah, harus kuat!" seru Fenly.

Fajri menatap sang Abang di sebelahnya penuh kesedihan. Kenapa Fenly masih bersikap kasar dan membenci dirinya??

"Bang... Aji sebenarnya salah apa sama Abang? Aji capek melihat Abang bersikap seperti ini!"

Fenly langsung melirik tajam Fajri. Mukanya sudah memerah sempurna menahan emosi. Rahang Fenly terlihat mengeras.

"BANYAK! DAN LO SEHARUSNYA NGGAK ADA DI SINI!"

Deg!!

Jleb!!

Hati Fajri terasa amat sakit seakan puluhan pisau tajam menusuknya. Kedua netra Fajri sudah berkaca-kaca menahan tangis kembali.

"Bang Ovel..." panggil Fajri lirih menatap Fenly penuh kesakitan dan kesedihan mendalam.

"BERISIK! LEBIH BAIK LO TURUN DARI MOBIL GUE SEKARANG!"

Fenly mengusir Fajri. Ini tidak mungkin kan? Fajri menepis pikiran negatif itu.

"Bang... Ini nggak ben--,"

Perkataan Fajri terpotong. Fenly sudah membuka pintu otomatis. Fenly menatap wajah Fajri penuh amarah dan kebencian.

"LO KELUAR SENDIRI ATAU GUE PAKAI CARA PAKSA!"

Fajri menghela napas lelah. Dia pun memilih untuk keluar dari mobil Fenly sendiri.

"Nah, itu baru Adik gue yang paling penurut.

Bye, Fajri Maulana Zakno!"

Mobil merah Fenly melaju cepat meninggalkan sosok Fajri seorang diri di pinggir jalan. Fenly menatap mobil itu dengan pandangan kosong.

"Bang Ovel... Aji capek Bang harus diperlakukan seperti ini," ucap Fajri lirih.

Dan Fajri berjalan gontai menuju ke sekolah. Langkah kakinya seakan tak kuat membawa diri ini yang terlihat sangat rapuh.

___BERSAMBUNG___

My Brother's [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang