My Brother's (9)

517 123 37
                                    

"Ji, kantin yok! Cacing di perut gue sudah pada demo nih!" Gilang merangkul Fajri.

Fajri tersenyum kecil. Dia merapihkan buku lalu beranjak berdiri.

"Yok! Tapi lo yang traktir ya," ucap Fajri polos.

"Beres!" seru Gilang mengacungkan jempol.

Gilang sebagai anak tunggal dan kaya raya. Hal itu sudah menjadi lumrah baginya. Apalagi Fajri sedang dalam masa terpuruk, sebagai sahabat tentunya akan membuat Fajri bahagia.

Tiba-tiba seseorang datang ikut nimbrung. Pemuda berambut gondrong dengan poni belah tengah.

"Wih, ada yang mau traktir nih! Bisa kali gue ikutan!" sahutnya.

Pemuda itu menyengir lebar. Dan dia mendapatkan sebuah hadiah kecil yaitu jitakan maut khas Gilang.

"Enak saja lo! Bayar sendiri sana! Huss! Huss!" Gilang mengusir Pemuda itu.

"Dasar, Gilang pelit!" serunya membalas jitakan maut di dahi.

"Shandy! Awas ya lo!"

Gilang kesal. Gilang mulai mengejar Shandy keluar kelas. Aksi kejar-kejaran ala bocah SD terjadi di lorong.

Shandy merupakan kakak kelas mereka. Dia selalu berkunjung ke kelas mereka saat jam istirahat untuk mengajak makan bareng di kantin.

Fajri tersenyum miris. Sebuah kenangan indah muncul di pikiran.

_$_$_

Di sebuah taman kecil di belakang rumah. Dua anak kecil laki-laki sedang memperebutkan mainan.

"Ihh! Ini punya Abang!"

Fenly, sang Abang menarik mainan robot. Fajri, sang Adik tak mau kalah.

Beginilah jika orang tua mereka hanya membelikan satu mainan dan anak-anaknya semua adalah laki-laki. Pasti ada adegan rebut merebut mainan.

"Bang Ovel!" seru Fajri masih berusaha.

Dan... Fenly aka Ovel melepaskan mainan itu hingga membuat Fajri aka Aji terjatuh. Aji langsung menangis kejar.

"Huu... gitu saja udah nangis. Dasar Aji cengeng, wlee..." ledek Ovel memeletkan lidah.

"Huaahh... Bang Ovel jahat sama Aji," isak tangis pun pecah.

Seorang laki-laki lain menuju ke taman belakang rumah. Dia melihat bahwa Adik bungsunya menangis di tanah.

"Aji, kenapa nangis?" tanya sang Abang pertama.

"Bang Iky!"

Aji langsung memeluk tubuh sang Abang. Ricky aka Iky mengelus pelan rambut Adiknya.

"Aji, jangan nangis lagi ya. Aji kan jagoan, jadi nggak boleh cengeng, ok," ucap Iky lembut.

Aji menganggukan kepala kecil. Suara tangis sudah menghilang hanya tersisa butiran air mata.

Iky memilih posisi duduk mensejajarkan tinggi sang Adik. Di hapusnya air mata pelan.

"Makasih ya. Abang Iky paling terbaik nggak kaya Bang Ovel, wlee..."

Giliran Aji meledek ke arah Ovel. Ovel hanya menatap Aji galak.

"Awas ya nanti," ucap Ovel.

"Bang Iky, Bang Ovel nakal tuh," adu Aji bersembunyi di belakang tubuh Iky.

Ovel berjalan mendekat. "Ovel juga mau di peluk Abang," ucapnya malu-malu.

Iky tertawa kecil. Dia pun memeluk tubuh Ovel dan Aji bersamaan. Ketiga saudara saling menyayangi satu sama lain.

Mereka pun melanjutkan bermain kejar-kejaran. Mainan robot sudah disembunyikan oleh Iky.

_$_$_

Fajri berjalan pelan ke kantin. Rasa rindu dengan kedua Abang membuatnya kembali sedih.

Ketiga Pemuda tampan sudah sampai di kantin. Mereka duduk di tempat biasa, tepatnya di bagian pojok kantin.

"Ji, lo mau pesan apa?" tanya Gilang.

"Gue samain saja kayak lo," jawab Fajri lesu.

"Oke!" balas Gilang.

Pemuda manis itu hendak memesan, tetapi sebuah kaki terjulur ke depan. Beruntungnya Gilang tak terjatuh.

"Gue nggak bakal kena untuk kedua kalinya, Jamal!"

Gilang pun pergi meninggalkan Fajri, Shandy dan Fiki. Fiki sibuk bermain game di ponselnya.

"Pikipow, lo mau pesan apa?" tanya Shandy.

"Kayak biasa saja, Bang Shan," jawab Fiki masih fokus dengan game.

Shandy berdecak kesal. Kebiasaan buruk Fiki jika sudah bermain game online. Semua di sekitar langsung dihiraukan. Bagaimana jika ada seorang penjahat menculiknya, pasti Shandy akan senang. Canda senang.

"Fik, taruh ponselnya atau Abang sita." ucap Shandy tegas.

Fiki langsung mematikan ponsel, lalu menaruh di atas meja kantin. Dia tersenyum lebar menatap Shandy.

"Siap, Bang Shandy!" seru Fiki ala hormat.

"Nah, gini dong. Adik Abang harus nurut. Abang mau pesan makanan dulu ya," ujar Shandy mengacak rambut Fiki pelan.

"Ish! Abang! Rambut Fiki berantakan!" kesal Fiki cemberut.

"Hahaha...," ledek Shandy pergi.

Tanpa mereka sadari, ada sepasang mata melihat semua keakraban antara Adik Kakak di depannya sendu. Helaan napas pelan membuat Pemuda itu menghilangkan rasa cemburu.

"Kapan Aji bisa merasakan hal itu lagi?"

___BERSAMBUNG___

My Brother's [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang