- 22 -

320 84 20
                                    

Keesokan paginya, Kinan sangat tak bersemangat untuk pergi sekolah, bahkan sejujurnya tak berniat untuk masuk sekolah. Kinan masih memikirkan dimana sekarang Monti berada, apa kucing itu sudah makan atau belum, dia ingin kucingnya kembali.

Memang agak konyol ketika manusia bersedih karena hewan.
Tapi, percayalah, kehilangan hewan peliharaan sama halnya seperti kehilangan orang yang kita sayangi. Karena mereka tak hanya sebatas hewan peliharaan, mereka bisa jadi sesosok teman, sahabat, bahkan bagian dari keluarga.

Mereka pun bisa menjadi penghibur serta pendengar yang baik. Meski mereka tak pernah menjawab atau merespon omongan kita dengan kata-kata, hanya dengan mencurahkan unek-unek kita padanya, sudah membuat kita merasa lebih lega, kan? Bukankah didengarkan saja jauh lebih baik daripada direspon tapi dengan penghakiman?

Shandy yang paling merasa bersalah disini, dia bahkan bangun pagi untuk melanjutkan mencari kucing itu. Andai saja waktu itu dia tidak mengunyel muka sang kucing, pasti kucing itu tak akan marah hingga kabur seperti ini.

Lagi pula, kenapa itu kucing malah kabur ke luar pagar, sih? Apa dia menganggap Shandy sebagai suatu ancaman? Memangnya dia tak tahu kalau Shandy juga cat lover? Kalau begini, Shandy seperti gagal menjadi seorang cat lover.

Berseragam lengkap, Kinan menuruni tangga dengan malas. Biasanya, makhluk pertama yang disapanya tak lain dan tak bukan adalah kucing itu, tapi sekarang.. entahlah.

Di bawah---tepatnya di meja makan, sudah ramai orang-orang menunggu kehadirannya. Akhirnya, Kinan keluar juga setelah semalaman mengurung diri. Mamah yang sudah paham, tak banyak bertanya perihal hilang kucing itu, terlalu sensitif untuk dibahas.

Tersadar akan sesuatu, Kinan menggebrak meja cukup keras.

"OIYA, JINAN MANA?"

Kinan membuat yang lain tersentak saat secara tiba-tiba berteriak di tengah keheningan.

"Ya Allah, lupa. Belom di kasih makan dari kemaren."

Terlalu lama galau karena Monti, sampai Kinan lupa kalau dia punya kucing lain di rumah ini. Sejak kemarin, dia pun belum melihat kucing itu.

"Ya Allah, kamu ini ngangetin aja." Mamah mengelus dada.

"Jinan teh saha?" tanya Fathur.

"Kucing."

"Kucing yang mana? Bukannya Monti doang?"

"Aku adopsi kucing lagi tau. Mamah liat gak? Dia gak ilang juga, kan?" tanya Kinan sambil melihat ke arah Shandy. Waduh, ini menyindir apa gimana?

"Ada, di kandang. Tenang aja, udah di kasih makan, kok," kata Mamah.

"Kok, saya baru tau." bingung Fathur.

Kinan menghela nafas. Syukurlah kalau Jinan tak ikut hilang. Cewek itu menuju kandang yang letaknya dekat sofa ruang tamu. Kemudian, mengeluarkan kucing kecil yang tampak baru bangun itu, memeluknya dengan hangat, sambil berkata, "Jangan hilang juga, ya."

***

"Kak Fajri!"

Menoleh ke suara yang memanggilnya dengan lantang, Fajri menghentikan langkahnya.

"Kok masuk? Bukannya lagi sakit?" tanya cewek itu.

"Gue gak sakit, biasa aja. Kenapa harus gak masuk?"

Dari kejauhan, seorang cewek memicingkan matanya melihat mereka berdua berjalan beriringan begitu dekat, ini tak bisa dibiarkan. Cewek itu berjalan cepat menghampiri mereka, lalu menerobos ke tengah untuk memisahkan jarak antar keduanya.

Kucing | UN1TYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang